Turtaagza (Dua Belas)

3 0 0
                                    

The Coven

Turtaagza (Dua Belas)

Baiklah, para pembaca sekalian. Sampai di mana kita? Oh, aku ingat. Kita sampai di mana kita mengetahui beberapa fakta. Fakta bahwa Mother Coven berencana meanggil 13 demon menggunakan portal. Itu mengejutkan. Baik Helea maupun Mandy, tak menyangka akan menghadapi masalah yang sebesar ini.

“Apa kita beritahu dua anak itu?” tanya Mandy. Dia baru selesai sembahyang langsung menemui Helea yang berada di pinggir waduk.

“Maksudmu Dann dan Lyn? Tidak, mereka pasti akan terkejut,” balas Helea tak setuju. “Mereka masing anak-anak, Mad.”

“Membuat mereka terkejut, memang itu tujuannya.” Mandy mengibaskan tangan kanannya.

“Mad, please.”

“Yea yea, i will shut up then.”

“Kau juga, Monic. Tolong jangan biarkan dua adikku itu tahu,” pinta Helea pada Momo yang baru saja selesai sembahyang.

Momo mengangguk. “Aku mengerti.”

“Okay, aku ada urusan sedikit, see ya.” Mandy beranjak meninggalkan mereka berdua. Mandy tampaknya punya urusan sendiri.

Malam itu, keadaan tampak normal. Para penghuni coven sedang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masng. Helea sibuk di ruangannya, membuat berbagai ramuan herbal. Momo sibuk membuat berbagai artefak seperti cincin, kalung, dan lainnya yang bisa berguna untuk para anggota coven. Mandy, well, dia sedikit berbeda. Dia tidak ikut berkumpul bersama anggota lainnya. Dia malah pergi ke pemakaman dekat bangunan covem. Mau apa dia di sana?

Mandy mengamati dua makam baru di hadapannya. Kedua ujung bibirnya naik, membentuk sebuah senyuman. “Well, hell oo, beautiful corpse,” gumam Mandy pelan. Gadis berpakaian serba hitam itu mulai menggerakkan bibirnya. Perlahan dua makam baru itu terbuka, memperlihatkan dua mayat yang terbaring di sana. Menyeramkan memang. Tapi Mandy sama sekali tidak takut dengan apa yang ada di hadapannya sekarang.

“Wanna play with me?” ucap Mandy diakhiri dengan cekikian ringan.

Mandy mulai memainkan jari-jarinya. Dua mayat yang terbaring itu perlahan bangkit di posisi duduk. Perlahan dua mayat itu berdiri, bertumpu pada dua kaki mereka. Berjalan, seperti zombie, dengan lambat. Mandy masih memainkan jari-jarinya, mengendalikan dua mayat yang ada di hadapannya. Yah, harus kuingatkan jika elemen gadis satu ini bukan hanya trik dan tipu daya, tapi juga necromancer. Elemen yang identik dengan tumbal dan mayat.

Mandy menyadari bahwa ada sesuatu atau seseorang yang mengamatinya dari jauh. Tapi dia lebih memilih membiarkannya. Mandy tahu siapa yang mengamatinya saat ini. Dia lebih memilih membiarkan orang itu mengamati dan melihat apa yang dia lakukan sekarang.
***

“Demi Tuhan. Apa yang baru saja kulihat?” Dannies memalingkan wajahnya dari cermin Helyna. Cermin itu menampilkan sosok yang dikenalinya. Sosok yang akrab dengannya. Hanya saja yang membuat Dannies terkejut adalah sosok itu bermain dengan ... mayat?

“Kenapa, Dann? Apa yang kau lihat?” tanya Helyna santai. Dia sibuk dengan bahan-bahan ramuan yang baru saja dicarinya sore tadi.

“Itu ... anu ....” Dannies menunjuk cermin ajaib Helyna, masih memalingkan wajah. “Kak Mad.”

“Kenapa dia? Apa yang kau lihat?”

“She play with two corpses. Apa aku salah lihat ya tadi?” jawab Dannies. Bulu kuduknya masih berdiri.

“Yaaay! Akhirnya lihat juga,” balas Helyna tiba-tiba.

“Kok yay, sih? Bermain dengan mayat begitu apa serunya?” tanya Dannies heran.

The CovenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang