12

9 2 0
                                    

"Mir!!" seru seorang gadis berambut hitam panjang dengan wajah cantik sembari mendekati Mir yang sedang makan di kantin kampusnya.

"Hei, ada apa Laura?" tanya Mir sembari menyeret kursi didekatnya untuk tempat duduk Laura.

"Aku ingin membeli baju ditempatmu untuk sepupuku," kata Laura.

"Kau tahu kan kalau butikku itu..."

"Aku tahu," potong Laura, "Sepupuku itu sedikit gemuk."

"Baiklah – baiklah. Tapi jangan lama – lama memilih bajunya, saudaraku dari desa mau datang," kata Mir.

"Iya.. oh iya," Laura mengeluarkan sebuah undangan dari tasnya, "Datang ya ke pesta ulang tahunku,malam minggu."

Mir mengamati undangan itu dan tersenyum menatap Laura, ia sebenarnya tidak percaya diundang ke acara ulang tahun oleh Laura. Laura adalah anak pengusaha kaya raya di ibukota, termasuk dalam daftar sepuluh orang terkaya di negeri ini. Wajar jika Laura selalu berpakaian bagus dan terkadang memakai baju – baju langka yang hanya didesain oleh perancang busana terkenal. Ia juga memilih teman, tidak semua orang bisa mendekatinya walaupun ingin. Berbeda dengan Mir, yang sebetulnya tidak terlalu ingin, namun Laura datang menghampirinya. Mir hanya bersyukur dengan apa yang ia dapat, mendapatkan teman seperti Laura tidak akan terlalu merugikan untuknya.

"Siapa saja yang diundang?" tanya Mir.

"Kebanyakan sih temanku, ada teman ayah juga dan aku mengundang Mike juga," jawab Laura dengan nada kebanggaan diakhir kalimat.

Mata Mir memutar dan mendengus tidak suka. Mendengar nama laki – laki yang sudah dengan sombong merebut Byla darinya, rasanya ia ingin memuntahkan makanan yang baru saja habis ia makan.

"Ada apa?" tanya Laura, "Ada yang salah?"

"Tidak, tidak ada apa – apa," jawab Mir buru – buru.

"Kau harus membawa pasangan ke pesta itu," kata Laura.

"Aku tidak punya pacar untuk diajak," Mir tertawa geli, andai saja ia bisa mengajak Byla.

"Jadi pasanganku saja," Laura memeluk lengan Mir dan mengerlingkan matanya.

"Tapi," Mir gugup didekati oleh Laura dengan tiba – tiba.

"Aku mohon," rengek Laura dengan suara cukup keras, membuat orang – orang yang ada dikantin melihat kepada mereka.

"Baiklah," kata Mir sembari melepas paksa pelukan Laura.

"Terima kasih. Aku akan ke butikmu nanti siang," Laura bangkit dari duduknya dan pergi sambil melambaikan tangannya.

Mir hanya membalas dengan senyuman kakunya. Sembari menebak – nebak siapa wanita yang akan diajak oleh Mike ke pesta dansa itu. Perkiraannya tentu saja seorang artis cantik yang seksi, meski mulut Mike mengatakan cinta, Mir tidak yakin akan kebenaran dalam hatinya.

@@@@@

Kaki Byla sudah merasakan lelah, karena ia paksa untuk berjalan jauh, lama dan tanpa arah. Akhirnya, ia terdampar disebuah pusat pertokoan yang sangat ramai. Matanya menyapu deretan pertokoan yang kebanyakan memajang baju – baju mewah dengan sepatu – sepatu indah, sayangnya semua itu tidak bisa ia pakai karena ukuran badannya.

Perut Byla mulai merasakan lapar. Byla menengok kekanan dan kekiri, ia hanya menemukan restoran – restoran mewah yang sepertinya akan menguras uangnya dengan sekali duduk. Byla hanya bisa mendengus kesal dan melanjutkan perjalanannya. Sekitar lima menit ia melangkah, ia melihat sesuatu yang menganggu pikirannya diseberang jalan tepat didepannya. Merasa tidak mempercayai matanya, ia menggosoknya berulang kali. Tapi toko itu tetap saja disana, dengan sesuatu yang membuatnya kembali kepada masa lalu.

Byla menyebrangi jalan dengan tergesa – gesa, ia tidak memperdulikan meskipun klakson berbunyi dari berbagai arah dan suara umpatan terdengar dari segala penjuru. Byla mengacuhkan semuanya, ia ingin cepat – cepat sampai di toko itu dan ketika sampai didepannya, ia hanya bisa berdiri mematung. Dengan segenap perasaan bahagiannya ia memandangi berbagai macam gaun, kaos, blues, rok celana dalam berbagai gaya dalam ukuran besar. Seseorang telah membuat sebuah butik dalam impiannya dan meski tidak yakin seratus persen ia tahu siapa pemilik butik ini, seseorang yang mengatakan kepadanya akan menunggunya.

"Hei," seseorang mencolek bahu Byla.

Byla menengok dan melihat seorang gadis cantik berdiri disampingnya, gadis itu tersenyum manis kepadanya.

"Sedang apa kau didepan sini?" tanya gadis itu.

"Aku.. hanya..." Byla kebingungan ingin menjawab pertanyaan gadis itu.

"Bisa minggir, kau menghalangi jalanku," kata gadis itu dengan sinis, "Jangan seenaknya berdiri dengan tubuh sebesar ini."

Byla memundurkan tubuhnya ketika gadis itu lewat dengan angkuhnya. Ia memandang gadis itu dari bawah sampai atas, bisa ditebak ia adalah orang kaya dari pakaiannya yang bermerk dan sikapnya yang tidak bermerk.

"Ah tunggu!" seru Byla yang tiba – tiba teringat hal penting yang ingin ia tanyakan.

"Apa?" tanya gadis itu.

"Siapa pemilik butik ini?" Byla balik bertanya.

"Pemilik butik ini adalah kekasihku," jawab gadis itu dengan tegas, "Namanya Mir!"

"Apa?" tanya Byla serasa tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh gadis cantik namun berhati medusa didepannya.

"Kurang jelas, namanya Mir, kekasihku," ulang gadis itu, "Kalau tidak percaya ayo ikut masuk."

Byla melihat gadis itu berjalan masuk kedalam butik, sementara ia masih saja mematung berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Sebuah senyuman penghibur hati yang dipaksakan tergambar diwajah Byla. Ia tidak harus mempercayai ucapan gadis yang baru beberapa menit ia temui dijalanan, meskipun Mir bukan nama yang umum ia yakin pasti masih ada orang lain yang bernama Mir. Tapi, Byla merasa ragu, perasaannya sedari tadi berdenyut tidak menyenangkan. Dengan langkah takut – takut, ia melangkahkan kainya menuju butik kecil itu.

"Selamat datang," sapa seseorang dari dalam, sebuah suara yang dikenal Byla dengan baik.

Mata Byla membesar melihat Mir berdiri tidak jauh dari gadis menyebalkan tadi. Mir juga sama kagetnya dengan Byla, ia melihat Mir tidak sangup berkata apapun dan hanya berdiri ditempatnya.

"Hai, mau beli apa?" tanya gadis itu sambil memeluk lengan Mir dengan luwesnya, seakan – akan itu ia lakukan setiap detiknya dan sukses membuat hati Byla mendidih.

"Hentikan Laura!" hardik Mir.

"Kenapa sih??" rengek Laura, "Kau kan sudah setuju menjadi pasanganku."

Hati Byla bergemuruh, panas dan muak, ia tidak bisa menahan perasaannya lebih lama lagi. Apalagi ketika ia melihat Laura mencium pipi Mir. Byla mengambil seribu langkah pergi dari butik itu, ia berlari meninggalkan Mir. Sempat ia dengar Mir memanggil namanya, tapi setelah itu tidak terdengar lagi, mungkin Mir sudah lelah menunggunya.

@@@@@

"Byla!!" teriak Mir, ia hendak mengejar Byla, namun Laura memegangi tangannya.

"Jangan pergi!" seru Laura.

"Diam kau!!" Mir menghempaskan tubuh Laura yang kemudian tidak sengaja menabrak lemari pakaian.

Suara berisik langsung saja terdengar, Mir kebingungan ketika menyadari Laura jatuh pingsan tidak sadarkan diri.

"Hei! Jangan permainkan aku seperti ini," kata Mir menggoyang – goyangkan tubuh Laura.

Tubuh Laura diam saja, tidak bereaksi apapun. Dengan segera Mir mengambil handphonenya dan memanggil sebuah ambulan.

Mir menyesal telah berbuat kasar, karena sekarang ia tidak bisa mengejar Byla dan menjelaskan semuanya yang itu berarti jarak mereka akan semakin menjauh.

It Is LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang