Gadisnya Ray?

206 49 32
                                    

Dengkuran halus terdengar di telinga Barlie yang sedang bersandar di brankar rumah sakit. Dari habis maghrib hingga sekarang pukul 10 malam, Barlie ditemani oleh sang kakak—Lala yang kini sedang tertidur pulas di sofa dalam ruang inapnya. Mukanya yang terlihat lelah, namun damai untuk masuk ke indra penglihatan.

Barlie memperhatikan setiap sudut wajah sang kakak yang tak pernah absen untuk menemaninya, menjadi tempat curhat baginya, sebagai kunci jawaban, dan selalu ada untuk Barlie.

Ammar Barliestan, adik dari seorang Azalea Starla Calista, yang kini sedang menduduki bangku SMP kelas 2. Kini ia sedang bersandar di brankar rumah sakit, akibat keteledorannya dalam bermain bola. Kakinya terkilir, dan setelah diperiksa dokter sore tadi, ternyata cukup parah. Bukan hanya itu, kepalanya juga sedikit terluka karena benturan, maka dari itu ia dibawa ke rumah sakit oleh pelatihnya. Ayah dan Bundanya masih mengerjakan pekerjaan kantor yang katanya tak bisa untuk  ditinggalkan, jadilah Lala yang menemaninya saat ini.

"Duh kakak gw, cantik amat. Sayangnya freak, pacaran sama buku," monolog Barlie setelah beberapa lama melihat wajah sang kakak.

"Haus, airnya jauh banget ceilah, kaki gw kan lagi mager," Barlie celingak-celinguk memikirkan bagaimana caranya supaya bisa mencapai air yang ada di ujung meja itu.

"Apa bangunin kak Lala aja? Tapi kesian udah pulas,"

"Kak? Kak Lala?" Tak ada sautan apapun membuat Barlie berdecak kesal.

"Aelah, kirain cuman ambis doang, ternyata juga kebo." ucapnya asal.

Barlie berusaha untuk mencapai air yang lumayan jauh jaraknya, mengulurkan tangannya sekuat tenaga untuk menyentuh gelas yang sedikit lagi bisa ia pegang. Tapi tiba-tiba,

BRUKK!!!

"AAAAAAKHHH!!"

"Kak Lala sakiiiiit, kaki gw sakit kakkkkk akhh!" Jeritan Barlie menyadarkan Lala dari tidurnya. Ia tersentak dan langsung saja menuju ke sumber suara, dilihatnya adiknya yang tersungkur di lantai dengan satu tangan memegang kaki, dan tangan lainnya mengepal erat menahan sakit.

"Barlie! Ya ampun, kamu kenapa bisa jatoh?" Lala berhambur ke arah sang adik, membantunya untuk kembali ke atas brankar.

Barlie tak berhenti meringis, kakinya benar-benar terasa sakit. Tangannya meremas erat ulas kasur yang ia tempati, memejamkan matanya erat guna menghalang rasa sakit. Namun itu tak membuat rasa sakitnya hilang, kakinya malah terasa seperti diremas kuat oleh tangan orang yang memiliki tenaga yang ekstra.

Lala panik, ia bingung harus berbuat apa selain menenangkan sang adik yang kini sedang teriak menjadi-jadi karena rasa sakit yang dia rasakan.

"Sakit banget ya dek? Maafin kak Lala yaa, sayang." Lala mengusap lembut kepala Barlie menyalurkan ketenangan, sesekali mengelap peluh sang adik dengan sayang.

Setelah Barlie sedikit tenang, Lala keluar untuk memanggil dokter, kaki Barlie harus segera diperiksa karena sedari awal memang sudah sulit untuk digerakkan.

Aneh memang, seharusnya tak perlu menunggu Barlie tenang untuk memanggil dokter, tapi Lala memang sudah kepalang panik dan tak bisa berfikir jernih. Yang ada dipikirannya ialah, gara-gara ia tidur, adiknya jatuh.

Barlie menarik nafasnya pelan, lalu menghembuskannya. Rasanya sudah tidak sesakit tadi, walaupun hanya berkurang sedikit. Sekarang kakinya benar-benar sakit hanya untuk bergeser.

Lala datang dengan seorang dokter yang akan memeriksa adiknya. Dengan cemas dan banyak doa yang dirapalkannya, ia berdiri di samping sang adik, menggenggam tangannya erat untuk menyemangati.

Pintu ruangan berdenyit, menandakan ada orang yang sedang membuka pintu. Terlihat Ayah dan Bunda dengan cekatan dan cemas menghampiri keduanya, dan Barlie yang masih diperiksa oleh dokter.

Are U Okay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang