Yeji menunggu Lia didepan rumah makan tradisional, menggunakan kaos lengan pendek yang dilapisi jaket tipis, Yeji mengambil ponsel dari saku jaket tersebut.
Baru saja membaca pesan, Lia dan Soobin mendekati mejanya, nampak rusuh pasutri muda itu melangkah bersamaan.
"Ya ampun, baru gua baca chat lu Li, udah nongol aja." Celetuk Yeji, menggeleng heran.
"Maaf, gua harus nunggu Haidar sampai bobo baru bisa kesini." Lia terduduk, berjejer dengan Soobin dan berhadapan dengan Yeji.
"Iya, sekarang Haidar jadi manja kalau ditinggal dirumah, jadi harus nunggu waktu lagi tidur." Tambah Soobin, terkekeh.
"Kok begitu? Padahal, kan ada Beomgyu?" Balas Yeji.
"Ah, Beomgyu cuma suka ngajak main doang. Haidar tetep gua sama Mas Soobin yang urus."
"Hahaha iya lah, kan itu anak lu." Yeji tertawa kecil, melirik Soobin dan Lia bergantian.
"Jadi, lu ngajak gua sama Mas Soobin. Ada perlu apa, Ji?" Lia mengawali, juga mengakhiri gurauan sapa, lengkuk manis Yeji melurus tanpa sadar.
"Oh, begini. Gua mau cerita." Terjeda sejenak, Yeji menghirup udara lekas melanjuti.
"Gua memang gak pernah cerita soal ini kesiapapun, cuma gua dan keluarga gua yang tau."
Kembali Yeji diam, memejamkan mata beberapa detik. Bercerita lagi.
"Sebelum sama Hyunjin, gua udah nikah sama orang lain. Ya, sekitar tiga tahun yang lalu lah, sama orang asli Jakarta."
Sorot matanya menunduk, menginterupsi dua pendengarnya supaya takluk. Walau tau dirinya dipandang penuh kerut, Yeji tetap melanjuti kisah dulu.
"Gua ninggalin orang itu karena gua pengen pindah ke Bandung."
"Setelah pindah, gua ketemu Hyunjin lalu menikah sama dia, tapi tetep aja gua harus pindah kesana lagi karena dulu Hyunjin kerja di Jakarta."
"Walaupun gua takut nantinya ketemu mantan suami gua, gua tetep ikut Hyunjin. Tapi sampai gua pindah ke Bandung lagi sekarang, syukurnya gak pernah ketemu."
Yeji memandang Lia dan Soobin, mengulum bibir 'tuk menutupi raut wajah gundah, bagai tersangka yang hendak dieksekusi.
"Kok lu gak pernah cerita sama gua sih?" Tanya Lia angkuh, menekan—tak terima mendengar kabar lama ini.
"Gimana gua mau cerita? Mas Hyunjin aja gak gua kasih tau." Jawabnya, menumpangi ujung dagu dengan telapak tangan.
"Gak pernah cerita? Berarti Hyunjin gak tau kalau Mba Yeji janda?" Tanya Soobin, Yeji mengangguk tanpa lisan.
Selagi meminum minuman dingin bersama, Yeji terus menerus bercerita. Tentang bagaimana sepekan lalu Hyunjin mengetahui kabar ini.
"Ah, lagian. Gua gak punya anak dari dia kok. Gak keliatan jandanya, kan?"
Sebenarnya, kejadian seminggu lalu ialah sebab terjadinya pertemuan saat ini.
Yeji tak habis pikir, bagaimana bisa barang persembunyiaannya terungkit?
Selama sepekan ini pula, Yeji kelu 'tuk meminta maaf kepada Hyunjin mengenai ulahnya yang tak pernah cerita tentang kisah sepenting ini.
Namun memang, sepekan ini Hyunjin bersikap biasa, hanya sedikit lebih pendiam.
Beliau mencoba mencari celah kebenaran dari sikap tertutup istrinya, meski tak bisa bohong dirinya teramat kecewa.
Mungkin Yeji tak suka dengan suami pertamanya hingga tak mau dibicarakan? Atau hal lainnya lagi, hanya itu yang dipikirkan Hyunjin.
"Minta maaf aja sama Hyunjin, Mba. Kalau ditanya, ceritain aja soal pernikahan yang dulu itu."
Usai menyesap kopinya, Soobin menyalurkan saran—sebagaimana puan yang telah alami pengalaman dalam masalah berumah tangga, meski hanya sekali saja.
"Iya, terus terang baik-baik. Lagian emang, siapa sih mantan suami lu?" Sambung Lia.
"Yeonjun." Yeji tercenung, menunggu reaksi keduanya mendengar jawaban itu.
Sempat Yeji menebak kalau kedua temannya ini tak tau sosok suaminya yang dulu, jadi dari awal berceritapun Yeji menyamarkan namanya.
Namun nihil, Yeji keliru. Lia maupun Soobin bersitatap terkejut. "Yeonjun?" Tanya Soobin semu lantang.
Yeji mengangguk santai. "Kenapa? Kalian kenal?"
"Choi Yeonjun? Keluarga pemilik perusahaan?" Sambung Lia tak kalah terdengar keras namun tak sampai jadi pusat perhatian.
"Jangan bilang..." Yeji mengernyit, bersamaan dengan Lia juga Soobin yang bersitatap.
"Mas, kamu masih punya foto keluarga Arin?"
"Enggak, sejak cerai aku hapus semua fotonya."
"Coba cek dulu, kalau gak salah dulu kamu pernah foto sama keluarga Arin. Ada Yeonjun, kan disana?"
Soobin merogoh ponselnya 'tuk mencari gambar dari permintaan sang istri, lekas Lia melirik Yeji.
"Yeonjun itu sepupunya Arin. Selama ini, Yeonjun yang suka dukung sepupunya untuk mempoligami Mas Soobin." Jelas Lia, selagi menunggu Soobin yang masih mencari.
"Ha? Serius, Li?" Lambat laun air wajah Yeji menyuram, bahkan sepasang alat pendengarnya tiada mampu menerima penjelasan itu.
Lia mengangguk layu, melanjuti. "Yeonjun itu jahat, demi Allah dia jahat banget." Sembari memejamkan mata sejenak, demi mengingat perasaan dulu dikala rapuh.
Menghela nafas panjang, Lia menyambung. "Selain Arin, Yeonjun juga suka menginterupsi aku dan Mas Soobin untuk selalu ngikutin apa maunya Arin."
"Sial, itu gak adil." Yeji menggeleng kepala, meski belum percaya tapi rasa jengkel ketika Lia kesulitan, masih selalu terbayang.
"Alhamdulillah, masih ada satu. Di file cadangan sampah." Tak lama Soobin mengarahkan layar ponsel kepada Lia lalu kepada Yeji.
Foto tersebut diambil ketika selesai akad Arin bersama Soobin, tentu hanya ada Soobin, Arin, Yeonjun dan Minhyuk saja disana.
Lia tak tampak dalam gambar tersebut. Hatinya menolak, lagi Minhyuk tega tak mempersilahkan istri pertama Soobin ikut berfoto.
Ketika acara pernikahan bernuansa putih mengkilap itu, diadakan oleh sekeluarga pemilik hati yang kelam. Jika diingat, akan membawa keresahan. Memang.
"Tapi... apa bener, Yeonjun saudara Arin?" Yeji mengambil ponsel Soobin, memperbesar juga memperkecil foto tersebut.
Lia dan Soobin mengangguk, sementara Yeji masih meyakini titik temunya. Meski menolak kepercayaan, tak bohong jika wajah Yeonjun benar ada disitu.
Yeji terbelenggu, bersama suatu keadaan dimana Yeji belum tau tentang itu.
Seputar tentang Yeonjun. Apa dia orang baik?
Yeji rasa, selama menikah bersamanya. Yeonjun menjadi pribadi yang baik, tak beda jauh dengan Hyunjin. Hanya Yeji saja yang tega meninggalkannya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA
Fanfic[Ministrory] [Selesai] [Versi lain dari POLIGAMI] Layaknya ilmu sosial. Mencintaimu perlu memahami bagaimana hubungan, persamaan dan perbedaan antarruang asmara yang kita punya. Sejalin dengan sejalan, bersatu dengan berdampingan menuju puncak kemen...