Badannya terasa sangat lelah. Dina langsung merebahkan diri saat sudah bebersih sesampainya di rumah.
"Ah... Capek banget," keluhnya.
Tiba-tiba saja dia teringat dengan sosok laki-laki yang membantunya saat ban keretanya bocor.
"Apa itu dia? Tapi mana mungkin," gumam Dina.
Tak lama suara ponselnya terdengar. Dina langsung bangun dan mengecek siapa yang menelponnya sore begini.
"Fauzan?" Keningnya berkerut tapi tak urung dia menjawab telpon lelaki itu.
"Halo?! Assalamualaikum. Ada apa Zan?" Sapa Dina lebih dahulu.
"Waalaikumsalam... Nggak ada apa-apa sih. Cuma mau nanya, kamu udah makan?" Pertanyaan singkat namun memiliki berjuta makna.
Dina langsung menjawab sambil tersenyum yang pastinya lelaki itu tidak tau.
"Udah, kau?" Bukannya mendengar sebuah jawaban Dina malah mendengar suara tawa dari sambungan telpon.
"Kenapa ketawa?" Dina bertanya membuat tawa lelaki itu berhenti.
"Kamu lucu ya? Kan udah aku bilang jangan pake aku-kau. Pakai aku-kamu," jelas Fauzan.
"Lupa. Maaf ya?" Dina merasa bersalah dan merasa tidak enak karena sepertinya logatnya tidak bisa diubah.
"Udah nggak apa-apa. Kalau aku belum makan gimana? Mau makan sama?" Dina tau kalau Fauzan hanya bercanda. Jadi, Dina dengan senang hati akan melayani candaan temannya itu.
"Boleh," canda Dina.
"Ya udah aku ke rumah kamu ya, kamu siap-siap!" Dina tau kalau Fauzan hanya bercanda. Mana mungkin laki-laki itu sore begini datang ke rumahnya.
Setelah mengatakan hal itu sambungan telpon terputus. Dina melihat ke arah ponselnya sambil tersenyum.
"Ada-ada aja sih Fauzan itu," ucapnya.
Tampaknya Dina sangat kelelahan sampai akhirnya dia tertidur dengan pulas.
Baru saja semenit Dina merasa senang tiba-tiba suara teriakan menggema di telinganya. Membuat Dina terlonjak kaget.
"Kamu, daritadi Mama banguni nggak bangun juga," repet Mama Dina.
Dina yang belum tersadar hanya menatap Mamanya heran. Ekspresi Dina membuat wanita itu emosi ditambah Dina yang tidak memberikan sedikit reaksi.
"Udah buruan bangun! Itu teman kamu udah nunggu di bawah!" Seingat Dina, dia belum memiliki teman baru di kampus. Bahkan teman SMA nya juga pada sibuk. Jadi teman yang mana yang dimaksud oleh Mamanya?
"Teman? Teman yang mana Ma?"
"Itu Fauzan," jelas wanita itu.
Dina tak percaya dengan jawaban Mamanya. Ia rasa kupingnya harus diperiksa ke dokter THT tampaknya ada sedikit gangguan pendengaran.
Melihat Dina yang belum beranjak dari kasur membuat wanita itu kembali bersuara.
"Udah buruan!" Ucap Mamanya setengah berteriak.
"Iya, iya Ma."
Dengan malas Dina harus bangkit dari kasur berjalan menuju kamar mandi. Mencuci mukanya dan bersiap-siap mengganti pakaiannya.
Setelah dirasa sudah pas, Dina segera menjumpai lelaki itu. Dapat dilihat Dina lelaki itu sudah duduk di sofa dengan penampilan yang tidak pernah diragukan lagi.
"Udah lama?" Suara Dina mengejutkan Fauzan. Hampir saja ponselnya terjatuh kalau tidak ia pegang dengan erat.
"Enggak kok."
"Jadi, kau mau ngapai kemari?" Tanya Dina saat sudah duduk berhadapan.
"Kamu gimana sih? Masa masih muda udah lupa?" Dina tidak mengerti maksud dari perkataan lelaki itu.
Melihat raut wajah bingung dari Dina terpaksa Fauzan menjelaskan perkataannya.
"Tadi bukannya kamu mau makan samaku?" Ternyata penjelasan Fauzan malah membuat Dina semakin bingung.
"Sepertinya kau salah sangka deh. Aku kira kau bercanda Zan," ucap Dina sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Merasa bersalah akan candaannya.
"Aku nggak pernah bercanda apalagi kalau udah menyangkut soal kamu, Din." Tanpa Fauzan sadari jantung gadis itu kini berdegup dua kali lipat.
"ya-ya udah ayo kita makan sekarang. Ntar lagi malam," ucap Dina cepat sebelum lelaki itu menyadari kalau dirinya kini tengah tersipu.
"Ya udah, calon mertua dimana?" Kini lelaki itu mencari keberadaan sang calon mertua.
"Apa sih Zan?! Udah ah, ntar ya biar ku panggil," ucap Dina malu lalu pergi mencari Mamanya.
"Ma?! Aku pamit dulu mau makan bareng Fauzan. Boleh nggak Ma?" Dina selalu meminta izin pada Mamanya bila ingin pergi ke mana saja.
"Ya udah, hati-hati. Jangan lama-lama pulangnya ya," ucap Mama Dina.
Dina kembali dan melihat Fauzan yang masih setia menunggu.
"Bagaimana? Udah bilang sama calon mertua?" Goda Fauzan.
"Udah. Ayo! Kalau enggak, enggak jadi nih!" Ancam Dina.
"Eit... Nggak bisa gitu. Jadi dong! Ayo!" Fauzan merasa takut jika Dina sudah memberi ancaman. Bisa saja ancamannya akan menjadi kenyataan.
Segera Fauzan menarik lengan gadis itu lembut dan menghampiri kereta Fauzan yang sudah terparkir di halaman rumah Dina.
Dina segera naik saat Fauzan sudah siap dengan keretanya. Kendaraan beroda dua itu pun kini melaju dengan santai ke salah satu tempat makan.
Selama di perjalanan Dina sedikit merasa kedinginan, sesekali ia menggosok kedua tangannya. Fauzan yang menyadarinya meraih salah satu tangan Dina dan memasukannya ke dalam kantung jaketnya. Perlakuan Fauzan membuat Dina terkejut.
***
Balik lagi, kali ini dengan kisah mereka berdua.
Udah daftar jadi calon mantu ya? Nggak sabaran banget sih. Kwkwk...

KAMU SEDANG MEMBACA
MASA KULIAH
Teen FictionUdah banyak khayalan sebelum masuk ke masa kuliah. Ada banyak teman, banyak kating cogan, banyak pelajaran baru. Seribu sayang kalau yang dikhayalkan nggak sesuai. Di sinilah Dina yang sedang menjadi MABA di salah satu kampus di kota Binjai. Melanju...