🐰🐣
Airin POV
Tiga tahun berada di kelas yang sama dengannya membuat hari-hariku lebih indah. Dialah adalah pria kutu buku namun sangat ramah kepada siapapun, termasuk kepadaku. Dia tak segan untuk mengajarkan kepada kami, teman sekelasnya, terkait pelajaran yang susah dimengerti. Kalian tahu sendiri bahwa pelajaran hitungan seperti Matematika dan Fisika terlihat mudah ketika guru memberi contoh soal. Tapi, jika sudah mengerjakan soal yang lain pasti kalian merasa bahwa ternyata soal tersebut tidak semudah contoh yang diajarkan! Ah, aku benci diriku yang lemah dalam pelajaran hitungan.
Tak jarang kami mengerjakan tugas bersama seusai jam sekolah. Tentu saja tidak hanya kami berdua. Siswa-siswi yang merasa kesulitan akan dengan sendirinya membentuk kelompok belajar dengan dia sebagai tutornya karena dialah yang paling pandai di kelas kami, bahkan di angkatan kami. Aku termasuk siswi yang tidak pernah absen mengikuti pelajaran tambahan tersebut bersama teman-teman yang lain.
Aku tahu banyak teman di angkatan kami, bahkan adik tingkat kami, yang mengaguminya. Deretan siswi cantik nan berprestasi dikabarkan banyak yang menaruh hati padanya. Namun dia tak menunjukkan ketertarikan kepada mereka. Terbukti hampir 3 tahun ini aku tidak melihatnya menggandeng seorang gadis.
Hari pun sudah mulai petang. Kami memutuskan untuk pulang. Aku pun pulang bersama temanku yang juga adalah tetanggaku. Aku dan dia berbeda kelas. Dia seorang gadis. Aku cukup akrab dengannya, mungkin karena kami satu sekolah semenjak memasuki sekolah menengah pertama. Dan sekarang kami berada di kelas XII.
Ya, sebentar lagi aku akan lulus, dan mungkin aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi, ah bukan teman sekaligus tetanggaku itu, tapi laki-laki yang berhasil mencuri perhatianku tiga tahun terakhir ini. Laki-laki yang berhasil membuatku tersenyum bahagia hanya dengan mendengar namanya. Sean.
🍁
Ujian akhir baru saja selesai. Itu berarti, tinggal menghitung hari aku akan meninggalkan sekolah ini, dan juga dia. Kami tidak mungkin berada di universitas yang sama karena passion kami berbeda. Ah, tentu saja. Dia termasuk tiga besar terbaik di sekolah, sedangkan aku? Tidak mengikuti remedial saja sudah sangat bersyukur. Ya, aku dan dia sangat berbeda. Dia sudah mendapatkan kampus impiannya melalui jalur undangan, sedangkan aku masih harus berjuang untuk menggapai kampus impianku. Dari sini aku tahu bahwa kesempatan kami untuk bertemu sangat kecil.
Dan beginilah takdir memisahkan kami. Dia kuliah di sana, aku di sini, berbeda ratusan kilometer. Kami pun tidak pernah lagi bertukar kabar. Hanya sebatas viewer instagram story masing-masing. Aku yang tidak punya nyali pun tidak berani untuk sekedar membalas postingan nya.
Jujur aku masih berharap bisa bertemu dengannya lagi. Tapi aku tidak punya sedikit pun alasan untuk bertemu dengannya. Kami tidak seakrab itu sewaktu SMA. Jadi, aku hanya bisa berdoa, berharap agar takdir mempertemukan kami.
Bulan-bulan terlewati, semester berganti, tahun pun berlalu. Takdir sepertinya tidak berpihak kepadaku. Hingga akhirnya kami pun lulus, meraih gelar sarjana, aku dan dia tak kunjung bertemu. Aku memberanikan diri untuk memberikan ucapan selamat kepadanya karena dia lebih dulu diwisuda. Dan obrolan kami hanya sebatas itu. Terima kasih, dia membalas. Sama-sama, jawabku. Sudah. Tidak ada percakapan lagi seperti yang aku harapkan.
Haha. Aku menertawakan diri sendiri. Apa sih yang kamu harapkan?
Memang benar ungkapan jangan menaruh harap kepada manusia.
Tapi jujur, dalam hati kecilku masih berharap untuk bisa bertemu dengannya lagi.
🍁
Tahun pun berganti lagi. Kami benar-benar lost contact selama bertahun-tahun.
Hingga suatu malam, tetanggaku yang adalah teman SMA-ku dulu, mengirimkan sebuah pesan. Sebenarnya kami pun sudah lama lost contact karena kesibukan masing-masing.
Dan ketika membaca pesannya, dunia seakan berhenti berputar. Hatiku mencelos.
Temanku mengirimkan undangan—undangan pernikahan, tentu saja. Dan kalian tahu siapa mempelai prianya? Ya, dialah cinta pertamaku. Cintaku yang tak pernah sekalipun tersampaikan. Sean. Temanku itu akan menikah dengan Sean.
Haha... Takdir sebercanda itu kepadaku.
Andai saja aku punya keberanian untuk menyapanya terlebih dahulu
Andai saja aku berani confess....
Andai saja....
Ah... Semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa diubah.
Eum, aku ingin berpesan untuk kalian yang ingin mengungkapkan perasaan untuk orang yang kalian sayangi, go ahead, jangan takut meski kalian adalah perempuan. Yang penting kalian sudah berani. Diterima atau tidaknya perasaan kalian, serahkan kepada takdir. Jangan seperti diriku yang hanya memendam rasa tanpa pernah sekalipun mengungkapkannya.
Dan untukku, mungkin ini saatnya mengakhiri cinta sepihakku dan melanjutkan hidup, just as usual.
Meski sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya, tapi kurasa aku harus tetap mengucapkan ini, good bye my first love.
🍁
*inspired by true story
Ada yang punya kisah kayak Airin?
Semangat buat kalian!!!
You deserve happiness 🙌Terima kasih vomment-nya 🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Just as Usual
FanfictionSuper short story about Hunrene - drabble, ficlet, etc. Super random. Update kalo dapet inspirasi😂 Just for fun ya, yeorobun! *Cerita ini hanyalah fiksi* Please show your support for my works, thanks. ----- Start: 2022-01-29