Hujan lebat beserta petir tidak bisa mengalahkan keheningan yang menyeruak di sebuah penthouse mewah milik pasangan suami istri yang termasyhur dan sangat dihormati. Pasangan ideal yang diidamkan oleh semua orang.
Sayangnya citra baik yang dibangun hanyalah untuk sebuah kepentingan politik. Melindungi nama baik. Tidak peduli seberapa besar retakan di dalam, ketika tampil di luar kandang, harus sempurna, baik, bersih, suci.
"Aktingmu baik sekali, Misa. Semakin berkembang. Kau tidak menyusahkan aku," ucap Namjoon, laki-laki muda yang sangat tampan dan tengah diusung menjadi calon presiden.
Masa kampanye sedang berjalan. Sikap dan tindak-tanduknya diawasi begitu ketat. Namjoon sempurna. Nyaris tanpa cacat. Akan tetapi, dia memiliki satu lubang hitam yang bisa menghancurkan karirnya kapan saja; keluarganya.
Misa adalah istri sah Namjoon dari perjodohan kedua orang tuanya. Pernikahan mereka dibangun atas dasar cinta? Tentu saja tidak. Mungkin iya. Hanya Misa saja. Cinta bertepuk sebelah tangan.
Sudah 7 tahun semenjak mereka lulus dari universitas yang sama, Misa menyukai Namjoon. Begitu saja jatuh cinta pada mantan Ketua Senat Universitas. Berwibawa, cerdas, tinggi dan tampan. Idaman semua orang. Apalagi memiliki privilege yang sangat bagus. Siapa yang tidak suka.
Tapi menikahi laki-laki ini tidak seindah yang Misa kira. Namjoon tidak sempurna seperti yang dia tahu. Semesta Namjoon begitu mengerikan.
"Aku akan pergi malam ini," ucapnya.
"Ke mana?" Misa bertanya seolah dia tidak tahu ke mana Namjoon akan bermalam.
"Tentu saja pada wanita yang aku cintai, Misa. Aku merindukan bayiku juga. Sudah 4 bulan, kau perlu mengganti bantalan itu. Sesuaikan dengan kehamilan wanitaku.
Misa hanya bisa terdiam dan membiarkan Namjoon pergi. Tangisnya tumpah. Lantas dia membuka bajunya dan membuang bantalan yang berada di perutnya. Dia sudah muak. Jika Namjoon bisa menghancurkannya, Misa bisa melakukan hal yang sama.
***
Keesokan harinya, Misa kembali dihadapkan dengan kejutan yang sangat menyakitkan dari sang suami. Semalam tidak pulang dan paginya malah membawa perempuan yang tengah hamil itu ke tempat tinggal mereka. Misa tahu Namjoon tidak mencintainya. Tapi bisakah laki-laki itu menghargainya sebagai perempuan? Toh Misa tidak pernah melarang Namjoon menemui wanita itu.
"Misa, bisa kau siapkan makan siang untuk wanita dan anakku nanti?" Namjoon mendekati sang istri yang barusan melenggang ke dapur. Tidak menyapa dua orang yang telah merusak seluruh hidupnya.
Misa tersenyum miring. "Masak sendiri. Aku tidak akan mengurusi wanita itu, Namjoon. Bukan kewajibanku," balas Misa.
Namjoon menghela napas. Dia sangat sibuk dan tidak mungkin mengurus wanitanya sendirian. Dia juga bukan laki-laki yang bodoh. Ia tahu Misa mencintainya dan tidak suka dengan kehadiran wanita itu di kediaman mereka.
"Hanya ini satu-satunya tempat yang aman untuknya, Misa. Toh ini tempat tinggalku. Aku bebas membawa siapa saja ke sini."
Misa sampai terkekeh, menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh karena mau mempertahankan pernikahan sialan ini. Namjoon, suaminya itu sudah tidak bisa diselamatkan—salah, dirinya yang tidak akan selamat jika terus begini di dunia Namjoon.
Laki-laki itu benar dan Misa menyadari bahwa sekarang Misalah yang berada di dunia Namjoon, bukan sebaliknya. Sehingga selama ini, Misa hanya bisa menuruti apa mau Namjoon. Bahkan dengan tololnya, dia merelakan hatinya diremuk untuk menutupi dosa suaminya.
"Aku bisa saja pergi dari sini Namjoon, bahkan aku siap melangkahkan kaki keluar dari tempat tinggalmu malam ini. Pasti menyenangkan sekali melihat tajuk berita dan gosip esok harinya."
Deg.
Jika Namjoon bisa menggertaknya, Misa hanya perlu menyadarkan suaminya ini bahwa ia bisa berbalik menjadi ancaman yang mengerikan untuknya. Semua kartu Namjoon ada di tangan Misa. Bisa saja Misa berbalik menyerang Namjoon dan menghancurkannya.
"Kau sedang mengancamku?"
Namjoon bukan laki-laki yang bodoh. Dia tahu Misa bukan perempuan yang begitu saja bisa dia kendalikan. Istrinya ini bisa menjadi ancaman yang mengerikan.
Misa tertawa. "Kenapa? Kau takut? Ah, aku pikir kau tidak akan setakut itu karena membawa wanita itu ke sini. Apa tidak ada paparazi yang mengikutimu?"
Namjoon tidak langsung menjawab. Hanya melayangkan tatapan tajam ke Misa dan berjalan mendekat padanya. Lalu dalam beberapa detik, tangannya sudah melingkar di leher Misah. Mencengkeram. Mencekik.
Spontan Misa menahan tangan Namjoon. Dia merasa sesak. Tenggorokannya tidak becus mengalirkan udara ke paru.
"Misa, kau tahu aku bisa melakukan apapun kan? Siapa saja yang menghalangiku, akan aku hancurkan. Bahkan jika itu aku harus melenyapkanmu, akan aku lakukan." Namjoon tersenyum manis. Bahkan lesung pipinya sampai terlihat. Seperti menikmati saat mencekik Misa. Psikopat.
Wajah Misa sudah memerah. Dadanya sudah sangat sesak karena tidak mendapat suplai oksigen dengan baik. Hanya tinggal menunggu nyawanya tercabut dari tubuh. Tapi Namjoon belum segila itu. Ia melepaskan tangannya. Misa segera bernapas, menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Namjoon terkekeh kemudian mengangkat dagu Misa. Ia menatap Misa tepat di maniknya yang sudah berkaca-kaca. Lantas ia menyatukan bibir, melumat bibir Misa dengan kasar. Menggigit sampai katup bibir bawah Misa berdarah. Anyir.
"Jangan berniat untuk menghancurkanku karena aku yang akan meleburmu lebih dulu. Aku tidak pernah main-main dalam urusanku. Kau tahu itu. Dan menyembunyikan kematianmu bukanlah hal yang sulit."
"Kira-kira bagaimana tajuk headline besok pagi? Kim Misa Ditemukan Tewas Dibunuh Pencuri—tidak, terlalu tidak masuk akal. Ah, bagaimana kalau bunuh diri? Aku ahli membuat narasi." Namjoon terkekeh lalu melanjutkan, "Lagipula itu akan menguntungkan. Kau mati, dan aku bebas bercinta dengan wanitaku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
CATACLYSMIC
FanfictionKataklismik berarti bencana alam. Sesuai dengan judulnya, kisah ini tentang bencana yang meliputi rumah tangga Kim Namjoon dan Kim Misa. Cerita ini ditulis oleh Aera Kim dan saya sebagai editor. Cerita inisudah mendapat persetujuan penulis untuk m...