Lindu Bag. 3 dan 4

1.7K 10 0
                                    

"Bokongnya mulus ya, Pak? Padahal laki-laki," Lindu merasa harga dirinya jatuh bebas, bahkan mungkin sudah tidak tersisa, "rambut di sekitar bibir anusnya juga tipis, kurang laki." Lindu merasakan ada tangan yang membelah kedua pantatnya, kemudian jari-jari halus menyentuh bibir anusnya, mengalirkan sensasi aneh dalam tubuhnya, dan nada perempuan yang merendahkannya hanya karena rambut di tubuhnya tumbuh sedikit membuat Lindu semakin minder, tapi anehnya sange. "Suka dikerok ya Mas, rambut disekitar silitnya?" ternyata itu adalah jari-jari milik Tini.

Lindu hanya bisa berdeham, kemudian diam, menahan rasa malu.

"Dijawab itu, Ndu! Pertanyaan si Tini!" perintah Pak Fajar.

Lindu, lagi-lagi hanya bisa mengambil nafas panjang. Ingin rasanya dirinya ditelan bumi saat ini juga, menghilang, entah kemana. Di belakangnya, Pak Fajar, Perempuan Menor dan Tini mengamati bokong dan lubang boolnya seperti sedang mengamati karya seni mahal. Dibuka lebar, kadang diusap, dan tidak jarang Lindu mendengar bunyi klik kamera. Lubang silitnya difoto! Dan itu membuat Lindu sedikit mual dan risih. "Nggak Mbak. Memang aslinya begitu," jawab Lindu akhirnya.

"Oalah . . . ." Tini bergumam pelan, "jangan-jangan jembutnya juga tipis lagi?" tanya Tini penasaran.

Pak Fajar yang mendengar perkataan Tini langsung membalikkan tubuh Lindu, "nih lihat sendiri," katanya sambil menurunkan thong yang tengah dipakai Lindu. Thong itu tidak diturunkan semuanya, hanya sebatas jembut hingga sedikit pangkal kontol Lindu.

"Wah, beneran tipis yaa!" Tini bergumam pelan sambil mengamati area selangkangan Lindu lebih dekat. Diperhatikan selekat itu membuat Lindu gerah dan muak. "Kalau aku sukanya yang banyak rambutnya gitu!" Tini berkata. Lindu hanya bisa mendesis pelan. Lha terus? Seakan-akan Lindu peduli saja jika Tini menyukai lelaki yang berbulu!

"Kalau aku mah justru suka yang mulus gini," kini giliran perempuan menor tersebut yang berkomentar, "kelihatan bersih!" lanjutnya.

"Kurang laki ah!" Tini masih tidak mau kalah. Kedua tangannya juga masih usil menggerayangi tubuh Lindu. Tangan kiri di dada sementara tangan kanan mengusap-usap perut hampir menyentuh jembutnya yang tipis. Dalam hati Lindu kesal bukan main, kalau memang dirinya bukan tipe Tini, kenapa dari tadi tangannya masih usil menggerayangi tubuhnya? Lindu semakin muak. Lelaki awal dua puluhan itu melirik Pak Fajar, meminta bantuan. Harapan terakhirnya memang berada di tangan Pak Fajar. Lindu bernafas lega ketika Pak Fajar menaikan kembali thong yang dia pakai, lalu menepis tangan centil Tini.

[***]


Cerita Bag. 3 dan 4 sudah tersedia di lynk.id saya.

Terima kasih.

DIPERASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang