CHAPTER 1

380 21 0
                                    

Alarm handphoneku membuatku sadar, pagi itu sudah pukul 9 pagi. Dengan sigap aku bersiap untuk memakai pakaian terbaikku, untung saja aku sudah mandi sejak jam 7 pagi tadi. Setelah memakai pakaian kesukaanku –dress casual motif bunga-bunga berwarna kuning dan juga kardigan rajut berwarna hitam- aku duduk menghadap cermin.

Namaku Luna Putri Hinata. Tahun ini aku berumur 28 tahun, sudah sangat matang kata orang tuaku untuk segera menikah. Tak ada hari tanpa mendengar omelan mereka lewat telepon, maklum aku dengan mereka sedang LDR.

Sebagai wanita di usia matang, aku selalu berusaha untuk membentuk diriku menjadi lebih baik dari hari ke hari, dan tentu saja untuk orang lain juga, apalagi orang yang aku sayang.

Ku pandangi diriku dengan wajah tanpa make up. Jika ditanya apa yang paling aku sukai dari penampilanku, adalah rambutku. Sejak dulu aku selalu mempertahankan gaya rambut hitamku panjang, tanpa poni, sesekali belah tengah dan sesekali pula ke belah samping, dan sengaja aku buat sedikit bergelombang di bagian bawah. Aku pun tak begitu pandai mengoles make up di wajahku dan aku memang tak berniat untuk menunjukkan sesuatu yang menor. Aku hanya mengoleskan lipstik mate dan BB cream serta sedikit mengisi alisku yang sudah tebal dengan pensil alis.

Tepat 10.30 aku keluar dari rumah dan berjalan menuju stasiun untuk mengantarku ke tempat tujuan. Matahari tak terlalu terik dan masyarakat Jepang juga sudah memadati stasiun. Sekilas aku melihat dari layar tv sedang mempromosikan pertandingan volleyball persahabatan antara Jepang vs Korea sore ini. Perlahan aku tersenyum manis melihat sang kapten bernomor punggung 14 di layar.

Beberapa lama kemudian, aku tiba di rumah yang bisa dibilang sebagai rumah keduaku. Saat aku membuka pintu sudah terdengar obrolan pasangan suami istri.

"Aku datang"ucapku lalu berjalan ke ruang keluarga.

"Ah Luna, sudah datang rupanya"ujar Ayah Yuki.

Aku tertawa kecil "Yakin tidak mau ikut?"tanyaku pada Tuan Ishikawa.

"Saya akan lebih sibuk menyambutnya di rumah ini"jawab Tuan Ishikawa dengan tawa khasnya.

"Sayangku..." Nyonya Midori Ishikawa datang dari arah dapur. Tampaknya Nyonya Ishikawa ini sedang sibuk membuat masakan kesukaan anak pertamanya. Aku langsung menghampiri Ibu Yuki lalu memeluk dan mencium pipinya. Ini sudah menjadi kebiasan kami berdua. Kami berdua sudah sangat akrab dan Ibu Yuki selalu mengatakan padaku dia adalah Ibuku selama aku tinggal di Jepang "Sudah mau pergi?"tanyanya.

"Hmm, sejam lagi. Aku sengaja datang kesini untuk membantu Ibu"ujarku lalu berjalan menuju dapur.

"Tidak usah"jawab Ibu Yuki mengikutiku dan berusaha untuk mencegahku namun tentu saja aku tak bisa membiarkan Ibu Yuki repot seorang diri.

Tanpa menunggu aba-aba, aku mulai mengupas bawang dan beberapa rempahan yang sudah disiapkan Ibu Ishikawa.

"Bagaimana kabar kak Naomi?"tanyaku.

"Dia baru saja menelpon semalam, dia mengatakan dia baik-baik saja. Dia, suami dan anaknya baik-baik saja. Dia juga mengatakan sangat merindukanmu, Luna. Katanya terima kasih atas hadiah yang kamu kirim ke rumahnya"

Aku tersenyum "Aku juga sangat merindukannya"

Setelah Naomi telah berkeluarga, Naomi mengikuti suaminya untuk tinggal di Osaka. Sesekali Naomi bersama suami dan anak perempuannya akan datang mengunjungi kami di Tokyo.

"Ibu sangat beruntung mengenalmu"ujar Ibu Yuki tersenyum memandangiku yang sedang sibuk.

"Ini sudah hampir ribuan kali aku mendengarnya Bu"

"Bagaimana bisa dia tidak menghubungimu selama seminggu? Jika dia datang sebentar ibu akan memarahinya"

Aku sedikit tersenyum memikirkan putra ibu Ishikawa itu sudah seminggu tak menghubungiku. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu, semenjak pindah ke Italia, Yuki tak leluasa menggunakan handphonenya karena harus training ketat, bahkan dia hanya beberapa kali saja menghubungi orang tuanya dan menitip salam untukku.

After Years With Yuki (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang