"Bapak itu kenapa ya bilang kayak gitu?" Pikirannya melayang waktu kejadian di kampus.
Tiba-tiba saja Dina takut dengan tindakan yang ia lakukan saat di ruangan dosennya.
"Aduh... Gimana nih? Nanti nilaiku terancam nih, gimana ya?" Dirinya parnok sendiri. "Dasar bodoh! Kenapa diam aja tadi sih? Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Dina memukul-mukul kepalanya menyadari kebodohannya.
Setelah percakapan waktu itu, Dina menyadari perubahan sikap pria itu saat memasuki kelas mereka. Bahkan auranya saja sudah sangat terasa saat pria itu berada di ambang pintu kelas.
"Apalagi nih kok chat ku belum dibalas bapak itu? Semua temanku pada dibalas semua chatannya. Aku kan penasaran sama nilaiku." Sudah lama Dina mengumpulkan tugas melalui Via WA, tapi tak kunjung dibalas. Dibaca pun tidak. Berbeda dengan temannya yang lain.
Saat dirinya berkumpul dengan yang lainnya, mereka sempat membahas nilai dari tugas yang mereka kumpul. Sedangkan dirinya, sampai sekarang tidak tau berapa nilai yang dia dapat.
Setelah curhat dengan Cella tentang masalahnya, Dina pun mendengarkan tanggapan dari temannya itu. "Coba datangi bapak itu, barangkali chatnya tenggelam." Perkataan Cella ada benarnya juga. Cuma Dina sedikit merasa takut untuk menjumpai pria itu. Apalagi jika diingat-ingat kembali kejadian waktu itu.
"Harus nih jumpa bapak itu?" Cella mengangguk. Dina menghela napas kasar. Jika dia tidak menjumpai pria itu maka ia tidak akan pernah tau nilainya.
"Tapi temeni ya?" Cella mengangguk.
Ntah kenapa jantungnya berdegup kencang, apakah karena rasa takutnya? Ataukah rasa yang lain. Yang pasti kini dia dan Cella sudah berada di depan ruang dosen.
Cella menyuruh Dina untuk lebih dulu masuk. Namun gadis itu menatap memohon agar Cella lah yang lebih dulu masuk.
Tak mau lebih lama menunggu, Cella memutuskan untuk masuk lebih dulu. Namun saat tangannya sudah memegang kenop pintu, seseorang memanggil dirinya. Membuat Cella menarik kembali tangannya dari kenop pintu.
Wanita berbaju merah itu meminta bantuan Cella."Bisa bantu Ibu? Tolong Carikan Bang Nazri ya?!"
"Oh iya Bu." Cella meninggalkan Dina. Mencari Bang Nazri yang ntah dimana keberadaannya.
Bu Rabitah juga sudah pergi ke ruangannya setelah meminta bantuan Cella.
"Ayo, jangan takut!" Baru saja dirinya memutar kenop pintu, pintu itu terbuka sendirinya. Membuat Dina terkejut dan mundur beberapa langkah setelah tau siapa pelakunya.
"Pak?!" Sapa Dina. Walaupun dirinya sudah tersenyum tetapi ekspresi pria itu datar menatapnya. Hal itu membuat dia gugup di hadapan pria itu.
"Ada apa?" Suara pria itu menyadarkan Dina.
"Ada yang saya mau tanya Pak." Pria itu melihat arlojinya. Lalu menatap Dina. Tak mau berlama-lama, Dina langsung mengutarakan pertanyaannya. "Nilai saya bagaimana ya Pak?"
Kening pria itu berkerut. Tanpa Dina sadari pertanyaannya barusan membuat aura pria itu berubah.
"Saya lupa. Masuk! Biar Saya cari dulu."
Pria itu kembali masuk ke ruangan diikuti Dina yang berjalan di belakangnya. Tampaknya semua dosen di ruangan itu sedang istirahat karena janya ada mereka berdua di ruangan itu.
Dina duduk berhadapan dengan pria itu. Sedangkan pria itu tengah mencari selembar kertas.
Saat Dina lagi memeriksa sekeliling, suara pria itu menarik perhatian Dina. "Saya kira kamu kemari karena ingin bertemu dengan Saya."
Kening Dina berkerut. Bukannya sudah jelas, alasan kedatangannya kemari untuk menemui pria itu.
"Saya kemari memang ingin bertemu dengan Bapak." Pria itu tertawa kecil. Sangat kecil, tapi Dina masih dapat mendengarnya.
"Bukan itu maksud Saya." Dina semakin bingung dengan perkataan pria itu. "Nah, ini nilai kamu." Pria itu memberikan selembar kertas pada Dina.
"Makasih banyak Pak." Pria itu tersenyum. Namun ada kejanggalan yang ingin dihilangkan dari pikiran Dina. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya tersadarkan oleh suara pria itu.
"Ada apa?"
"Ah? Ada yang ingin saya tanyakan sama Bapak."
"Apa itu?" Pria itu menegapkan badannya dan menatap Dina.
"Kenapa pesan Saya tidak bapak baca? Sedangkan semua teman Saya, bapak balas pesannya dengan cepat." Pria itu tersenyum.
"Ya karena ini."
"Ini? Ini apa Pak?" Ridho menatap kedua mata Dina.
"Karena supaya Saya bisa jumpa sama kamu." Dian mematung di tempat. Mencoba mencerna ucapan dosennya.
"Tapi bukannya kita sudah jumpa di kelas saat bapak mengajar?" Ridho menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Itu hal yang berbeda. Saya hanya ingin berbicara berdua dengan kamu. Seperti sekarang ini." Dina menundukkan pandangannya. Ia tak tau harus berbuat apa sekarang. Apakah dirinya harus pergi lagi? Tapi apakah itu sopan?
Dina yang masih berkutat dengan pikirannya tersadarkan oleh pertanyaan pria itu.
"Apa kamu ada waktu sepulang kampus? Jika tidak, bisakah kamu menemani Saya makan?" Dina bingung harus menjawab apa. Pria itu adalah dosennya untuk beberapa Minggu ke depan. Ia tak mau nilainya terancam dengan keputusan bodohnya. Tetapi di sisi lain, ia juga tidak ingin melukai hati siapa pun.
Dina berharap ada keajaiban sekarang yang bisa membantu dirinya keluar dari masalah ini.
---
Back! Comeback! Yeah....
Alhamdulillah, diputuskan untuk melanjutkan cerita ini.
Semoga bisa Istiqomah ya gais....

KAMU SEDANG MEMBACA
MASA KULIAH
Genç KurguUdah banyak khayalan sebelum masuk ke masa kuliah. Ada banyak teman, banyak kating cogan, banyak pelajaran baru. Seribu sayang kalau yang dikhayalkan nggak sesuai. Di sinilah Dina yang sedang menjadi MABA di salah satu kampus di kota Binjai. Melanju...