MASA LALU YANG KU MAAFKAN

2 1 0
                                    

Kini aku, kak Azmi dan juga Rangga hidup dalam satu ekosistem kampus yang sama, entah apakah ini sesuatu yang baik bagiku atau sebaliknya. Disaat aku terus berusaha untuk melupakan Rangga dan mulai bisa untuk menggantikan posisinya dengan Kak Azmi, kenapa dia harus datang kembali dalam sirkel kehidupanku, aku takut usahaku selama bertahun-tahun ini akan sia-sia. Dengan tanpa melihatnya pun aku masih kesulitan dalam menghilangkan setiap kenangan yang mengakar di pikiranku, bagaimana dengan sekarang jika Ia kulihat dalam keseharianku. Apakah mungkin aku bisa tetap mencoba untuk melupakannya ketika kini dia datang kembali dalam kehidupanku. Oh Rangga, kurasa kamu cukup kejam dalam mencabik-cabik hatiku, kau tinggalkan aku begitu saja tanpa pesan apapun dan kini kau datang kembali tanpa sebelumnya memberikan firasat padaku.

Kegundahan hatiku karena masa lalu mama masih belum kudapatkan ketenangan jawaban yang membuat hatiku lega, kini Rangga malah datang kembali dari masa lalu. Masa lalu yang sudah berkali-kali kucoba untuk menutupnya rapat-rapat dan menguncinya sekuat mampuku. Kini dia malah mendobraknya dengan datang tiba-tiba begitu saja. Kehadirannya malah membuat dadaku semakin penuh dan terasa sesak membuat jiwaku semakin kalut. Oh Tuhan, semoga saja kehadirannya tak membuat hatiku kembali terbuka, karena sungguh sejujurnya dia adalah orang pertama yang bertahta di hatiku, orang pertama yang mendatangi ruang jiwaku dan membuat lukisan yang indah di dalamnya sebelum orang lain mendatanginya. Pantas saja jika jejakmu sulit sekali untuk kuhapus, ketika hatiku masih kosong dan belum mengenal siapapun kaulah orang pertama yang mengisinya.

Tapi, Aku juga tak bisa memungkiri bahwa beberapa tahun terakhir ini Kak Azmi juga menempati posisi yang sama seperti Rangga di hatiku. Dan sungguh keadaan ini kembali membuatku semakin bingung dan kacau. Aku harus mengasah kembali hatiku memperkuat pendirianku untuk mencoba melupakan Rangga atau bahkan bila perlu aku harus membuat hati dan pikiranku untuk membenci dia.

Suatu hari ketika aku mulai masuk ke kampus untuk hari pertamaku, benar saja apa yang aku duga, Rangga pasti mencoba untuk menemuiku lagi. "Re, tolong berikan aku waktu agar aku bisa berbicara denganmu, mengobrol dan bercanda seperti dulu, ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan kepadamu, yang dulu belum sempat aku utarakan" ucap Rangga kepadaku sambil terus mengejarku karena aku tak menghiraukannya ketika dia berbicara padaku, aku terus berjalan meninggalkannya. Dengan berbagai macam cara aku menghindarinya, menggunakan 1001 jurus agar aku tak pernah bisa bertemu atau bahkan berbincang dengannya. Aku takut jika dekat dengannya akan membuat hatiku terbuka kembali, karena jujur saja masa lalu bersamanya masih belum total bisa kuhapus. Kemudian Chika datang, aku memegang tangan Chika dan langsung menariknya masuk ke dalam ruangan kampus.

Setelah usai pelajaran, aku dan Chika beranjak pulang, di lapangan Kak Azmi sudah menungguku, sedangkan Chika juga sudah ditunggu oleh Kak Rama di depan gerbang kampus. Karena ka Rama melanjutkan kuliahnya di tempat yang berbeda dengan kami, tapi hubungannya dengan Chika masih tetap berjalan. Ketika aku berjalan menuju keluar, dari belakang Rangga mencoba kembali mengejarku, ketika Rangga mencoba akan mengatakan sesuatu dan memegang pundakku dari belakang aku langsung berbalik dan berkata, "Jangan sentuh saya, orang dengan baju hitam itu adalah pacar saya. Dia sedang menunggu saya untuk pulang, jadi di kamu jangan cari masalah" ucapku pada Rangga dengan nada yang sinis. Lalu Rangga pun tak berkata apa-apa, dia melepaskan tangannya dari pundakku. Kemudian aku berlari dan langsung menuju ke arah kak Azmi.

Keesokan harinya seperti biasa di kampus Rangga masih mencoba untuk menemuiku, dia sepertinya sangat serius ingin bertemu dan berbicara denganku. Sebelum Rangga sempat mengatakan apa-apa kepadaku aku langsung berlari menghindarinya. Ketika sampai di ruang kampus aku melihat ada secarik kertas menyelip di salah satu buku yang aku bawa. "Sepertinya Rangga" dalam pikirku. Dia benar-benar tidak kehabisan cara untuk mencobaku bisa menemuinya. Ya, seperti dulu, Rangga memang bukan tipe yang putus asa. Aku bisa merasakan sikap itu. Lalu kuambil secarik kertas itu dan kubuka, isinya adalah pesan dari Rangga.

TATAP YANG KAU TITIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang