Zhanzhan mencoba tersenyum manis kepadaku, memperlihatkan sisi ceria yang biasa ia tunjukkan kepada orang-orang.
Waktu belalu cepat, dan hari dimana aku dipindahkan ayah dari akademi pun tiba.
Disini, aku memang tidak banyak memiliki teman, aku hanya menyapa beberapa tuan muda demi formalitas karena mereka adalah anak kolega ayah. Selebihnya? Aku memilih mendekam di kamar.
Terkadang Zhan mengomeliku, menyebut perilaku-ku yang apatis ini akan sangat menyusahkan nantinya. Padahal dia sendiri tidak begitu mengenal siapa aku. Cih!
"Kapan ayahmu menjemput?" Zhan duduk diujung tempat tidurku, melihat aku yang sedang sibuk mengemasi baju.
"Bukan ayah yang menjemputku tapi tuan Zhuo. Tangan kanan ayah." Balasku tanpa melirik kearahnya.
"Oh,"
Zhan hanya diam setelahnya. Dan itu adalah hal aneh bagiku. Sebelum ini dia selalu mengutarakan apapun yang ada dibenaknya, entah itu sebuah kalimat tidak penting atau apapun. Tapi, lihatlah sekarang Zhan jadi pemurung dan itu mengerikan.
"Ingin makan denganku," Ajakku pada akhirnya. Sungguh ini bukanlah kebiasaan seorang Wang Yibo, aishh...
Zhan menaikkan pandangan, sebuah senyum terpancar dari wajah manisnya, "Akhirnya kau peka juga." Celetuknya kemudian pergi kesisi lain kamar.
Oh, dia mau mengajakku keluar. Kenapa tidak langsung bilang saja. –gumamku dalam hati. Lantas menggeleng pelan.
Setelah membereskan semua barang yang harus dibawa, aku pun bersiap untuk pergi makan dengan Zhanzhan.
"Aku sedang ingin tanghulu, selebihnya terserah padamu mau makan apa." Seru Zhan sembari meraih dompetnya kemudian berjalan kearahku.
"Kau suka ramen? Atau ingin dimsum? Hotplate?" Tawarku.
"Ramen sepertinya enak. Oh, iya... Ada satu hal yang harus kau lakukan nanti, dan tidak ada bantahan, ok?" Zhan mengacungkan gestur OK menggunakan tangan kanannya.
Aku tak lantas menjawab. Apa yang ia rencanakan sebenarnya, itulah hal yang terbesit dibenakku sebelum akhirnya mengangguk pelan.
__________________
Terkadang aku bingung mengenai cuaca belakangan ini. Intensitas hujan kian bertambah padahal sekarang mendekati musim panas.
Aku berjalan mengekor pada Zhanzhan. Menyusuri trotoar dekat akademi, tidak terlalu jauh memang kedai tanghulu yang ia sebutkan. Sesekali aku mendengarnya bersenandung pelan. Jujur, aku merasa iri dengan anak itu.
Bagaimana bisa ia mengekspresikan begitu banyak emosi dalam hidupnya? Sedangkan aku selalu terlihat dingin tanpa ekspresi apapun.
Bahkan arti bahagia pun tampaknya aku sudah lama melupakannya.
"Kau tampak murung, ada apa?" Zhanzhan menoleh kebelakang kemudian berjalan mendekatiku.
Aku mencoba tersenyum sekilas lantas menggeleng.
Melihat tanggapanku, Zhanzhan pun mendengus. Ia mulai merutuk tak jelas. Namun, aku menyukainya.
"Kau sedih berpisah denganku?" Imbuhnya lagi. Yang berhasil membuatku terdiam.
Ia menatap lekat mataku, bahkan jarak antara kami tak lebih dari sepuluh senti.
Apa dia tidak pernah berpikir kalau tindakan implusifnya itu sungguh tidak baik untuk jantungku, hm?
Astaga manisnya...
Hush! Yibo! Jangan kelepasan.
Aku pun berdeham sebelum menjawab pertanyaan Zhan beberapa detik lalu. "Hanya tak mau kesepian, lagi." Cicitku hampir tidak mengeluarkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Us [ Slow Update ]
FanfictionSatu dekade bersama tak lantas membuat Yibo melupakan perjuangan jatuh bangunnya mendapatkan hati si kelinci manis dengan kadar kepekaan NOL BESAR. Ia mau tak mau menceritakan kembali kisah semasa remaja mereka, karena Xing'er sang tuan putri kesay...