3. First Quarter🌙

6 3 0
                                    

Ardhito Pramono-First Love/ Nikka Costa

[as.tro.no.mi.ra.kel]

Pesanan atas nama A..akula Alai?! Akula Alaitea?! Suara panggilan kembali menggema dari pengeras suara yang menggantung di langit-langit kafe. Suara itu mendadak mengambil alih perhatian seluruh pengunjung di dalam dan teras kafe. Mereka lantas saling pandang, nyaris tertawa, penasaran siapa yang akan bangkit dan mengambil pesanan itu. Ila jelas tahu nama itu miliknya, dia dipanggil dengan pelafalan yang salah, lagi. Seketika mood-nya rusak. Ila menyembunyikan wajah di balik lengannya yang dilipat di atas meja. "Kenapa sih, kafe sekarang aneh-aneh, pake acara sebut-sebut nama, nggak tahu privasi apa?!", maki gadis itu dalam hati.

"Pesanan atas nama Aquila Aletheia (dibaca Akuila Aleteya)", pengeras suara tersebut kembali menggema dengan suara yang berbeda dan pelafalan yang benar. Ila seketika menengadah memandang pengeras suara tersebut. Pak Iwan yang sedari tadi memandang sendu Ila, beranjak mengambil pesanan itu.

"Ini Non, ayo dimakan", Pak Iwan kembali dan membuyarkan lamunan Ila.

"Pak Iwan tadi sebut nama saya kek gimana?", tanya Ila penasaran.

"A..akuila Alei..tea?", jawab Pak Iwan ragu-ragu. Ila mengembuskan napas pelan dan tersenyum lembut. Dia tentu tidak bisa menyalahkan Pak Iwan, dia lebih ingin menyalahkan papa yang memberinya nama menyulitkan seperti itu. Ila memandang kue di hadapannya, pikirannya beralih pada orang kedua yang melafalkan namanya dengan benar. Padahal jelas-jelas Pak Iwan yang memesan tadi salah menyebut nama Ila. Bagaimana bisa? Tak ingin larut dengan kebingungan itu, Ila lantas menikmati kue matcha favoritnya sembari tersenyum lebar. Mood-nya kembali lagi, entah karena matcha atau orang yang menyebut namanya dengan benar.

Alta melipat kedua lengannya di atas meja bar, memerhatikan gadis pastel itu dari jauh, dia ikut menarik kedua sudut bibirnya. Dia sudah tahu nama gadis itu, tetapi lebih menyenangkan memanggilnya dengan nama lain. Terlalu banyak hal menarik dari gadis itu yang membuat Alta ingin memanggilnya dengan sebutan gadis pastel, gadis matcha, atau gadisnya? Alta terkekeh geli dengan pikiran absurdnya.

Suasana kafe menjadi semakin ramai. Ila yang sedang makan mulai risih tatkala mendapati beberapa pasang mata laki-laki seusianya memerhatikannya diam-diam. Adapula perempuan yang memandangnya dengan sinis. Ila tidak berani menoleh lagi, tatapan-tatapan itu membuat pikirannya mulai menerka-nerka dan menafsirkan hal-hal buruk. Keningnya mulai berkeringat dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Ia harus segera pergi dari sini, situasi ini mulai tidak nyaman untuknya.

"Pak, ayo pulang!", Ila bangkit mengambil gelas minumnya yang belum tersentuh dan pet cargo Luna. Alta yang melihat kegelisahan gadis itu mengerutkan kening tatkala melihat Ila dan Pak Iwan meninggalkan teras kafe. Sudah kubilang, dia itu punya sesuatu, batin Alta.

[as.tro.no.mi.ra.kel]

Ila tengah menikmati matahari yang perlahan terbenam di ufuk Barat. Kedua lengannya bertumpu pada teralis balkon kamarnya. Kejadian di kafe siang tadi kembali memenuhi pikiran Ila. Bagaimana dengan rencana Mama yang memaksanya sekolah formal lagi? Menghadapi beberapa orang di kafe saja membuat Ila tidak nyaman. Apalagi jika harus berhadapan dengan ratusan orang di sekolah. Belum lagi olok-olokan yang akan dia terima karena namanya yang sulit dilafalkan. Membayangkan dirinya berdiri di depan kelas sembari memperkenalkan diri saja sudah membuat Ila ngeri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AstronoMirakel (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang