Inamuagza (Bagian Enam Belas)

5 1 0
                                    

The Coven

Inamuagza (Bagian Enam Belas)

Pagi itu, Dannies berdiri di depan sebuah pintu yang tertutup rapat. Mata Dannies menyapu keadaan di sekitarnya. Bosan. Dia menunggu salah satu kakaknya yang menjanjikan tontonan menarik. Sebenarnya Dannies ragu. Menarik bagi Mandy, belum tentu manrik bagi dirinya. Contohnya saja seperti kejadian di kuburan waktu itu. 

“Lama,” keluh Dannies. Dia ingin sekali pergi meninggalkan tempat itu. Tapi Mandy memintanya menunggu sebentar.”Hal apalagi yang mau Kak Mad tunjukkan?”
 
Tiba-tiba saja sesuatu menyentuh bahu Dannies dari belakang, sukses membuatnya meloncat terkejut. Spontan Dannies berbalik badan. Didapatinya Mandy yang cekikikan pelan melihat reaksinya. 
 
“Jantungku, Kak. Tidak kasihan sama jantungku?” Dannies menunjuk dada.
 
“Tapi kau masih hidup, tuh,” balas Mandy santai.
 
Dannies menggelengkan kepala, menghela napas panjang. “Ampun aku deh.”
 
“Kau siap?”
 
“Apa pula?”
 
“Pertunjukkan.” Mandy memasang senyum misterius khasnya. Jika Helyna memiliki senyum ceria, Mandy memiliki senyum misterius yang mampu mengintimidasi lawan bicaranya.
 
Dannies hanya diam begitu Mandy menyambar tangannya. Mandy membawanya ke luar coven lagi. Entah kali ini ke mana. Dannies berharap bukan kuburan lagi. 
 
“Mau ke mana?” tanya Dannies polos.
 
Mandy menoleh sebentar. “Ke taman. Kau suka taman, kan?”
 
Dannies mengangguk pelan. “Semoga tidak ada mayat lagi, atau manusia serigala lagi.”
 
Setelah lama berjalan, akhirnya mereka sampai di taman. Mandy menunjuk ke satu arah. Mata Dannies mengikuti. Mandy menunjuk sebuah pohon besar. 
 
“Kau tunggu aku di situ, jangan ke mana-mana,” pinta Mandy kemudian.
 
Dannies mengerutkan kening. “Loh, kakak mau ke mana?”
 
Mandy mengantar Dannies ke pohon besar yang tadi ditunjuknya. “Menemui seseorang.” Mandy meninggalkan Dannies setelahnya. Dia menghampiri seseorang yang duduk di salah satu bangku taman. 
 
Dannies bisa menyaksikan mereka berdua dari samping. Siapa laki-laki itu ya? Sepertinya Dannies pernah melihatmya. Hanya saja dia lupa siapa. 
 
“Madie,” ucap laki-laki muda itu.
 
Mandy duduk di sampingnya. “Maaf agak telat. Urusan mendadak,” balas Mandy singkat. 
 
Laki-laki yang belum menyebutkan namanya itu mengangguk. Dia memperhatikan Mandy dari atas hingga bawah. Kemudian dia tersenyum. “Kamu cantik.”
 
Tidak tersipu, tidak berefek apapun. Mandy mengangguk dengan wajah datarnya. “Terima kasih.” 
 
“Aku tertarik padamu, Madie,” ucap si laki-laki.
 
“Apa yang kau suka dari diriku?” tanya Mandy santai.
 
Dannis menyaksikan semua itu. Dia menahan tawanya. Apa ini? Mandy ditembak laki-laki? Waduuh ... tontonan yang bagus memang. Lagipula Dannies tak pernah melihat kakaknya terlibat kisah asmara seperti ini. 
 
“Rambutmu panjang, kau cantik. Matamu juga indah, aku suka.”
 
Dannies menahan tawanya lagi. 
 
Mandy merogoh sesuatu dalam tas selempangnya. Sebuah gunting berukuran sedang. Untuk apa benda itu? Tak disangka Mandy memotong rambutnya hingga meniysakan sampai di bawah telinga. Rambutnya jatuh ke tanah. 
 
Tak berhenti sampai di sana. Mandy mencongkel salah satu matanya dengan gunting tadi. Setelahnya, bola mata serta rambut itu dia serahkan pada lelaki di sampingnya. 
 
Dannies ingin menjerit. Tapi tidak bisa. Kegilaan apalagi yang dilakukan kakaknya kali ini? Mencongkel matanya sendiri dan memotong rambutnya? Yang benar saja!
 
Laki-laki di samping Mandy terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka bahwa gadis itu akan nekat melakukan hal ekstrim seperti ini. 
 
“Terimalah, ini yang kau mau, kan?” ucap Mandy walau dirinya sedikit meringis.
 
Laki-laki itu, bukannya menerima pemberian Mandy malah kabur terbirit-birit. Seperti orang yang baru saja melihat hantu. 
 
Mandy tertawa lepas melihat respond laki-laki yang tadi menyatakan perasaan pada dirinya. Dia berhasil memberi si laki-laki pelajaran. 
 
Dannies buru-buru menghampiri Mandy. Keadaannya buruk. Bagaimana tidak? Mata kirinya berdarah, rambutnya berserakan di tanah. Tadi itu tindakan nekat atau bodoh, sih?
 
“Kak? Ayo ke rumah sakit!” Dannies tampak panik melihat kondisi Mandy. 
 
Mandy malah terlihat santai. Dia meminta Dannies duduk di sampingnya dan menenangkan diri. “Aku baik-baik saja, Dek.”
 
“Apanya? Berdarah begitu baik-baik saja?” sangkal Dannies.
 
Mandy merogoh tasnya lagi. Kali ini dia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna biru laut. Dia langsung meminum cairan di dalam botol itu.
 
Dannies mengerutkan kening lagi. Apalagi yang dilakukan kakaknya yang agak gila ini? Agak gila? Oke, ada sebutan lain yang lebih sopan? Kurang waras misalnya?
 
Hanya dalam hitungan menit, rongga kosong di mata kiri Mandy kembali terisi. Begitu juga rambut Mandy yang awalnya pendek di bawah telinga, kini kembali seperti semula. Melihat semua ini membuat Dannies ingin menjerit lagi. 
 
“Keren?” tanya Mandy setelah keadaannya jauh lebih baik. 
 
“Ramuan apa itu, Kak?” Dannies menatap boto kecil kosong di tangan kiri Mandy. 
 
“Salah satu ramuan ajaib buatam Lea.” Mandy memungut bola maa serta rambut yang berserakan di tanah. “Kau mau menyimpan ini?” tawar Mandy.
 
Dannies menggeleng cepat. “Tidak, terima kasih.”
 
Mandy tertawa lagi. 
 
“Itu tadi apa sebenarnya? Kok, kakak nekat?”
 
Mandy tersenyum lebar. “Pelajaran untuk mereka yang mencintai atas pandang fisik.”
***

The CovenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang