01

340 85 9
                                    

"What???! Gila, anjing! Seriusan lo putus sama Janu????"

Suara nyaring Lala–gadis pemilik poni rata yang menutupi dahi itu menggelegar begitu Sean selesai bercerita. Gadis dengan nama lengkap Lanna Lavendera itu sukses terkaget-kaget begitu mendengar kabar bahwa hubungan sang sahabat telah berakhir.

Tidak jauh berbeda dengan Lala, dua gadis lainnya juga ikut menatap Sean dengan pandangan menuntut. Cerita putusnya Sean dengan Janu terlalu tiba-tiba hingga membuat mereka tidak dapat percaya.

Empat gadis itu saat ini sedang berada di ruang tengah apartemen yang mereka tinggali bersama.

Sejenak, Sean hembuskan napasnya pelan. Kemudian gadis itu menyesap cola kalengan yang ia beli diperjalanan pulang tadi selepas memutuskan hubungan dengan Januar.

Iya, baru beberapa menit yang lalu dia dan Januar putus.

Rasanya masih menyesakkan. Sean benci itu.

"Yaa, mau gimana? Konsekuensi suka sama temen sendiri lah," Sean mengecap lidahnya beberapa kali, kemudian menyandarkan punggung pada sofa dan menutup matanya dengan lengan kanan. "Setahun ini, dia bahkan nggak pernah suka sama gue. Hahaha, gue bodoh banget nggak sih? Harusnya, mah, nggak usah berlagak confess segala waktu itu kalo akhirnya bakalan kayak begini."

Tiga sahabatnya saling tatap. Mengirim kode yang masing-masing langsung paham apa maknanya.

"Enggak, Se. Lo nggak salah. Dengan confess ke dia waktu itu, lo udah ngelakuin hal yang bener. Kalo sampe sekarang lo lebih milih untuk tetap diam, yang ada lo sakit hati sendirian."

Sean kembali menghembuskan napas mendengar perkataan gadis dengan rambut hitam panjang sepunggung–namanya Sonya Andara.

Benar juga. Tapi tetap saja, Sean belum bisa menerima semua ini.

Sean menolehkan kepala saat merasa usapan lembut pada lengan kirinya. Ia dapati Jane–kakak sepupunya, tengah mengangguk kecil dengan senyum lembut. Gadis bernama lengkap Alana Jane Xavier itu berganti menepuk lengannya pelan. "Bener, Se. Nggak ada yang salah dengan lo confess ke dia waktu itu. Lo cuma menyatakan perasaan, terus dia nanggepin dengan positif dan kalian jadian. Nggak ada yang salah,"

"Iya, nggak ada yang salah. Cuma si Janu ini nih yang tolol banget! Kalo dia nggak suka sama lo, kan dia bisa bilang dulu terus kalian nggak perlu pacaran. Lebih baik sakit di awal dari pada sakit belakangan kayak begini. Ck! Pengen gue bejek-bejek tuh anak, sumpah!"

Bunyi kaleng remuk terdengar bersamaan suara kesal Lala. Sonya dan Jane pun turut mendengus kesal.

Sean tetap diam. Pikirannya berubah kacau.

Setahun yang ia kira baik-baik saja, nyatanya satu pihak tidak pernah menyimpan rasa. Nyatanya hanya dia yang mencinta, sedang pihak lain hanya pura-pura.

Sean tidak pernah tahu rasanya bisa semenyakitkan ini.

Benar kata Lala, lebih baik sakit di awal dari pada di akhir begini.

"Udah, Se. Lo tenangin diri dulu. Kita gak bakalan nyuruh lo langsung move on, karena itu pasti susah. Susah banget dah pokoknya apalagi ini first love lo kan? Tapi serius, lo self healing aja dulu. Tenangin diri. Jangan dilupain, jangan dihapus, cukup direlakan aja. Lo harus inget, lo punya kita bertiga. Kapan pun lo ngerasa nggak kuat, lo boleh dengan bebas bersandar sama kita. Oke?"

Mata Sean berkaca-kaca.

Iya, apa yang Sonya katakan benar. Dia masih punya mereka bertiga. Dan mereka tidak akan pernah meninggalkan Sean.

Dengan jatuhnya air mata Sean, empat gadis itu berpelukan.

"Jangan nangis dong lo! Ah bangsat! Gue jadi ikut keluar air mata kan jadinya, huwaaa!"

Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang