04. Yakin khitbah?

434 107 26
                                    

"Adam mbah dukun, sedang ngobatin pasiennya~Ha ha ha ha ha, konon katanya sakitnya karena diguna-gun--, akhh! Sakit bego!" teriak Haikal yang baru saja dilempari sebuah buku oleh Adam.

"Nama gue jangan dibecandain mulu" kesal Adam.

"Kenapa emangnya?"

"Nabi lo, gitu aja nggak tau"

"Dih, itu mah nabi Adam Alaihissalam. Lo mah Adam mbah dukun. Beda jauhh"

"Sama saja, nggak boleh begitu, Kal" sahut Azim yang baru saja masuk ke ruangan.

"Dengerin!" sarkas Adam.

"Ck, bercanda doang. Nggak bisa banget lo diajak bercanda"

Haikal memutarkan bola matanya malas, "Off baperan!," cetusnya.

"Dih!" cibir Adam.

"Gue penasaran, kira-kira siapa kandidat terkuat calon presma besok" ujar Haikal.

"Yang pasti bukan lo, Kal" sahut Adam.

"Dih, nih ya. Kalau aja gue kemarin calonin diri, gue yakin Azim bakalan kalah dari gue" pedenya.

"Mimpi lo" ketus Adam.

"Terus, kenapa kamu nggak jadi calonin, Kal?" tanya Azim yang sedang memeriksa berkas-berkasnya.

"Males, entar jadi rebutan para akhwat dikampus ini. 'Kan capek gue kalo dikejar mulu"

"Yang ada cewek-cewek pada lari kalo lo jadi presma" tutur Adam.

"Nggak mungkin, bestie. Lo liat aja contohnya Azim, yang digilai cewek-cewek disini. Nah, tampang gue 'kan melebihi Azim, jadi pasti lah gue direbutin. Tapi, karena hati gue cuma untuk Hanna seorang, makanya gue nggak mau calonin diri" ujar Haikal panjang lebar.

Adam geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya itu. Memang tidak baik jika kita terlalu percaya diri, karena segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik.

"Masih suka Hanna?" tanya Azim.

"Masih dong, Zim. Crush gue sejak jaman TK dulu, sampai sekarang masih belum tergantikan" ucapnya sambil memungut makanannya yang jatuh ke lantai lalu ia masukkan ke mulutnya kembali.

"Jorok banget sih lo" jijik Adam.

"Sebelum lima menit, Dam. Takut mubazir"

"Kenapa nggak nikahin aja" ucap Azim enteng.

"Ck, lo kira ngajak anak orang nikah sama kayak ngajak orang nonton film apa, Zim" ketus Haikal.

"Lebih bagus begitu bukan? Kalau nonton film sama dia, kamu cuma bisa bareng dia 2 jam aja. Tapi, kalau kamu nikahin dia, kamu bakalan selamanya bersama dia" ujar Azim.

"Ya, bener sih" gumam Haikal yang terdiam mendengar perkataan Azim, "Gue lamar sekarang aja kali, ya?"

"Anjir! Itu namanya lo kebelet" ketus Adam.

"Ya gimana dong, ntar jodoh gue diambil duluan sama orang"

Azim berdiri dari duduknya kemudian mendekati Haikal--Sahabatnya itu.

"Jodoh atau tidaknya kita sama seseorang yang kita sukai, itu semua ada ditangan Allah. Mau sekuat apapun kamu menjaga hubungan sama orang itu, kalau bukan dia yang ada di Lauhul Mahfudz kita, maka itu nggak akan berhasil, Kal. Kalau bukan Allah yang berkehendak" Azim memegang bahu Haikal.

"Saya bukan ingin memaksa kamu untuk segera halalin dia. Tapi, saya mau kamu memantaskan diri, Kal. Kamu beneran udah siap jadi seorang suami? Karena, saat kamu udah berstatus menjadi seorang kepala keluarga, semua beban dan tanggung jawab ada di kamu, Kal. Dan, itu semua juga yang akan menjadi saksi kita kelak diakhirat. Apakah kamu mengemban tugas dengan baik atau tidak sebagai suami" ucap Azim panjang lebar.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang