[Chapter 1] Ditemukan.

287 49 3
                                        

Yeji menduduki diri diatas ranjang, mengambil telepon genggam diatas nakas. Berencana untuk rehat sejenak.

"Ji." Sekejap, panggilan dari luar ruangan terdengar dari suaminya, selagi dua tungkai puan melangkah mendekat.

Yeji menaikan ujung dagu, membalas. "Lho, Hyunjin? Pulang jam berapa tadi?" Selagi menyimpan ponsel kemudian berdiri.

Yeji menyambut kedatangan Hyunjin, tengah sadar bahwa sang suami sudah hadir didalan rumah. Ya, meski rehatnya baru terhitung beberapa detik.

"Sekitar setengah jam lalu. Ah iya, acara ulang tahunnya anak tetangga gimana? Lancar?" Tanya Hyunjin kemudian menduduki ujung ranjang.

Yeji terkekeh, menggeleng heran. "Duh, Mas, kayak yang gak kenal aja. Haidar? Rame banget kok, bakar-bakar jagung disana."

"Yeeeh, bukan gak kenal. Aku, kan gak akrab sama Lia dan suaminya."

"Makanya kamu jangan sibuk terus, jadi gak ada waktu buat deket sama mereka."

"Hahaha, kalau aku gak kerja, kita makan dari mana?"

Cengiran khas Yeji digoda, lantas tertawa kecil melihat bagaimana sikap Hyunjin. Tak lama, Yeji berkata lain.

"Aku mau masak ya? Besok, kan kamu berangkat ke kantor lebih awal." Sambil melihat pada Hyunjin.

Wira mengulum bibir, mengangguk. "Makasih sayang, aku mau ngurus kerjaan bentar, habis itu tidur."

Yeji menyeringai lekas meninggalkan kamar milik mereka, sang putri melangkah penuh girang mendatangi dapur.

Yeji tak pernah sekalipun mengeluh lelah menjadi seorang ibu—meski belum dikaruniai keturunan.

Kalian tau? Memiliki sosok suami seperti Hyunjin, mungkin bisa dianggap layaknya impian bagi setiap perempuan.

Seorang pemuda yang sangat bertanggung jawab, mengasihi, menyayangi, juga tak pernah menjerumuskan Yeji pada suatu hal yang tidak baik.

Yeji sangat bersyukur menjadi seorang istri dari beliau, mengingat keadaan teman dekatnya—Lia—yang mendapati banyak kerusuhan berumah tangga.

Hal itu semakin membuat Yeji seakan memihak utuh pada keberuntungan saja.

Karena sejak menikah dengan Hyunjin, Yeji tak pernah ditimpah musibah apapun, baik masalah pribadi maupun masalah rumah tangganya bersama Hyunjin.

Kembali lagi, selama didapur Yeji hanya menyiapkan bahan apa yang perlu dimasak untuk besok.

Manfaatnya hanya untuk menghemat waktu. Jadi, pagi dari keesokan harinya Yeji hanya perlu mematangkan makanan yang sudah ia siapkan sekarang.

Terlewati sekitar lima belas menit, Hyunjin melirik Yeji dari kamarnya. "Yeji." Panggilnya sedikit lantang.

"Kenapa?" Tengok Yeji, dari arah dapur Hyunjin terlihat tengah membokar barang dibawah lemari.

Ditunggu, Hyunjin tak lekas menjawab juga, membuat Yeji jadi penasaran. Akhirnya Yeji memutuskan untuk mencuci tangan dan menghampiri.

"Kenapa, Mas?"

Air wajah Hyunjin penuh kerutan, Yeji mencoba menerka lagi membaca apa yang Hyunjin cari.

Meneliti semua barang yang Hyunjin bongkar, sepertinya barang itu tadinya tersimpan dilaci bawah lemari.

"Ini, siapa?" Tanya Hyunjin, menunjuk.

Barang tersebut berupa foto album pernikahan bernuansa kelabu, Yeji memincingkan mata ketika Hyunjin memperlihatkan foto itu padanya.

Tak lama tersadar, Yeji mengedipkan matanya beberapa kali. "Oh, itu? Aku gak... tau." Jawabnya ragu.

"Pengantin disini mirip kamu, Yeji." Hyunjin berdiri, menyapu permukaan buku dari serbuk kotoran hingga setengah bersih.

Lama tak bergeming, Yeji tiada niat sama sekali untuk membalas apa kata suaminya.

Karena album foto tersebut, yang Hyunjin pegang.

Ialah foto pernikahannya bersama Yeonjun tiga tahun yang lalu.




























Bersambung...

DIANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang