3+GOMBAL

9 1 0
                                    

"Tugas CBR, CJR, mini riset, apalagi ya?" Dina mencoba mengingat kembali tugas apa saja yang akan dikumpulkan sewaktu UAS nanti.

"Oh iya, sama tugas Pak Mahdi?!" ujarnya cukup keras.

Saat menulis kan tugas apa saja yang akan dikumpulkan sewaktu UAS di selembar kertas tetiba Dina mengingat sosok yang menolongnya tadi sore.

"Apa itu betulan dia ya?" Dina tampak ragu saat melihat rupa lelaki itu tapi penglihatannya tak mungkin salah. Karena saat itu Dina masih menggunakan kacamata dan belum ada tambahan minus.

"Tapi bagaimana mungkin? Jelas-jelas dia kan udah lama pergi," ujarnya. "Ah?! Udah lupakan aja. Keknya sih cuma mirip doang," sambung Dina tak ingin ambil pusing.

***

"Fauzan?! Ngapai di sini?" Dina sangat terkejut dengan penampakan lelaki itu di rumahnya. Apalagi di Sabtu pagi sekarang ini.

"Ya apalagi? Mau ngantar calon lah?!" perkataan Fauzan dapat membuat jantung Dina berpacu berkali-kali lipat.

Dina tak habis pikir, dengan siapa lelaki itu belajar merangkai kata-kata seperti itu? Semakin hari semakin menjadi saja tingkahnya dan hal itu tidak baik bagi kesehatan jantung Dina.

"Apaan sih Zan?!" Melihat Dina yang salah tingkah membuatnya semakin gencar menggoda gadis itu.

"Ya kan Kamu adalah calon Ibu dari anak-anak ku," godanya dan hal itu berhasil membuat wajah Dina memerah.

"Ini mau sampe kapan di sini? Ntar lagi kamu masuk kampus," sambung Mama Dina yang ntah darimana. Tampaknya wanita itu mendengar dialog antara Dina dan juga Fauzan.

Dina harap Mamanya tidak akan berbuat yang aneh-aneh saat mendengar percakapan mereka tadi.

"Oh iya Tante, kalau gitu kami pamit dulu." Fauzan mencium tangan Mama Dina diikuti Dina.

Dina yang sudah memakai helm segera naik ke kereta agar tidak ditinggal sama Fauzan. Karena pernah kejadian dirinya ditinggal lelaki itu sebab lelaki itu pikir dirinya sudah naik. Sungguh mengesalkan.

"Ah? Apa Zan?" Tetiba lelaki itu mengatakan sesuatu namun tak dapat didengar jelas oleh Dina dan akhirnya Fauzan mengulangi perkataannya.

"Yang?!"

Blush. Wajah Dina kini memerah saat telinganya menangkap suara Fauzan yang memanggil dirinya dengan sebutan 'Yang'.

Fauzan tersenyum saat melihat wajah Dina yang memerah melalui kaca spion keretanya.

"Tadi Aku belum sarapan," sambung Fauzan menyadarkan Dina.

"Kenapa belum sarapan? Ntar sakit loh," omel Dina.

"Cie... Perhatian banget sih," goda Fauzan lagi.

"Ih... Aku serius Zan!" Kesal Dina.

"Cie... Yang mau diseriusin. Ntar ya, kalau aku udah jadi orang, aku bakalan datang ke rumah buat ngelamar kamu."

Lagi dan lagi ucapan lelaki itu berhasil membuat jantung Dina bekerja lebih keras akhir-akhir ini. Dina tak pernah meminta lelaki itu harus berkata seperti itu, tapi lelaki itu yang seenaknya saja melontarkan kata-kata seperti itu.

"Zan?!" Panggil Dina.

"Ya?!"

"Mending kita makan dulu." Mendengar perkataan Dina membuat kening lelaki itu berkerut.

"Kita makan?" Tanya Fauzan memastikan bila pendengarannya tidak salah.

"Iya, kita makan."

"Tapi bukannya nanti kamu bakalan telat?" Fauzan tau, kalau sebentar lagi gadis itu akan masuk jam mata kuliah pertama. Ia tak ingin sampai gadisnya telat dan melewatkan materi di kampus.

"Enggk apa-apa. Soalnya jam pertama nanti ngezoom. Jadinya baru masuk jam sembilan," ucap Dina.

"Kamu nggak boong kan?"

"Enggak, gimana? Mau makan nggak nih?"

Fauzan tau gadis itu tidak pernah berbohong dan apabila gadis itu berbohong dia bukanlah pembohong yang handal. Maka kebohongannya akan terbongkar dengan cepat.

"Ya pasti maulah," jawab Fauzan semangat. Ia tak akan melewatkan kesempatan ini. Kapan lagi dirinya akan sarapan bersama Dina dan hanya berdua saja.

Tak jauh Fauzan melihat kedai lontong dan lelaki itu menghentikan keretanya.

Saat mencari tempat kosong, Dina memesan lontong. "Kau mau lontong atau nasi gurih?"

"Kamu apa?" Raut wajah Dina berubah saat yang ditanya malah nanya balik.

"Aku lontong. Kau?"

"Lontong juga," jawab Fauzan sambil nyengir. Membuat Dina kesal tapi tetap memesan.

Dina duduk di samping lelaki itu. Lalu siapa sangka Fauzan menyuruh Dina pindah tempat duduk dan duduk di hadapannya.

"Kan sama aja loh..." Kesal Dina pasalnya dia hanya ingin sarapan dengan tenang.

"Beda dong, kalau kamu duduk di hadapanku kan aku bisa Mandang wajah kamu," gombal Fauzan.

"Ih... Bisa nggak sih nggak gombal buat sekali aja?" ucap Dina dengan gigi yang sudah merapat.

"Nggak bisa! Lagi pula aku cuma gombal sama kamu doang. Sama yang lain nggak mau dan nggak pernah!" Dina menepuk jidatnya cukup keras membuatnya mengaduh kesakitan.

Dengan suara aduhan, Fauzan segerap mengusap jidat Dina lembut. Membuat gadis itu mematung akibat perlakuan Fauzan.

"Apalah salah mu jidat? Sampe kamu ditepuk sama Tuan mu," dialog Fauzan dengan jidat Dina.

"Ini makanannya Mbak?! Mas?!" Tetiba suara Ibu penjual lontong mengejutkan Dina.

Tanpa menunggu lagi, keduanya memakan lontong pesanan mereka dengan lahap.

Dina yang lagi menikmati lontongnya merasa diperhatikan. Dan benar saja, saat ia mengangkat pandangannya dari piring lelaki yang duduk di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang Dina tak bisa mengartikannya.

"Zan?!" Panggilnya.

"Sssttt... Udah, kamu lanjut makan aja. Aku lagi mandang ciptaan-Nya yang sempurna di hadapanku." Dina tak bisa berkata jika lelaki itu sudah mengeluarkan suara seperti itu.

Dina melanjutkan makannya dengan jantung yang berdegup kencang. Wajah yang ditundukkan ke bawah. Berharap lelaki itu tak dapat mendengar detak jantungnya dan tak dapat melihat warna wajahnya yang memerah.

***

Hai?! Opo kabare? Smoga sehat semua ya...

Pada nunggu nggak nih? Makasih buat yang masih nunggu. Dan maaf buat kalian menunggu :(

MASA KULIAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang