Bab 8

5 0 2
                                    

"KAU MENGUJI KESABARANKU, BAE MISA?!"

Teriakan menghiasi rumah kediaman Kim pagi itu. Tepat ketika Misa masuk ke rumah, Namjoon menyambutnya dengan bentakan. Sudah beberapa hari ini sang suami begitu tempramen. Sebelumnya tidak. Tidak pernah peduli dengan apa yang Misa lakukan.

Mungkin karena pagi ini adalah kebalikan. Biasanya Misa yang menyapa Namjoon ketika pulang ke rumah—pagi hari, entah dari mana—kini malah laki-laki itu yang gantian menyapanya.

"Ini masih pagi. Jangan membuat telingaku pengang." Misa sudah menebak pria ini akan marah. Meskipun begitu, Misa malas meladeninya kali ini.

Tenaganya sudah habis untuk bercinta hebat dengan Taehyung semalam. Bahkan pangkal selangkangannya masih terasa sedikit ngilu. Bagaimana jika Namjoon tahu kalau dia bukan yang pertama bagi Misa?

Seharusnya tidak menjadi masalah besar. Toh yang menjadi pertamanya Namjoon bukan Misa. Adil kan?—adil dalam berdosa. Ada guilty pleasure yang dia rasakan. Bersalah tapi merasa senang dan puas. Mungkin inilah yang dirasakan para pendosa.

Menyakiti diri sendiri dengan rasa bersalah akibat menyakiti orang lain. Misa akui dia telah berbuat salah. Sebagai istri alangkah baiknya menjaga diri.

Akan tetapi, Namjoon bukan suami yang baik. Dia tidak menjaga diri. Mencintai Misa pun tidak—cinta Misa bertepuk sebelah tangan. Lalu apa salahnya jika Misa mencari pelarian yang lain? Namjoon tidak berhak melarangnya karena tingkah laku pria ini lebih kelewat batas.

Pandangan patriarki memang masih kental tapi bukan berarti Misa akan maklum. Dia perempuan yang berhak berdiri atas dirinya sendiri dan mendapat hormat dari laki-laki lain termasuk suaminya.

Ia tahu risikonya. Jika ini terbongkar, semua orang akan menyalahkannya yang tidak bisa menjaga suami dan diri sendiri. Terlihat murahan padahal Namjoon yang memulai kehancuran dalam rumah tangganya.

Sungguh, Misa memilih jalannya bukan tanpa persiapan diri. Ia tahu akan menghadapi badai yang lebih dahsyat kedepannya. Dan ia akan berusaha berdiri tegak. Ia akan bertahan untuk dirinya sendiri.

"Beraninya kau keluar rumah tanpa izin dariku. Apa kau ingin membuat kekacauan lain yang berimbas pada citraku?" tukas Namjoon.

Misa terkekeh remeh. Tidak ada yang Namjoon pedulikan selain dirinya sendiri. "Kekacauan apa yang aku buat? Apa yang menimpamu adalah bentuk karma atas perbuatanmu sendiri. Kau lupa siapa yang menyuruhku pura-pura hamil?" balas Misa tajam.

"Jadi kau sedang mencoba melakukan perlawanan padaku?" Namjoon kembali menuduh.

Tentu saja laki-laki ini sadar selama ini dia telah menyakiti Misa. Bagaikan bom waktu, Misa berubah. Tidak pasrah. Sudah berani melawan. Namjoon jelas akan lebih melakukan pembatasan dan cenderung menaruh banyak kecurigaan pada wanita yang secara hukum diakui sebagai istri Namjoon.

"Aku hanya melakukan apa yang aku suka, Namjoon-ssi," jawab Misa asal.

"Melakukan apa?!" Namjoon menuntut. Ingin mendapatkan penjelasan Misa dengan detail. Wanita ini menjadi target yang harus Namjoon awasi lebih.

Misa terdiam sejenak. Kepalanya sudah pecah. Banyak sekali kekesalan yang ingin dia luapkan. Untungnya ia sadar, rasa kesal hanyalah untuk orang yang kalah.

Jika Namjoon bisa membuat dirinya terjebak dalam permainannya, Misa juga bisa melakukan hal yang sama. Lantas dia tersenyum asimetris. Menatap Namjoon tepat di manik hazelnya.

"Aku bercinta dengan laki-laki lain."

Deg.

Namjoon sampai terdiam. Tampak begitu terkejut dengan pernyataan yang Misa katakan.

CATACLYSMICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang