Goodbye Bunnyshine

195 19 4
                                    

Aku tertunduk sembari menatap kosong tiket serta paspor. Hari ini aku dikirim ke Berlin. Aku harus melanjutkan tahun terakhirku di sekolah menengah disana, bersama ayah tentunya.

Andai Zhanzhan tidak menyusulku ke bandara mungkin aku tidak sesedih ini.

Xiao Zhan mengangkat tangan, menginterupsi cerita Yibo, "Aku ke bandara? Kapan, aku tak ingat." Kilahnya.

Yibo meringis kecil, "Sayang, berhenti memotong ceritaku. Secara khusus kau memang tidak menemuiku hari itu, kita hanya tak sengaja ada pada schedule yang sama, kau sebenarnya kesana untuk menjemput Simon."

Zhan ber-Oh kecil setelahnya memberikan kesempatan untuk Yibo meneruskan kisahnya.

***

Hari itu...

Awalnya aku masih bisa bersikap biasa saja, tanpa ekspresi dan menanggapi seluruh kalimatnya dengan tenang. Tetapi, begitu sosoknya menjauh, ada sesuatu yang sulit aku ungkapkan.

Lebih tepatnya, aku belum siap kembali kedalam dunia yang hanya ada hitam dan putih. Sangat sulit untuk merelakan warna dihidupku itu pergi. Padahal aku pun belum pernah mengklaim Zhanzhan sebagai milikku.

Aku sempat berusaha mengejarnya hingga di dekat pintu kedatangan domestik aku melihat sesosok anak lelaki yang kurasa sepantar dengan Zhan, hanya saja aura dominannya lebih jelas terlihat. Aku sempat mengira jika alasan Zhan kemari bukan semata-mata untuk menemuiku.

Dan, jika boleh aku jujur...

Aku membenci senyum ramahnya itu saat ia menyambut orang didepannya.

Lama aku berdiam diri tak jauh dari mereka, hingga asisten Zhi memanggilku, dan mengajakku untuk segera cek in.

Sembari berjalan ke arah yang berlawanan aku selalu berkata pada diriku kalau suatu saat nanti aku pasti bisa merebut hati Zhanzhan.

Pasti!

•••••

"Apa rencanamu setelah lulus nanti, hmm?" Seru ayah saat kami barusaja menginjakkan kaki disebuah mansion yang lebih mirip kastil abad pertengahan dengan hamparan taman super luas.

"Mungkin kembali ke Beijing, aku mau kuliah manajemen disana," balasku datar.

"Ingin menemui pacarmu?" Telisiknya.

Aku mendelik acuh.

Sangat tidak mungkin kalau aku berkata jujur lagipula, aku kembali ke Beijing pun belum tentu bisa bertemu dengan Zhanzhan.

Mengenai Bobo, apakah dia masih menyimpannya? Ah, entahlah...

Hari demi hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik, datar dan semua sesuai kehendak ayah.

Bukannya aku tidak memiliki ambisi, hanya saja untuk saat ini lebih menguntungkan jika aku tetap diam, dan menjadi anak yang penurut. Sangat terlalu dini jika ayah tau mengenai siapa orang yang aku suka. Karena aku tahu jalan pikiran ayah. Dia, tidak akan pernah melepaskan hal yang aku sukai, lalu hal itu akan dijadikan sebagai kelemahanku. Bukan apa-apa, aku hanya kasian pada Zhanzhan nantinya.

"Bagaimana menurutmu?" Ayah menyodorkan beberapa famflet berisi informasi sekolah kenamaan di Berlin.

"Pilihkan saja yang menurut ayah yang terbaik, untuk selebihnya aku bisa menyesuaikannya sendiri,"

Story of Us [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang