AMARAH

604 50 14
                                    

Jangan lupa vote sama komen nya, yah, sobat :) 

*** 

Malam ini seisi markas dibuat berantakan oleh Araska. Anak-anak Warlocks hanya bisa menerima segala benda yang mengena tubuh mereka, dari yang kecil bahkan benda besar seperti kursi plastik yang berada di dalam markas.

Arjuna, Alkarel, dan Arnold menatap Araska penuh rasa kasihan. Laki-laki berbadan tegap tersebut tampak kacau semenjak dirinya disuruh untuk bertanggungjawab atas gadis yang merupakan adik kelas mereka.

"ANJING! UDAH GUE BILANG BUKAN GUE YANG HAMILIN ITU CEWEK, SIALAN!"

Araska mengangkat sebuah meja kayu berukuran kecil, lalu membantingnya di hadapan Alkarel, Arjuna, dan Arnold. Mereka sejujurnya terkejut, sekaligus takut. Namun, jika mereka sebagai inti dari Warlocks juga ketakutan, maka apakabar dengan anak-anak warlocks yang lain.

Alkarel dengan cepat mengambil meja kayu yang sudah hampir reot tersebut untuk di sembunyikan. Jika tidak, Araska akan mengambil dan kembali membuangnya ke sembarang arah.

Araska, dengan sikap keras kepalanya. Sangat sulit untuk di kendalikan siapapun. Namun, dengan kedua orang tuanya dia tetaplah anak. Tidak bisa dibantah, Araska sungguh hancur saat ini.

"Arjuna!" panggil Araska sambil melepaskan pakaian seragamnya. Menyisahkan kaos warna hitam bergambar tengkorak di badannya yang kekar dan berotot.

Matanya masih menyalang tajam, kemarahan belum reda saat ini. Dia haus, bukan air. Namun haus untuk menghabisi seseorang. Dia butuh pelampiasan untuk amarahnya.

"Geng siapa yang baru-baru ini ngirim pesan terbuka buat tempur?" tanya Araska sambil melipat lengan baju kaos yang dia kenakan.

"Geng Alzior. Pemimpin mereka, Deano, yang ngirim pesan itu langsung kemarin. Tapi, Ar, bukannya kemarin udah beres masalahnya?" Alkarel tampak hati-hati bertanya.

Araska mengenakan slayer hitam andalannya dan mengikatkannya pada kepala. Matanya menyorot tajam ke arah Alkarel, membuat laki-laki bergigi ginsul tersebut langsung menundukan kepala.

"Maaf, Ar, gue lupa lo ketuanya di sini," ujar Alkarel, menyesal.

Araska mengalihkan pandangganya. Menatap seluruh anggotanya yang saat ini tengah menundukan kepala mereka.

"Pakai jeket kalian masing-masing. Malam ini kalian harus puasin dahaga gue!" perintah Araska yang tidak bisa dibantah siapapun di dalam markas malam ini.

***

Aquella berdiri di depan pintu kamar Araska. Dirinya tampak ragu-ragu untuk masuk. Ini bukanlah kemauanya untuk masuk ke dalam kamar milik Araska. Mama laki-laki itulah yang menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar laki-laki yang katanya akan menjadi suaminya dalam waktu dekat ini.

Sebuah gantungan tengkorak dan stiker Harpy yang menempel di depan pintu kamar Araska membuat Aquella sedikit bergidik. Bahkan dia baru berdiri di depan pintu kamar, tetapi aura menyeramkan seorang Araska sudah terpancar dengan begitu kuat.

Aquella tidak tahu kehidupannya kedepan jika benar-benar menjadi istri Araska. Laki-laki itu pasti setiap hari akan menyiksanya, mencacinya, atau mungkin memukulnya? Aquella, akankah dia sanggup?

Dengan sedikit keberanian, Aquella membuka knop pintu di depannya. Kamar tersebut tampak gelap, namun aroma parfum khas laki-laki itu langsung menyeruak masuk ke indra penciumannya. Tangannya meraba-raba tembok kamar untuk mencari saklar dan akhirnya lampu berukuran besar tersebut menyala.

Aquella tampak tertegun sejenak. Banyak sekali foto gadis yang dia lihat di koridor sekolah kemarin bersama Araska, terpajang di kamar laki-laki itu. Di dinding, lemari pakaian, bahkan di dekat meja belajar semuanya penuh dengan foto Casandra.

ARASKA™ WARLOCKS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang