Chapter 42

1.3K 127 8
                                    

Happy reading
.
.
.
.



Kanya melangkahkan kakinya di koridor sekolah, hari ini ia dan Alva datang lebih awal karena akan melaksanakan ulangan akhir semester satu.

Di depan sana sudah banyak anak-anak yang mengerubungi mading untuk mengetahui mereka masuk ruang berapa dan duduk dengan siapa.

Kanya dengar-dengar kursinya akan di campur dengan kelas lain agar tidak ada kegiatan menyontek berjamaah.

Kanya mulai memasuki kerumunan untuk mencari namanya dengan menyelip sana-sini, beruntung Kanya memiliki badan yang tidak terlalu besar.

Mata Kanya menyipit memperhatikan kertas yang bertuliskan nama-nama murid SMA Taruna Bhakti dari atas sampai bawah. Tepat di ruangan 6 nomor ke-19 tertera nama Kanya Arsyafani Raneja.

Kanya tersenyum tipis, kemudian ia melihat nama yang tertulis di sebelah kanannya, nama yang akan menjadi teman duduk Kanya selama ulangan akhir semester ini berlangsung.

Kanya menajamkan penglihatannya dan mengerjapkan matanya berkali-kali, ia tidak salah lihatkan? Teman duduknya adalah Beni Adriansyah.

"Kak Beni?" gumam Kanya secara tidak sadar.

"Iya. Lo duduk sama gue."

Kanya tersentak kaget dan melihat ke arah sampingnya. "K-Kak Beni?"

Beni terkekeh kecil melihat raut wajah gadis di hadapannya ini. "Iya ini gue. Mau ke kelas bareng?" tawarnya.

Kanya mengangguk kecil. "O-ok."


****

Nichol melangkahkan kakinya dengan malas menuju ruang 2, moodnya sudah rusak sejak tadi ia melihat dan mengetahui teman sebangkunya.

Heii! Yang benar saja, masa Nichol harus duduk selama lima hari dengan perempuan agresif itu.

Siapa lagi kalau bukan Adel.

Lagi pula siapa sih yang mengatur konsep anak IPA duduk satu bangku dengan anak IPS?

Dan kenapa juga harus dengan perempuan itu?

Ingin protes tapi tidak bisa. Nichol menghela napas berat, sepertinya lima hari ke depan akan menjadi lima hari terberat dalam hidupnya.

"Kak Nichol!"

Nichol memutar bola matanya malas. Ia sudah duga hal ini akan terjadi.

Perempuan itu menghalang langkah Nichol dengan berdiri tepat di hadapannya dengan senyum mengembang sempurna. "Kak Nichol udah liat mading belum?"

Nichol tidak menjawab.

"Kakak tau? Kita duduk satu bangku!" pekiknya. "Sumpah aku gak nyangka bisa duduk satu bangku sama Kakak, tapi aku seneng banget.

"Kalau Kakak gimana? Seneng gak duduk sebangku sama aku?"

"Biasa aja."

Adel tetap tersenyum. Tak apa, nanti lama kelamaan juga pria di hadapannya ini akan luluh.

"Ke kelas yu, Kak?"

Nichol tetap diam, pandangannya lurus ke depan.

"Kak Nichol denger aku kan?"

Adel melambai-lambaikan lengannya di depan wajah Nichol. "Kakak."

Nichol tetap diam.

Adel memutar tubuhnya, sebenarnya apa yang dilihat oleh Nichol sampai pria itu enggan melihat ke arahnya.

KANYA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang