"Shatiya kita adalah orang sama. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Kehidupan mu sebelumnya adalah ilusi. Inilah kehidupan yang sebenarnya. Semua yang kita miliki sama. Hanya kehidupan kita yang berbeda. Aku akan menyatu dengan dirimu."
Belum sempat bertanya lagi wanita itu sudah menjadi asap dan masuk pada dirinya. Bayi yang di gendongan wanita itu masuk pada perutnya.
Kilasan memori berputar di kepalanya yang lagi-lagi membuatnya pingsan.
***
Di sebuah ruangan bercat putih dengan beberapa bangkar yang biasa di gunakan dalam keadaan darurat. Salah satu diantaranya terdapat seorang wanita yang masih menutup matanya dan di sampingnya ada seorang pria yang setia menunggunya, serta tangan yang menggenggam dan sesekali mencium punggung tangan wanita itu.
"Eugh.."
"Sayang? Mana yang sakit? Perutnya sakit? Apa kepalaku masih sakit? Apa ......"
"A..ir."
Dengan cekatan pria itu mengambilkan minum "Ini minumlah!"
Shatiya menenggak air hingga gelasnya kosong. Shatiya mengedarkan pandangannya bingung, belum bisa memahami apa yang terjadi pada dirinya. Hingga suara berat namun lembut menyadarkan dirinya.
"Sayang? Masih sakit?" Ujar pria khawatir.
Mata Shatiya terbelalak, terkejut. "Pak Anta!? Bapak ngapain disini!?"
Ya, pria itu ialah Anta yang menjabat sebagai dosen killer, kejam, dan terkenal dingin pada siapapun. Anta yang mendengar Shatiya bernada tinggi pun kaget. Karena biasanya Shatiya kalo bicara dengan nada halus bahkan sampai tidak terdengar.
Grugup!
Slimut yang tadi di badannya berpindah ke kepalanya. Hal itu membuat Anta bingung.
"Sayang? Ada apa denganmu?" Tanya Anta khawatir.
"Bapak? Bapak ngapain disini? Bapak gak ngajar? Dan ini dimana?" Mata Shatiya menelusuri setiap sudut ruangan. "Huaaa darah! Pak tangan saya berdarah pak! Ini gimana?! Huaa!" Inpus yang semula nempel kini terlepas entah dimana untung inpusnya sudah habis.
Melihat kelakuan Shatiya, Anta pun heran sejak kapan istri tercintanya menjadi rusuh plus bar bar.
"Ya Allah Sayang, kamu diem dulu! Siniin tangannya?" Entah darimana asalnya Anta sudah memegang kasa untuk membersikan darah Shatiya.
Dengan ragu Shatiya mengulurkan tangannya kepada Anta. Dengan telaten Anta membersihkan darah di tangan Shatiya. Shatiya memerhatikan raut wajah yang biasanya datar kini berekspresi khawatir.
"Pak?"
"Hmm?"
"Bapak dari tadi manggil 'sayang' untuk siapa? Gak mungkin kan untuk saya?" Tanya Shatiya dalam mode kalem.
"Tentu saja untuk istri tercinta saya " Jawab Anta yang sudah selesai membersihkan darah Shatiya dan menempelkan plester di tangan Shatiya.
"Lalu dimana istri bapak? Kan di ruangan ini hanya ada saya dan bapak?"
"Istri saya di depan saya, di depan saya ada siapa?"
"Saya?"
"Nah itu tau"
"Bapak gak bohong kan?"
"Untuk apa saya bohong, kamu bisa tanya Abang kamu kalo gak percaya"
Sebenarnya Shatiya sudah tau bahwa pria di depannya itu suaminya melalui ingatan yang baru datang. Shatiya hanya memastikan saja.
"Iya iya aku percaya."
"Harus itu"
"Maass.. pinjem jas nya."
Anta yang mendengar kata 'Mas' dengan suara manja Shatiya merasa senang. Senyumnya manis di bibir Anta tercetak jelas, hingga Shatiya salah tingkah.
"Mas, jangan senyum kaya gitu. Aku bisa meleleh ni lho."
"Kalo kamu yang memeleh Mas gak akan berhenti tersenyum. Biar kamu tambah cinta sama Mas."
"Jangan senyum ke wanita lain! Awas kalo senyum ke wanita lain!"
"Gak kok yang"
"Beneran?'
"Iya!" Jawab Anta dengan mengangguk mantap.
"Mas, jasnya mana? Pinjem"
"Untuk apa?" Tanya Anta bingung.
"Mas gak lihat?! Aku kedinginan mas! AC nya rusak apa gimana sih?"
"Nih pake"
"Tengkyu Anta yang paling tampan"
Anta salah tingkah mendapatkan pujian dari sang istri. Shatiya langsung memakai jas yang di berikan Anta. Tubuhnya yang mungil tenggelam dalam jas raksasa milik Anta.
"Oh iya mas.. dokternya bilang apa tadi?" Tanya Shatiya penasaran.
Shatiya menatap Anta dengan raut penasaran dan itu imut di mata Anta.
"Kamu hanya kelelahan saja. Kandungan kamu juga baik baik saja. Semuanya baik baik saja."
"Kandungan? Aku hamil Mas?"
"Iya sayang, kamu gak seneng?"
"Hehh.. mana ada. Aku kan cuma memastikan saja. Sayangnya Buna sehat sehat di sana. Jadi anak baik buat Buna dan Ayah" ucap Shatiya sembari mengelus lembut perut yang sudah agak membuncit.
Melihat itu Anta tersenyum bahagia, karena istrinya menerima anak yang ada di dalam kandungannya. Anta ikut mengelus lembut perut Shatiya.
"Mas?"
"Hmm.." jawab Anta yang masih setia mengelus perut Shatiya.
"Kita nikahnya udah berapa lama sih?"
"Kamu lupa?"
***
Gimana nih Shatiya melupakan pernikahannya sama Pak Anta.Stay tune ya gaes
Baru sempet up lagi nih, gara gara bingung sama alurnya.
Yaudah deh teko ngalir gitu aja.
Maaf kalo masih gak nyambung.Yok semangat yok
KAMU SEDANG MEMBACA
Shatiya
Fantasia# 2 - mamapapa (05 - 02 - 2022) Shatiya Ilma Munawaroh Seorang gadis bar bar, suka balapan, suka berkelahi, walaupun begitu dia masih suka menolong, suka menabung, dan tidak sombong. Bagaimana jadinya jika jiwanya berpindah pada seseorang yang mem...