Lala terdiam duduk di belakang Ray yang kini sedang mengendarai motornya menuju kediaman Lala. Dari awal keluar gerbang sekolah hingga setengah jalan ini, tak ada pembicaraan di antara mereka, hanya sekedar basa-basi pun tak ada.
"Gila banget gak diajak ngomong, sampe kering nih bibir gw terlalu lama diem," gerutu Lala pelan.
"Ray, lo kenapa mau nganterin gw pulang?" Tanya Lala sedikit menaikkan volume suaranya agar terdengar oleh Ray.
Tak ada jawaban, ini suara Lala yang kurang kenceng, atau Ray aja yang budek?
"Ray, lo denger gak sih?!" Lanjut Lala lagi. Lala membuka suara dan memulai obrolan itu agar ia tak gabut lagi, tapi malah dibuat kesal sama cowo tembok itu yang sama sekali tak menggubris pertanyaan dari Lala.
Bukk!!
"Aw, apasih berisik!"
Lala membelalakkan matanya dan juga ternganga mendengar respon yang Ray berikan tadi. Udah diteriakin dua kali, udah ditonjok juga belakangnya, responnya cuma 3 kata? Fiks sih tembok bernyawa!
"Nyebelin banget sih! Emang gak sakit apa?" Ucap Lala yang menyadari bahwa pukulan yang ia beri ke Ray tadi cukup kuat.
"Gak, tenaga lo gak ada," jawabnya.
Merasa tenaganya diremehkan, Lala langsung saja memukul Ray berkali-kali sampai motor yang mereka kendarai sedikit oleng.
"Mba, kalau berantem sama pacarnya jangan di jalanan, nanti jatoh." ucap Ibu-ibu yang sedang mengendarai motornya di samping mereka berdua, membuat Lala menghentikan kegiatan memukulnya tadi.
Setelah Ibu tadi melaju meninggalkan mereka, Lala terdiam dan masih mencerna perkataan Ibu tadi. Berantem sama pacar? Dih amit-amit cabang bayi!
"Daripada lo sibuk mukulin gw, bagusan pegang tuh helm lo yang kegedean, terbang baru rasa lo," ucap Ray. Lala dengan sigap memegang helm nya yang benar-benar ingin terbang.
"Ini kan helm lo, kepala lo aja yang kegedean!" Ujar Lala kesal.
"Kepala lo yang kekecilan," timpal Ray singkat.
"Jangan baper sama Ibu tadi, Ibu nya freak, sama kayak lo." lanjut Ray lagi.
Lala tak menjawab omongan Ray, sudah terlalu malas untuk meladeni cowo tembok yang ngomongnya irit tapi jika berdebat tak bisa dikalahkan.
Setelah menyusuri setiap jalan untuk menuju rumah Lala, kini keduanya sudah sampai di depan gerbang rumah Lala yang tampak sepi karena memang orang tua Lala sedang bekerja, dan hanya tersisa Adik dan juga pembantunya.
Lala turun dari motor Ray dan hendak membuka helmnya, namun ucapan Ray membuatnya terdiam.
"Gw gak mau tukang ojek yang lo pesen kena imbas keteledoran lo, dan berakhir gak dapet bayaran karena lo lupa sama dompet," ucap Ray membuat Lala dengan segera mengecek dompetnya.
"Dompet gw kemanaaaaa!" teriak Lala panik sambil mencari dompetnya di dalam tas dengan tergesa-gesa.
"Ini," Ray memberikan dompet Lala yang ia temui di sekolah tadi.
"Sama lo?" Tanya Lala heran.
"Lo yang teledor, gw yang nemuin." jawab Ray ketus.
"Terus kalo lo tau, kenapa gak balikin ke gw aja, biar gw bisa bayar tukang ojek!" Lala kesal, tak habis pikir dengan apa yang Ray lakukan.
"Masih mending lo balik sama gw, daripada sama ketos jelek itu," jawaban Ray membuat Lala terdiam kaku. Jawaban seperti apa itu? Bisa-bisanya cowo tembok ini menjelekkan seniornya, ketos pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are U Okay?
Novela Juvenil"Are U Okay, La?" -Ray "I'm not Okay. But it's okay." -Lala Azalea Starla Calista, anak sulung yang selalu mewujudkan semua ekspetasi kedua orang tuanya, dipaksa menjadi kuat, bisa segala hal, dan harus menjadi contoh yang baik buat adiknya. Terlalu...