[Chapter 4] Datang.

147 34 1
                                        

Yeji merengek, meminta ikut pergi bersama Hyunjin, bahkan sampai menarik ujung lengan kemejanya berkali-kali.

"Ayo dong, aku harus ngapain sendirian disini?"

"Ada Wifi, kamu juga bisa nonton tipi, nonton drakor. Kurang enak apa lagi?"

"Aku gak biasa begitu, aku pengen produktif. Contohnya ya... nemenin suami kerja." Yeji menyeringai, memeluk sebelah tangan Hyunjin.

"Duh, kamu ya. Tapi jangan sampai ganggu."

"Yes!"

Hari ketiga di Jakarta, Hyunjin kembali berangkat ke kantor ditemani Yeji-terpaksa-atas permintaannya tadi.

Selama diperjalanan, Yeji cukup banyak bicara, hal kecil apapun dipertanyakan. Semuanya cuma gara-gaya Yeji senang dapat ijin ikut suaminya.

Lagipula untuk apa Yeji ikut ke Jakarta kalau tidak menuturi aktivitas Hyunjin, bukannya dia ikut hanya untuk menemani?

"Aku tuh kangen Jakarta."

"Iya."

"Dulu, kan kita sering rebutan kipas gara-gara panas, di Bandung sekarang udah gak ke pakai lagi."

"Iya."

"Aku seneng banget waktu kamu pasang AC dirumah, tapi gak lama kita pindah, jadi sayang, kan?"

"Kalau kamu mau, aku pasang AC lagi."

"Dirumah kita yang sekarang?"

"Iya."

"GAK MAU! Bandung dingin, tau!" Hyunjin berdeham, tak lama Yeji menengok kembali.

"Mas."

"Apa lagi?"

"Kok kita gak belok?"

Hyunjin menengok kearah jalan kanan-jalan yang biasa dilalui menuju kantor. "Kita emang gak kesitu."

"Aku, kan udah bilang. Cabang kantorku ada projek kerja sama." Sambungnya.

"Oooooh." Yeji mengangguk, dan tak lama pula keduanya sampai diparkiran gedung kantor.

Hyunjin menggandeng tangan Yeji selama berjalan menuju ruangan yang dituju. Setelah menaiki elevator, keduanya memasuki salah satu ruangan.

"Permisi."

"Silahkan masuk."

Yeji juga ikut dibawa masuk, sebelum memulai rapat disana, Hyunjin meminta ijin untuk membawa istrinya tanpa berniat menganggu.

Selama acara yang diisi banyak Bapak-bapak disini, Yeji sedikit bosan.

Hanya Yeji yang hadir disana tanpa kepentingan apapun, sesekali pula memerhatikan orang yang lagi mengemukakan pendapat.

Setelah Hyunjin selesai bicara dalam rapatnya, salah satu pria yang hadir disana ikut membuka suara.

Yeji lihat orang tersebut, berwajah tirus, putih juga sedikit tembam. Usai beliau bicara tak sengaja keduanya bersitatap.

Tak lama, rapat yang berlangsung sekitar satu setengah jam itu selesai. Hyunjin mendekati Yeji.

"Aku ada perlu sama Bapak CEO, kamu tunggu aja disini. Kalau laper chat aku aja ya."

Yeji tersenyum lalu mengangguk, Hyunjin pergi bersama beberapa temannya keluar ruangan, menyisakan dua orang yang belum keluar disini.

Karena hanya ada mereka bertiga-dua pekerja dan Yeji-otomatis ketiganya sesekali saling tatap, walaupun tanpa niat sekalipun.

"Mulai sekarang, lu harus gantiin posisinya Soobin."

"Terus Kak Arin gimana, Kak?"

"Ngapain lu ngurusin Arin? Gak usah sok ngatur deh."

Samar terdengar, keduanya bercakap tanpa damai, yang satu merunduk, yang satu lagi meninggi.

"Lu mending balik ke meja lu, sejak gak ada Soobin, lu jadi makin banyak tingkah. Dasar bocil!"

Tanpa Yeji mengerti, salah satu dari mereka meninggalkan ruangan, tersisa yang satu hanya menggerutu disana.

Yeji heran, bahkan bingung karena sama sekali diluar urusannya. Apa pekerja dikantor ini ada yang terkena masalah?

Pria tersebut baru sadar kalau Yeji masih ada disini, dia melirik, hanya sekejap.

Yeji juga baru sadar kalau pria ini yang tadi sempat bersitatap padanya saat rapat, sepasang mata yang Yeji lihat itu terasa tak begitu asing pikirnya.

Baru saja mau mengeluarkan ponsel, Yeji dihampiri pria itu. "Maaf, istrinya Hyunjin ya?" Tanyanya.

"Eh, iya Pak."

"Gak usah panggil, Pak. Saya beda setahun sama Hyunjin."

"Oh, hahaha." Yeji terkekeh, kemudian puan terduduk disebelahnya.

"Btw, nama lu siapa?"

"Yeji."

Hening sekejap, si penanya berdalih. "Iya?"

"Yeji." Yeji melirik, ternyata yang bertanya padanya mengernyit dahi-nampak bingung, pantas saja termenung.

"Maaf, ada apa ya sama nama saya?"

"Oh, enggak. Nama gua, Yeonjun."

Semula tersenyum tipis, kini mendatar. Gantian, Yeji yang heran sampai berdiri 'tuk melihat si puan lebih jelas.

"Yeonjun?" Ulangnya, tak percaya.

Yeonjun setengah menengadah, tersenyum. "Iya, aku Yeonjun Ji." Sembari ikut berdiri, sengaja melembutkan tutur.

Beberapa jangka waktu yang singkat, kembali sunyi. Yeonjun menghela nafas, memulai. "Bisa kita bicara diluar?"


























>><<


























Ditemani dua cangkir minuman dingin yaitu satu kopi satu teh hijau, berhadapan diteras lantai tiga kantor dan meja bundar untuk dua orang.

Mereka bertemu lagi, apa disengaja? Sungguhan, tidak.

Tak terencana, tak terkira, apa lagi terpikirkan bakal bertemu.

Yeonjun meneguk sedikit kopi dinginnya, melirik jalanan dibawa, berkata. "Hyunjin orang Bandung, ya?"

Yeji mengangguk. "Iya." Lalu agak menunduk.

Selagi diam, Yeji penasaran. Apa Hyunjin kenal pada Yeonjun? Sebenarnya, tidak.

Ada Yeonjun disini, karena kantor Hyunjin sedang menjalani program kerja sama dengan perusahaan milik Minhyuk.

"Anaknya gak dibawa?"

"A-aku belum."

Yeonjun menaikan alis, mengangguk lalu mengatakan oh tanpa suara. Mulai bingung 'tuk memulai kata tanya apa lagi untuknya.

Bingung lisan, bingung pula perasaan.

Yeji pergi usai cerai tanpa resmi, kemudian kembali bersama seorang yang baru. Jelas, sakit. Yeonjun masih ingat.

"Yeji, boleh minta nomer hp kamu? Cuma mau disimpan aja."



























Bersambung...

DIANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang