Putus asa

185 19 1
                                    

"Jadi, apa yang kau ingin katakan denganku?" Saat ini Nagisa serta Okuda berada di dalam hutan tak jauh dari tempat mereka berkemah.

Nagisa menatapnya.
Okuda Manami menunduk gugup.

"Na-Nagisa.. aku.. jatuh cinta kepada Karma-kun." Okuda Manami mengakuinya. Nagisa terdiam mencoba mencerna perkataan gadis itu. Dia tertawa kecil.

"Aku juga sudah tahu. Lalu?" Ucap Nagisa tidak yakin.

"Aku akan berjuang untuk mendapatkan cintanya, dan tidak akan mengalah padamu." Ujar Okuda.

Nagisa mengangkat alisnya. Sejak kapan Okuda Manami mengalah padanya? Bukankah dia sudah menang?

"Kau sudah menang sedari awal Okuda-san. Haruskah aku mengingatkanmu lagi kejadian kalian berciuman di atas ranjang? Maafkan aku Okuda-san.. aku tidak ada waktu lagi untuk itu.." Ucap Nagisa sambil membalikkan badannya.

"Tunggu, kau sudah mengingat kejadian saat itu?" Okuda bertanya sedikit terkejut.

"Ya aku sudah mengingatnya." Jawab Nagisa. Semua kenangannya semasa 3 SMP. Dia sudah mendapatkan kembali ingatannya.

"Termasuk mengenai misi?" Okuda memastikan.

Nagisa sedikit heran, untuk apa gadis di depannya membahas mengenai misi itu? Apa gadis itu ingin pamer dapat membuat ramuan serta menghabiskan waktu dengan pemuda berambut merah itu?

"Iya, aku sudah mengingat semuanya Okuda-san. Termasuk saat Bitc- maksudku Irina-san menciumiku. Kenapa?" Nagisa menatap mata violet itu.

Okuda Manami menggeleng, dia mengembalikan topik ke semula, "Tapi kau tidak tahu Kar-"

"Sudahlah Okuda-san." Nagisa memotong perkataan gadis itu, dia berbalik badan, "aku sudah tidak ingin membahas ini lagi."  Ucap Nagisa sambil melangkah pergi meninggalkan gadis itu.

.
.

Seluruh alumni kelas E duduk melingkar mengelilingi api unggun mereka bernyanyi, bercerita bercengkrama.

Malam semakin larut, membuat suasana menginap kian menyenangkan. Untungnya berkat penemuan Itona tidak ada nyamuk yang mendekat meskipun tidak memakai lotion anti nyamuk.

Para gadis sudah masuk ke dalam kelas untuk tidur di sana, sedangkan pria memakai ruang bahasa.

Nagisa memandang langit malam, dia melihat ke arah bulan yang sudah hampir utuh itu. Entah sudah berapa jam dia berada di luar memandang ke arah bulan.

"Nagisa?" Dia menoleh saat namanya dipanggil.

"Akabane-san? Aku kira kau sudah tidur." Tanya Nagisa. Karma menautkan alisnya mendengar perkataan itu. Dia duduk tepat di samping gadis itu. Dia tidak peduli gadis itu memberikannya izin atau tidak.

"Kenapa kau memanggilku Akabane? Ingatanmu belum kembali kah? Seingatku kau memanggilku Karma-kun sejak kita di gedung utama." Tanya Karma.

"Namamu Akabane kan? Ingatanku sudah kembali, jadi kau tidak usah khawatir tentang itu." Nagisa tersenyum.

"Kalau begitu aku minta maaf." Ucap Karma.

"Maaf? Memangnya kamu punya salah denganku?" Nagisa terdiam menatap pria di sebelahnya.

Karma menatap manik biru permata milik gadis itu. Dia menyadari ada sesuatu yang hilang. Binar itu hilang.

"Aku yakin kau paham apa maksudku. Aku serius.. Aku ingin memulai semuanya-" Perkataan Karma terhenti.

"Aku juga serius. Aku tidak ingat apa salahmu, lagipula aku sudah memaafkan mu. Jawab Nagisa.

"Kau tidak bisa memaafkan seseorang bila kau lupa kesalahan orang lain Nagisa. Apa itu artinya kau marah padaku?" Tanya Karma.

What ifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang