Gadis itu terus mengaduk makanannya tanpa ada niatan untuk memakan pesanannya. Tampaknya ia sedang memiliki masalah.
"Dina?!" Suara barinton itu menyadarkan Dina dan membuatnya menoleh ke sumber suara. "Apa makanannya tidak enak?" Dina menggeleng. "Jadi kenapa kamu tidak memakannya?"
Dina melihat piringnya. Benar. Ia belum memakan makanannya.
"Apa kamu sedang ada masalah?" Dina menggeleng. "Apa kamu tidak nyaman makan bersama saya?" Dina menggeleng keras dan kali ini menjawab pertanyaan pria itu.
"Bukan Pak, hanya saja Saya ada yang sedang saya pikirkan."
"Kalau Saya boleh tau, apa yang sedang kamu pikirkan? Mana tau Saya bisa membantu meringankan pikiran kamu." Dina diam. Saat melihat pria itu, ia tau pria itu benar-benar ingin menampung ceritanya. Tapi, di dalam dirinya menolak untuk bercerita.
Melihat Dina yang diam saja. Ridho pun melanjutkan ucapannya. "Kalau kamu tidak ingin bercerita, tidak apa-apa."
"Ah, tidak Pak. Hanya masalah kampus saja. Tidak ada yang lain." Dina takut pria itu akan tersinggung karena sikapnya. Ntah kenapa Dina hanya tidak ingin berbicara saat ini.
"Kenapa dengan kampus? Ada masalah apa?" Sebenarnya tidak ada masalah di kampus. Dina hanya ingin segera menyelesaikan percakapan itu. Tapi, untuk saat ini ia harus berbohong.
"Saya rasa nilai Saya kurang bagus Pak," sahut Dina yang sebenarnya juga tidak bohong.
Ridho tertawa mendengarnya. "Kalau itu kamu tenang saja. Saya bisa bantu kamu. Kan kamu punya Saya." Dina tertegun mendengar kalimat terakhir pria itu. Bahkan saat mengucapkannya mata lelaki itu tak lepas menatap hangat Dina.
Dina tak tau harus berkata apa. Ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
"Udah nggak usah dipikirin kali. Kamu makan yang banyak ya," ucap Ridho seraya mengusap kepala Dina. Sementara waktu Dina mematung karena perlakuan pria itu.
Ia mencoba menetralkan dirinya. Ia tidak boleh terbawa perasaan.
Ridho, pria itu menatap hangat gadis di hadapannya. Gadis itu dengan lahap memakan makanannya. Tanpa disadari, ia tersenyum menatap gadis itu. Ntah apa yang membuat gadis itu menarik di matanya. Bahkan setelah awal pertemuan mereka, ia tak bisa menghilangkan bayangan gadis itu dari pikirannya.
Dina memakan makananya setengah hati. Ia sangat tidak berselera kali ini. Biasanya bila bersama Fauzan pasti dirinya akan makan sebanyak-banyaknya tak masalah bila lelaki itu menganggapnya orang yang tak pernah diberi makan.
Tiba-tiba Dina teringat Fauzan. Apakah lelaki itu sudah makan? Apakah ia menunggunya di kampus? Kenapa sampai sekarang belum ada telpon atau pesan darinya.
Ridho yang melihat gelagat Dina, langsung memanggil gadis itu. "Kamu kenapa?"
"Saya izin ke toilet sebentar ya, Pak." Ridho mengangguk. Ia tak menaruh curiga sedikitpun pada gadis itu.
Dina bergegas ke toilet. Ingat akan perlakukan bodohnya, ia memukul kepalanya. "Dasar bodoh. Ngapai sih harus nelpon segala. Harus bohong juga."
Dina mengurungkan niatnya, namun di lubuk hatinya ada rasa khawatir terhadap lelaki itu. Untuk menghilangkan rasa itu, Dina segera mengirimkan pesan.
Tapi sayang, pesannya belum juga dibalas setelah 5 menit ia mengirimkan pesan.
"Apa ku telpon aja ya?" Tanpa menunggu lagi, Dina langsung menelpon Fauzan.
Tapi sayang, yang mengangkat Mbak Operator. Rasa was-was mulai menghantui Dina. Berbagai spekulasi mulai bermunculan di pikirannya. Namun segera ia tepis pikiran aneh itu.
"Gak, palingan Fauzan lagi ada kerjaan. Udah ah, ntar ganggu pula." Dina kembali ke mejanya.
Dilihatnya Pria itu tengah bermain ponsel.
"Eh? Udah siap?" Tampak raut terkejut dari Ridho yang tak menyadari kehadiran Dina.
"Sudah Pak." Dina kembali duduk. Ridho menyimpan ponselnya dan menatap gadis itu.
"Habis ini kamu mau kemana?" Diberi pertanyaan seperti itu membuat Dina ingin segera pulang ke rumah. Ia merasa sangat letih.
"Saya mau pulang, Pak." Saat Dina bangkit dari duduknya, Ridho pun ikut bangkit. Dengan spontan Ridho mengutarakan keinginannya kepada Dina.
"Gimana kalau Saya antar pulang?" Dina menggeleng.
"Tidak usah Pak. Ntar ngerepotin Bapak." Pria itu menatap Dina lembut.
"Sekali ini aja." Dengan nada yang begitu lembut siapa yang akan menolak. Bahkan Dina sekali pun. Karena jika dirinya menolak tawaran Pria itu, bisa-bisa nilainya terancam.
"Ya sudah Pak." Ridho tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. Ingin rasanya berteriak sekencang mungkin dan melompat girang. Namun ia masih bisa menahan rasa yang bergejolak di dadanya. Akhirnya ia bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASA KULIAH
Dla nastolatkówUdah banyak khayalan sebelum masuk ke masa kuliah. Ada banyak teman, banyak kating cogan, banyak pelajaran baru. Seribu sayang kalau yang dikhayalkan nggak sesuai. Di sinilah Dina yang sedang menjadi MABA di salah satu kampus di kota Binjai. Melanju...