Ertozagza (Delapan Belas)

1 0 0
                                    

The Coven

Ertozagza (Delapan Belas)

Pagi hari, penghuni coven menjalani rutinitasnya masing-masing. Meja makan sudah ramai dengan anak-anak yang ingin sarapan mengisi perut mereka. Suasana hangat itu selalu menjadi ciri khas di dalam bangunan coven ini. Mereka berkumpul dalam satu atap. Walau tak sedarah, namun memiliki ikatan bagai keluarga.

Mandy, Helyna, dan Cat sudah duduk berkumpul di satu meja. Ada yang kurang. Helea dan Dannies tidak bergabung bersama mereka. Belum. Dua anak itu masih belum kelihatan badang hidungnya.

“Si anak cengeng itu mana? Belum bangun?” cetus Mandy. Dia sibuk mengoleskan selai pada rotinya.

“Tadi aku lihat Helea masuk ke ruangannya. Mungkin mereka sedang bicara empat mata,” jawab Cat. Dia menyantap sup hangat di hadapannya. Sesekali menawarkan Helyna menu sarapan miliknya.

Helyna tak banyak bicara pagi ini. Padahal biasanya dia selalu cerewet di setiap keadaan. Entahlah, sesuatu menganggu pikirannya pagi ini. Atau emosinya? Bisa jadi. Bahkan untuk menyantap sarapan pun dia tidak nafsu sama sekali.

Helyna menopang dagu, wajahnya datar. “Dia terpukul.”

Cat yang duduk di samping Helyna lantas menoleh. “Siapa?”

“Dannies, dia shock setelah tahu kak Momo sudah tidak ada.” Helyna menatap kosong ke depan.

Mandy tak berkomentar banyak. Dia sudah paham tanpa harus membaca situasinya lebih jauh. Sudah jelas Helea di sisi Dannies sekarang ini, menenangkan adiknya.

“Kita tidak bisa menyembunyikan kematian Momo selamanya, bukan begitu?” ucap Cat. Dia mungkin memang belum dekat dengan Helyna dan lainnya. Tapi dia nyaman berada di antara mereka.

“Aku tahu,” jawab Helyna. Suaranya terdengar sangat lesu. “Bisakah kita lakukan sesuatu?”

Mandy mengerutkan kening. “Like what?”

Helyna diam. Tidak, dia tidak bisa mengatakannya di sini. Kalau sampai ada yang mendengar ide gilanya, bisa tamat riwayatnya. Sebaiknya dia bahas ide itu bersama Mandy, berdua saja. Bukan ri ruang makan yang ramai seperti ini.

“Lupakan.” Helyna mengakhiri topik. Lalu dia menyantap roti, menu sarapan yang sama seperti Mandy.
***

Helea mengusap punggung Dannies pelan. Dannies hanya diam, menaan tangis. Walaupun matanya sudah bengkak sejak semalam, setelah mengetahui Momo sudah tidak mungkin hadir di antara mereka. Sisi cengeng anak itu akhirnya keluar juga setelah sekian episode.

Mereka membisu, tak ada di antara mereka yang mau memulai percakapan. Helea paham situasinya. Dia lebih memilih diam, sampai si adik merasa baikan.

Dannies mengganti posisinya. Dia berbalik menghadap Helea. Kedua matanya bengkak, air mata masih tersisa di pipinya. “Bagaimana Kak Momo meninggal?”

Helea diam. Bagaimana ya? Sepertinya bukan hal yang baik jika menceritakan hal tragis itu pada Dannies. Mungkin belum sekarang. “Dia terkena wabah.” Helea menajwab dengan singkat. Yah, hanya itu jawaban yang bisa dia berikan.

“Wabah apa?” muka polos Dannies itu menatap Helea. “Kak Lea kena juga?”

Helea menggeleng pelan. “Aku baik. Wabah bisa bermacam-macam, Dannies. Panjang jika aku jelaskan.”

Dannies berpikir sejenak. Mungkin dia bisa bertanya pada ahlinya mengenai wabah. Siapa yang bisa dia tanyai? Si perpustakaan hitam, Helyna tentunya.

“Ayok ke ruang makan. Kita sarapan dulu, ya?” ajak Helea.

Dannies menggeleng. “Aku sarapan nanti saja.”

“Mau kubawakan sarapan ke kamarmu?” tawar Helea. Dia tahu Dannies tidak nafsu makan. Jawaban “nanti” itu artinya dia tidak mau sarapan.

Dannies langsung beranjak dari kasur. Tentu saja dia merasa tidak enak. Masa kakaknya repot membawa sarapan untuknya? Tidak sopan itu namanya. “Tidak usah repot. Ayo ke ruang makan. Lyn di sana pasti.”

Helea hanya mengangguk. Dia ikut beranjak mengikuti Dannies.

Akhirnya sosok Helea dan Dannies muncul juga di ruang makan. Mereka segera bergabung dengan Helyna dan yang lainnya. Ruang makan sudah tidak terlalu ramai hingga banyak tempat kosong. Dannies duduk di samping Helyna sedangkan Helea di samping Cat.

“Kalian telat, jatah sarapannya hampir habis,” cetus Mandy. Terlihat gelas dan piring di depannya sudah bersih.

Helea tak menyahut, sementara Dannies hanya memasang cengir kuda. Mereka berdua akhirnya menyantap sarapan walau terlambat.

“Apa rencana kalian hari ini? Jalan-jalan keluar?” tanya Cat melempar topik baru.

Helea yang menyahut pertama. “Aku masih berkutat dengan tanaman herbal untuk menbuat obat.”

“Me? Oh, aku ada metode baru yang harus kukembangkan. Aku sibuk,” jawab Mandy kemudian.

“Aku mendapat giliran untuk membersihkan ruang artefak,” balas Helyna.

Dannies langsung menimpali. “Aku ikut, Lyn.”

Helyna menoleh. “Itu ruang penuh debu dan artefak tua, mau lihat?”

Dannies mengangguk cepat. “Boleh.”

“Baik, aku sendiri masih harus mengembangkan latihanku. Good day, girls,” ucap Cat mengakhiri topik.

Setelah mereka semua selesai sarapan, mereka melanjutkan dengan rutinitas masing-masing.
***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The CovenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang