POV – Nina
Tangan Thomas yang masih menempel di lututku, mulai bergerak. Dia meraba dengan sangat lembut, bahkan sentuhan jarinya terasa menggelikan seperti semut yang merambat naik di pahaku. Jantungku terus berdegup dengan kencang, aku tidak tahu apakah keputusanku akan mengiyakan.
Pikiranku mencoba menolaknya, 'Kumohon hentikan. Kumohon hentikan.'
Akan tetapi, aku masih berat untuk mengucapkannya, jika menolak aku tidak bisa menolong suamiku. Jika mengiyakan, apakah aku akan mengkhianati suamiku?
"Ugh!" Jemari itu semakin masuk ke dalam rokku. Aku pikir aku tak bisa mundur lagi. Thomas tersenyum puas, aku merinding. Saat itu juga, aku merasakan jemarinya sampai di mulut 'guaku'.
Aku spontan memundurkan posisi dudukku meski telah mentok pada sudut kursi. Air mataku rasanya ingin menetes, merasa sedih karena telah mengkhianati kepercayaan suamiku.
"Aku rasa jawabanmu, iya." Thomas menyerang semakin dalam dengan jarinya. Pantatku telah terpojok di sudut sofa, aku tak mampu menghindar lagi.
Tanganku spontan menahan tangan Thomas di balik rokku, "Aku mohon Thomas, biarkan aku pergi."
Senyum Thomas langsung padam, dia menarik tangannya keluar dari rokku dan diam seperti mengacuhkanku. Terbesit dalam pikiranku untuk menggunakan kesempatan itu. Kartu nama itu tergeletak di lantai, mungkin aku bisa meraihnya dan langsung pergi keluar, bahkan pintu belum tertutup. Sial, bagaimana bila ada yang melihat perbuatan Thomas tadi.
Tanpa pikir panjang, aku langsung meraih kartu nama itu. Tiba-tiba tangan Thomas ikut menangkap tanganku. Cengkeramannya terasa sedikit kuat dan serius, seperti tidak akan membiarkan aku mengambil kartu nama itu.
Aku memelas, "Aku mohon biarkan aku pergi."
Thomas menarik lenganku, tubuhnya tiba-tiba berdiri, dan tangan yang lainnya juga mencengkeram tanganku. Aku terdorong mundur ke sandaran sofa, kartu nama itu terlepas dan jatuh tergeletak di meja.
"Ayo layani aku dan kamu bisa segera pergi." Thomas berhasil menahan lenganku dengan kekuatan laki-lakinya, tanpa meminta seharusnya dia bisa melakukannya dengan mudah.
"Kamu juga akan menjadi pelacur bukan? Apa bedanya?" Dia langsung menyosor ke arahku. Aku spontan menghindar, mencegah bibirku dicumbu olehnya, tapi dia tetap berhasil merasakan pipi dan leherku.
Aku mencoba meronta, tapi tak berhasil, cengkeraman Thomas cukup kuat untuk laki-laki seumur denganku— 32 tahunan. Sebenarnya, apa yang dikatakan Thomas sejak tadi benar. Aku juga akan menjadi pelacur, toh apa bedanya menuruti permintaannya, bukankah seharusnya aku melakukannya agar mendapatkan kartu nama itu.
"B-baiklah, tapi tutup pintu itu dulu," pintaku. Thomas yang sejak tadi mencumbu sekitar leher dan pipiku, langsung berhenti, bahkan dia melepaskan cengkeramannya.
"Kamu pintar, Nina." Thomas langsung berbalik dan menutup pintu. "Jadi kita sepakat?"
Aku menganggukkan kepala, menatap kartu nama yang tergeletak di meja, tapi tak ada niat merebutnya sekarang karena menghormati kesepakatan kami, "Aku bersedia."
<< CERITA INI BERLANJUT DI APLIKASI FIZZO - JUDUL: ISTRIKU KERJA MEMBAYAR HUTANG - AUTHOR: JINADA >><< UPLOAD SETIAP HARI MULAI 1 APRIL SAMPAI TAMAT >><< BACA DI FIZZO 100% GRATIS, TANPA IKLAN, DOWNLOAD ALPLIKASINYA >>
Thomas langsung tersenyum semeringah, menghampiriku, dan mencumbuiku dengan brutal. Meski aku tak berpaling, bibirku masih mengantup, rasanya masih berat menerima permainan dari sahabat suamiku.
Tangan Thomas mulai menjamah buah dadaku, rasanya pertahananku mulai melemah. Meski hati dan bibirku menolak, tapi tubuhku mulai hanyut mengikuti permainan itu. Napasku yang sempat tertahan, membuatku mulai membuka mulut untuk menghirup udara, sayangnya aku malah seperti menerima cumbuan itu.
Ya, aku mulai menikmati bibir Thomas yang mengulum bibirku. Bahkan aku mulai menikmati sentuhan Thomas di dadaku.
"Kau sungguh menggairahkan," ucap Thomas yang menarik tubuh dan wajahnya. Aku yang sejak tadi kesulitan bernapas, langsung terengah-engah. Tubuhku terasa panas dan kuakui mulai sedikit basah di bagian bawah.
Thomas mulai membuka kancing bajunya dan melorotkan celana panjangnya dengan tergesa-gesa. Kuakui semakin cepat selesai, semakin baik untukku. Kini Thomas hanya berbalut celana dalam olahraganya, aku bisa melihat gundukan di kain itu.
Dia kembali mencumbuiku dengan ganas, kini aku mendongakkan kepala menerima itu semua. Kuakui Thomas cukup rupawan, mungkin karena pesonanya sebagai anggota dewan yang harus tampil di publik. Sayang tubuhnya lebih kurus dari suamiku, mungkin dia menang tampan tapi dia kalah gagah dari suamiku.
Dia semakin ganas menyentuhku saat bercumbu. Ia mulai meremas dua 'gundukan' milikku, memainkannya dengan cara mengurutnya. Kuakui sentuhannya cukup nikmat, tapi aku lebih suka permainan suamiku dengan menghisapnya.
"Dadamu mengagumkan," ucap Thomas yang menarik wajahnya. Dia hendak melorotkan lengan dressku. Aku menahannya, bukan seperti itu cara melepas bajuku.
"Aku lepas dulu," ucapku malu-malu. Aku meraih resleting di punggungku dan menarik bajuku agar terbuka. Thomas membantuku, seolah-olah dia tak sabar. Dia yang meletakkannya di pinggir sofa, pandangannya menetap tubuhku yang hanya berbalut bra dan celana dalam.
"Gila, kamu sangat cantik dan seksi," puji Thomas. Ya, aku memiliki ukuran dada 36D dengan postur tubuh yang ideal, kata Mas Henri, aku memang seksi. Tak hanya Thomas, bahkan para tetangga sering mengarahkan pandangannya ketika aku lewat.
"Pantas saja, Henri gak pernak mau aku ajak main cewek di luar," ucap Thomas. Aku sedikit bangga mendengar Mas Henri yang setia. Tapi aku mulai muak dengan Thomas yang banyak bicara, terlebih lagi menyebut nama Mas Henri di sini.
"Diam. Jangan bahas Mas Henri di sini," gertakku.
"Ok," balas singkat Thomas. Dia kembali menyosor ke arahku, memainkan lidahnya untuk mengapai bibir atasku, tapi ternyata bibirnya malah menangkap bibir bawahku. Sial, aku menikmatinya.
Aku mulai merasakan tangan Thomas memelukku, meraba hingga punggungku, dan menyentuh dengan lembut. Seperti ada maksud tertentu, ternyata dia mencoba melepas kait bra-ku. Aku tak menolak, lagi pula aku sudah terlanjur melepas segalanya, dan aku malah membantu Thomas melepas kait itu.
Aku menarik wajahku dan meletakkan bra itu di samping. Thomas kembali menyosorku dengan beringas. Dia seperti harimau yang menerkam mangsanya, mencabik-cabik tubuhku, dan mengoyak dadaku. Aku benar-benar seperti mangsa yang bergulat dengan harimau, jantungku berdegup dengan sangat cepat dan penuh kekhawatiran. Aku takut benar-benar dimangsa dan tidak berdaya nantinya.
"Pelan-pelan." Perkataanku ternyata tak dihiraukan. Berbeda dengan suamiku, taring Thomas terasa mengoyak tubuhku.
"Aw, sakit," rintihku.
Akhirnya Thomas berhenti. Dia tersenyum puas dan duduk di sampingku , "Gila, isinya luar biasa."
Dia menepuk pahaku dengan lembut, aku spontan menoleh ke arahnya.
"Ayo lanjut," ucap Thomas.
Dia kembali menyosor ke arahku, aku menerima cumbuannya. Tiba-tiba dia melakukan permainan selanjutnya, aku mulai khawatir. Jemarinya masuk ke dalam kain terakhir yang menempel di tubuhku. Aku mencengkeram lengannya, mencoba untuk menahan, tapi sayang jemarinya telah sampai di tempat yang tidak seharusnya.
"Jangan," pintaku lirih.
Thomas tidak memedulikan, ia mulai mengaduk-aduk bagian bawahku. Perasaankulah yang menjadi campur aduk. Aku benci mengakuinya, tapi aku mulai menikmatinya. Selama beberapa saat barulah permainan kami berhenti, aku kembali bernapas lega.
Thomas memamerkan dua jarinya dan tersenyum penuh kemenangan, "Sial, kamu basah Nina. Aku jadi tak tahan."
Dia langsung berdiri dan melorotkan kain terakhirnya yang dia kenakan.
<< CERITA INI BERLANJUT DI APLIKASI FIZZO - JUDUL: ISTRIKU KERJA MEMBAYAR HUTANG - AUTHOR: JINADA >><< UPLOAD SETIAP HARI MULAI 1 APRIL SAMPAI TAMAT >><< BACA DI FIZZO 100% GRATIS, TANPA IKLAN, DOWNLOAD ALPLIKASINYA >>
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Kerja Membayar Hutang
RomansWarning Content 21+ Harap Bijak Membaca. Satu bulan lagi Henri harus membayar hutang 800 juta ke bank. Jika tidak, rumahnya akan disita. Istrinya khawatir jika karier suaminya akan memburuk, dicap miskin oleh rekan-rekan pebisnisnya, dan semakin mem...