Chapter 5

5.5K 436 145
                                    

Happy reading
.
.
.
.

Hari sudah menunjukkan pukul 21:45 WIB membuat hembusan angin semakin dingin menerpa kulit, sesekali mereka menggosokkan kedua tangannya untuk mendapatkan kehangatan. Memang suasana kota Bandung sangat sejuk karena berada di area pegunungan, apalagi sekarang sedang musim penghujan, membuat hawanya bertambah semakin dingin.

Kanya keluar dari supermarket setelah selesai membeli stok bahan masakan sambil menunduk karena sedang memainkan ponsel barunya pemberian dari Nichol.

Langkah demi langkah terus Kanya lewati tanpa memalingkan pandangannya sedikit pun dari layar ponselnya, percayalah, saat ini Kanya lebih tertarik melihat layar ponsel dari pada sekitarnya.

Sesekali Kanya terkekeh kecil saat melihat video yang menurutnya lucu, tapi tawa itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba ada sebuah bahu yang menyenggol tubuh mungil Kanya.

"Aww!" pekik Kanya terkejut karena kaki kanannya tersandung dengan kaki kiri miliknya sendiri, sehingga membuat ponsel dan barang belanjaannya jatuh berserakan di pinggir jalan.

Kanya berdecak kesal melihat ponsel dan barang belanjaannya tergeletak mengenaskan di pinggir jalan.

Dengan perasaan dongkol, Kanya mendongakkan kepalanya menatap orang yang baru saja bertabrakan dengannya. Terlihatlah pria dengan postur tubuh tinggi dan gagah yang memakai kacamata hitam dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celananya.

Kanya segera menegakkan tubuhnya. "Aduhh, Mang ... Om ... ehh! maksud saya, Bapak." ringis Kanya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Pria itu tidak menggubris ucapan Kanya sama sekali, ia masih menampakkan wajah datarnya.

"Lain kali kalau jalan hati-hati dong! Udah tau punya badan besar!" omel Kanya. Padahal kalau dilihat dari segi manapun, jelas-jelas Kanya yang salah karena jalan sambil memainkan ponselnya.

Pria itu masih diam, memandang Kanya tanpa ekspresi di balik kacamata hitam miliknya.

Melihat ekspresi pria di hadapannya yang kelewat santai, membuat Kanya semakin mendengus kesal. "Hellloo! Bapak sebenernya liat gue gak sih? Atau jangan-jangan Bapak ada gangguan penglihatan?"

Pria itu mendecih sinis. Apakah gadis di hadapannya ini waras? Pikirnya.

"Pak, kok lo diem aja sih? Gak ada niatan mau bantuin ambilin barang belanjaan gue gitu? Gak ada tanggung jawabnya banget sih lo!"

Pria itu tetap diam seribu basa.

Kanya mengusap wajahnya kasar. "Jangan bilang, selain punya gangguan penglihatan, lo juga punya gangguan pendengaran?" selidik Kanya. "Atau lo bisu? Makanya dari tadi diem aja?" sambungnya.

"Gak!" jawabnya sambil membuka kacamata hitam yang semula bertengger manis di hidung mancungnya.

"Nah gitu ke ngomong! Percuma lo punya mulut kalau gak digunain!" Ucap Kanya sarkastik.

Pria itu hanya merotasikan bola matanya malas.

"Udahlah per--" ucapan Kanya terpotong oleh suara deringan ponsel yang masih tergeletak di pinggir jalan, menandakan ada panggilan masuk.

"Hallo, Bu" Ucap Kanya setelah mengangkat panggilan tadi dan ternyata dari Bu Maya.

"Kamu di mana, Kanya? Lama sekali belanjanya, kamu gak papa kan?" tanya Bu Maya di sebrang sana dengan nada khawatir.

"Gak papa, Bu. Bentar lagi Kanya nyampe kok, ini udah deket," ucap Kanya dengan lembut, sangat berbanding terbalik saat Kanya berbicara dengan pria yang masih berdiri dihadapannya itu.

KANYA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang