Chapter 63

1K 81 6
                                    

Happy reading
.
.
.
.

“Kamu mau beli apa lagi?” tawar Nichol.

Kanya mengatupkan jari telunjuknya pada dagu, tampak berpikir. “Mau jajan cilok itu!” tunjuk Kanya antusias. Saat ini mereka berdua sedang berada di pasar kota yang besar dan padat. Nichol dan Kanya sengaja pergi ke sana untuk menikmati setiap aneka jajanan yang ada.

Seperti permintaan Kanya tadi di jalan.

Ayo kita habiskan hari ini dengan bersenang-senang. Kita kembali mengulang masa kecil kita.”

Ada banyak sekali jajanan yang mengingatkan mereka pada masa kecil. Ada cilok, telur gulung, somay, sempol, martabak telor, sosis bakar, sosis goreng, baso goreng.

Sejak Nichol berusia enam tahun kelas satu SD, pria itu hanya bisa membawakan jajanan ke panti tempat Kanya tinggal dulu, atau mengajaknya pergi jajan bersama Mama, Papa, dan Aurel.

Tapi setelah Nichol memasuki SMP, pria itu sering mengajak Kanya pergi berdua ke pasar itu, tempat saat ini mereka berdua berada.

Nichol yang sudah diperbolehkan membawa motor sejak memasuki SMP membuatnya lebih leluasa untuk membawa Kanya jalan-jalan, mutar-mutar jalanan.

Bisa dibilang dari dulu hingga sekarang, Kanya adalah perempuan yang sering Nichol bonceng, dan bawa ke mana-mana.

Nichol juga selalu menjadi wali untuk Kanya saat Bu maya, pengurus panti tidak bisa hadir.

“Euummmm rasanya gak berubah dari dulu!” seru Kanya antusias.

Nichol mengelap sudut bibir Kanya yang belepotan akibat saus sambal. “Udah gede juga.”

Kanya menyengir lucu. “Kamu mau?”

Nichol membuka mulutnya dengan senang hati, menerima suapan cilok dari tangan Kanya.

Kanya menatap wajah pria yang sudah puluhan tahun bersamanya, dan Kanya selalu merasa kehangatan yang sama bila bersama dengan Nichol.

Kehangatan yang tidak bisa Kanya dapatkan dari lelaki manapun.

Nichol menyentil pelan jidat Kanya. “Jangan ngelamun. Aku masih di sini.”

Kanya tersenyum canggung, ketahuan. Tapi bolehkan ia berharap kalau kata ‘masih’ diganti dengan kata ‘selalu’?

****


“Hahahhaaaa muka kamu jelek banget!” tawa Kanya sambil memperhatikan jepretannya, dalam foto itu terlihat Nichol yang tengah mangap- mangap akibat kepanasan memakan cimol.

Lagian, sudah tau baru diangkat dari penggorengan, malah langsung dimakan.

“Huuuhuuu phanasssss bhangettt!” ujarnya sambil mengipas-ngipas mulutnya.

Kanya kembali menjepret kameranya, memfokuskan pada wajah Nichol yang sengaja ia zoom.

“Hahahhaaaaa nanti aku cetak segede baliho! Aku pajang di depan rumah.”

Nichol menekuk mukanya tidak suka. “Awas kamu!” pria itu mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan pada Kanya dan menjepretnya sesuka hati.

Cekrek.

Cekrek!

Cekrek!

Berpuluh-puluh foto Kanya berhasil ia dapatkan, bahkan hasilnya jauh lebih hancur dari hasil Kanya tadi. Wajah Kanya benar-benar cengo.

KANYA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang