8. Savior from Hell

6 2 1
                                    

Kamis dalam minggu ini tepat tanggal merah alias libur. Aku manfaatkan waktu ini untuk beres-beres rumah dengan Mama sejak matahari belum terbit. Mama juga tidak kerja hari ini karena majikannya akan pergi berlibur. Jadi, aku dan Mama akan mengisi waktu luang di rumah saja. Kami juga berencana untuk masak bersama, hanya saja, bahannya kurang. Akhirnya aku beli ke mart biasanya.

Dalam perjalanan, aku lewat jalan sempit untuk mempercepat waktu. Biasanya lewat jalan besar tapi harus memutar sedikit. Kalau lewat sini, walaupun sedikit jauh tapi tidak memutar. Di tengah jalan sempit, ada tiga orang dewasa sedang menghajar seseorang. Remaja yang dihajar itu tersungkur dan berusaha menghindari pukulan dan tendangan. Aku pernah di posisi itu, aku segera mendekat dan aktifkan kekuatan.

"Hey! Berhenti!"

Tiga orang tadi langsung berhenti menghajar, mereka menatapku tidak senang.

"Pergi bocah! Ini urusan orang dewasa!"

Ucapan salah satu orang tadi mengingatkan ucapan ayah yang seperti itu. Remaja yang sedikit babak belur itu juga melihatku.

"Tidak perlu menghajarnya 'kan bisa."

"Jangan ikut campur! Dia adalah pencuri barang berharga! Pergi sana!"

Tanpa basa-basi lagi, aku gertak mereka.

"PERGI!"

Tubuh mereka bergetar. Tampak ketakutan dan lari terbirit-birit meninggalkanku dan lelaki ini. Dia kemudian bangkit.

"Kamu tidak apa-apa?"
Tanyaku, dia sedang membereskan jaket.

"Hei, kenapa kau menyelamatkanku? Padahal kau dengar sendiri kalau aku adalah pencuri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, kenapa kau menyelamatkanku? Padahal kau dengar sendiri kalau aku adalah pencuri."

Aku diam sebentar, memang aku dengar dia adalah pencuri.

"Apa alasan itu penting?"
Tanyaku.

"Hah?"

"Aku tidak tahu kenapa kamu mencuri, tapi selama menolong seseorang yang dalam bahaya itu penting, apakah perlu alasan jelas?"

"Hm,"
Laki-laki ini tersenyum. Kemudian memungut plastik kecil di bawahnya. Isinya dua buah pil putih kecil.

"Terima kasih banyak. Kalau begitu, ambil ini."
Katanya sambil menyodorkanku benda yang ia pungut.

"Apa ini?"

"Ini adalah obat mahal, ini bisa menenangkan pikiranmu."

"Tapi, ini milikmu."

"Ambil saja, sebagai terima kasihku padamu. Sampai jumpa."

"H-hey, tunggu!"

Dia pergi begitu saja ke arah sebaliknya. Ini obat apaan ya? Bisa menenangkan pikiran? Nanti malam coba ah, lagipula ini pasti vitamin.

***

Di rumah setelah makan, aku telan satu pil putih tadi. Setelah cukup lama, memang terasa rileks dan fokus. Hanya saja entah kenapa aku refleksku sedikit lamban. Tapi ini memang berfungsi betul, aku merasa tenang.

Hyeongjun, The Dream Corrupter [Book 4] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang