Nadin Amizah-Dan, Selesai
[as.tro.no.mi.ra.kel]
Ila menenggelamkan wajah di antara kedua lutut yang ditekuk. Kedua bahunya bergetar hebat menunjukkan betapa keras usaha untuk meredam suara tangisnya. Awan kelabu tampak mengelilinya yang tengah meringkuk di balik pintu, mendesak untuk meluluhlantakkan seluruh pertahanannya. Tindakan Aya yang menampar Ila benar-benar di luar dugaan. Tangan yang sedari dulu senantiasa menggenggam dan mengelusnya, dalam sekejap berubah melayangkan tamparan di pipinya. Tamparan itu bak sebuah peringatan keras bahwa gadis itu harus bersiap menghadapi segala hal yang tak akan berjalan seperti dahulu lagi. Ada apa dengan mama? Kenapa mendadak bertingkah gila seperti itu?!
"Ila! Buka pintunya! Mama belum selesai!", suara gedoran pintu di belakang membuat Ila menoleh. Tidak cukupkah tamparan mama menunjukkan bahwa urusan mereka telah benar-benar selesai?
"Nggak! Ila nggak mau keluar! Ila nggak mau sekolah!", teriak Ila diiringi suara tangis yang kian pilu.
"Kamu keras kepala banget sih! Buka pintunya!", Aya mengeraskan gedoran di pintu kamar Ila.
"NGGAK!", teriak Ila histeris. Gadis itu bangkit melampiaskan seluruh amarah pada barang-barang di atas meja belajar. Buku-buku yang tersusun rapi di lemari dekat pintu kamar berterbangan ke segala arah. Biola dan music stand turut tergeletak mengenaskan dengan partitur musik yang berserakan di mana-mana. Tirai-tirai yang bergelebar diterpa angin malam lepas dari tempatnya, disusul suara cincin-cincin besi tirai yang memantul di lantai. Aya refleks menutup telinga tatkala mendengar suara benda-benda berjatuhan dari dalam kamar Ila. Bi Wati dan Pak Iwan yang berada di dapur bahkan bergegas berlari menuju sumber kekacauan tersebut.
"ILA! Kamu ngapain?! Berhenti!", suara wanita itu kian meninggi, urat-urat nadi di leher dan tangannya tampak mengencang. Tak peduli jika teriakannya sampai ke pendengaran tetangga.
Ila tak menggubris perkataan Aya, dirinya masih fokus melampiaskan amarah pada apa saja yang dilihatnya. Kondisi kamarnya bahkan sudah sangat mengerikan. Tak satupun sisi ruangan itu luput dari amukannya. Kini, penampilan gadis itu bahkan tak kalah buruk dibanding kamarnya. Suara tangis di kamar itu kian menggelegar seiring rasa sakit yang kian menggerogoti hatinya. Setiap tarikan napasnya bak mengeratkan tali tak kasat mata yang tengah mencekik lehernya. Ada emosi yang tidak dapat dijelaskan oleh gadis itu. Entah kenapa, mendadak dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Ila menjatuhkan diri di tengah kekacauan yang ia ciptakan. Kepalanya terasa ingin pecah mendengar semua kebisingan yang mendera. Suara deru napas memburu, makian disertai gedoran di pintu kamar, riak-riak angin yang dinginnya turut menusuk kulit, atau jeritan di hati kecilnya, semua kebisingan itu bak menawannya di dalam kamarnya sendiri. Di tengah usaha menetralkan deru napasnya yang memburu, pandangan Ila tertuju pada sebuah bingkai foto yang menggantung di atas kepala tempat tidur. Satu-satunya benda yang masih berada di posisinya. Gadis itu memandang nanar foto yang menunjukkan betapa bahagia keluarganya dulu. Ila memerhatikan dengan saksama gadis di foto itu. Dirinya di masa kecil seakan sedang menertawakannya sekarang. Lihatlah, betapa sialnya dirimu Ila.
Lampu tidur berbahan logam yang tergeletak di lantai menarik perhatian Ila. Gadis itu dengan cekatan meraih dan melemparkannya sekuat tenaga.
PRANG!!!
Suara pecahan kaca seketika menggema di kamar Ila. Ayana, Bi Wati dan Pak Iwan bahkan berteriak sembari menutup telinga mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
AstronoMirakel (New Version)
Fiksi RemajaAquila Aletheia, seorang anak biasa seperti anak lainnya. Akan tetapi, karena "sesuatu dan lain hal" yang membuatnya mendadak istimewa, Ila harus menghabiskan nyaris setengah usianya terkurung di dalam rumah. Kehidupan Ila yang awalnya sempurna mend...