Keesokan harinya, seperti biasa, Lindu naik mobil jemputan yang disopiri Bang Burhan. Hari ini kebetulan Lindu kena jatah shift pagi. Kawasan Industri yang gersang karena hanya ada pabrik dimana-mana ini membuat udara semakin terasa panas. Hari ini Lindu diperiksa oleh Herman, karena Tutik kebetulan beda shift. Namun Lindu tidak memperhatikan semua itu. Dirinya pasrah saja ketika diperiksa Herman, pun ketika absen, Lindu berjalan layaknya zombie. Bingung, gundah, pasrah, semua melebur menjadi satu. Lindu tidak tahu harus bagaimana.
Kegalauannya semakin memuncak ketika dirinya sudah selesai mandi. Haruskah dirinya memakai wearpack tanpa sempak, demi menyatakan kesetujuannya? Ada mungkin lima menit Lindu mondar-mandir di ruang ganti, hingga Bayu yang sudah memakai wearpack lengkap menegurnya. "Bentar lagi masuk, lho Ndu!"
"Ah, iya, iya."
Lindu mengambil nafas panjang, lalu kemudian memantabkan keputusannya. Dipakainya wearpack tersebut tanpa sempak. Lindu merasakan sensasi geli. Batang kontol dan biji pelernya terasa adem dan gondal-gandul karena tidak ada yang menyangga. Namun lama-kelamaan, Lindu mulai terbiasa dengan sensai ganjil tersebut. Kegalauan yang melandanya pun akhirnya teralihkan ketika dirinya mulai bekerja. Dari memastikan semua mesin berjalan dengan aman, dan target produksi hari ini bisa tercapai. Shiftnya satu jam lagi berakhir ketika Lindu melihat Pak Fajar masuk ke dalam ruang produksi. Dan jujur, melihat wajah Pak Fajar membuat kegalauan yang sempat hilang, kembali melandanya dan menyerang mentalnya lagi. Terlebih ketika Pak Fajar mendekat ke arahnya. Lindu merapatkan kepalan tangannya.
"Jadi gimana?" bisik Pak Fajar dekat telinga Lindu, "sudah mengambil keputusan?" tanyanya lagi sembari mengambil sample hasil produksi. Ditimbangnya, lalu dilihatnya, memastikan jumlah berat bersihnya sesuai yang tertulis di label. Lindu mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Pak Fajar. "Boleh saya lihat?"
Lindu sedikit membelalakan mata, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, "di sini, Pak?" tanyanya ragu.
"Iya, di sini. Sekarang," jawab Pak Fajar singkat, padat dan jelas.
Wearpack yang dipakai oleh Lindu adalah model wearpack seperti kebanyakan. Satu pieces dengan resleting di depan. Resleting tersebut turun hingga daerah selangkangan, dengan tujuan mempermudah ketika dibuka. Lindu menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan Bayu dan Setyo tidak sedang melihat ke arahnya. Begitu juga dengan para teknisi dan operatos mesin. Pelan, Lindu menurunkan resleting depan wearpacknya. Dada bidangnya langsung tersaji dan membuat Pak Fajar menelan ludah. "Sudah, Pak?" tanyanya ketika resleting wearpack yang dia kenakan sudah diturunkan hingga perut.
Pak Fajar hanya tertawa, lalu dengan cepat diturunkannya resleting itu hingga selangkangan Lindu. Tanpa memberi jeda, kedua tangan Pak Fajar lalu menyibakkan wearpack yang dipakai oleh Lindu, hingga terbuka agak lebar. Kedua pentil hitam Lindu adalah hal pertama yang menarik perhatian Pak Fajar, lalu kedua bola matanya turun menelusuri perut sixpack Lindu, dan berakhir di batang kontol Lindu yang masih menggantung lemas. "Hmmm, jembut kamu dikit ya? Kamu cukur?" tanya Pak Fajar lebih ke pertanyaan retoris. Lindu hanya menggeleng, memang dari dulu, dirinya tidak begitu subur rambutnya. Ketiaknya pun hanya berambut tipis, demikian juga dengan rambut kemaluannya. "Biji peler kamu ternyata lebih gede dari batang kontolmu. Tak kira kontolmu yang gede!" komentar Pak Fajar selanjutnya sambil meremas testis Lindu yang memang menggelantung lebih panjang dari batang kontolnya. Pak Fajar lalu menaikan resleting wearpack yang dipakai Lindu kembali namun hanya sampai pusar, "setelah shift kamu berakhir, kamu temui saya lebih dulu sebelum pulang! Dan ini resletingnya jangan dinaikkan!" perintahnya.
link cerita lengkapnya:
https://karyakarsa.com/aginggie/diperas-ii
KAMU SEDANG MEMBACA
DIPERAS
FantasyLindu adalah karyawan baru yang masih masuk masa percobaan. Tetapi ketika masa pengangkatannya menjadi karyawan kontrak tiba, atasannya menggunakan kesempatan itu untuk memeras Lindu.