4+DOSEN

9 1 0
                                    

Baru memasuki koridor kampus Dina dikejutkan dengan sosok yang tampak tak asing baginya. Ia memicingkan mata sambil memandang wajah yang hanya terlihat sebagian saja.

Lalu saat sosok itu pergi, Dina menggeleng kepala.

"Mungkin aku salah lihat," ucapnya dan berlalu ke kelas.

Ternyata teman-teman kampusnya sudah pada datang terlebih dahulu daripada dia. Tampak dari kelas yang hampir terisi penuh. Salah seorang teman Dina melambai padanya. Gadis itu langsung berjalan ke bangku belakang dan duduk tepat di bangku sebelah temannya itu.

"Udah diabsen?" gadis berkacamata itu menggeleng.

Dina langsung membuka ponselnya dan segera melanjutkan perkuliahan onlinenya.

Tampak seorang wanita tengah menjelaskan materi yang telah dipresentasikan oleh temannya yang lain.

"Jadi? Apakah ada lagi yang ingin bertanya?"  Bu Nana-Dosen Mereke bertanya. Tak ada satu pun yang berniat untuk bertanya.

Mereka hanya menginginkan agar perkuliahan mereka cepat selesai agar mereka dapat pulang cepat. Tak terkecuali Dina.

"Baiklah kalau tidak ada yang ingin bertanya, kita sudahi perkuliahan kita sampai di sini. Assalamualaikum."

Tak lama sosok wanita itu sudah tak muncul di layar ponsel Dina. Mereka bernapas legah dan berdoa Dosen mereka selanjutnya berhalangan untuk hadir.

Siapa sangka, doa mereka dikabulkan.

"Udah, cepat! Panggil Pak Ridho! Suruh dia masuk! Biar cepat pulang kita!" Teriak suara Hilda, salah satu teman Dina yang memang terkenal suka berkoak-koak di kelas.

"Iya betul itu! Kosma! Udah panggil Pak Ridho!" Sahut teman yang lain.

Nadila-si Kosma segera pergi keluar kelas untuk memanggil Dosen statistika mereka.

"Kalau matkul Pak Ridho cepatnya minta ampun, dasar emak-emak," bisik Cella-teman Dina yang duduk di sebelahnya.

Dina hanya tertawa kecil menanggapi unek-unek temannya itu.

Tak lama Kosma mereka kembali dengan seorang pria. Siapa lagi kalau bukan Pak Ridho.

"Assalamualaikum?!" Salam pria itu dan duduk di bangkunya.

"Waalaikumsalam Pak," jawab seisi kelas dengan kompak dan tentunya semangat 45.

"Baiklah, Saya akan mengabsen terlebih dahulu."

"Ade Hernida?!"

"Hadir, Pak!"

"Cella Ayu?!"

"Hadir, Pak!"

"Dina Ratna?!"

"Hadir, Pak!"

"Zahroh?!"

"Hadir, Pak!"

"Baik lah, kemarin Saya sudah memberikan video penjelasan materi kita. Sekarang coba dikerjakan soal yang berada di akhir video. Setelah itu, kalian kumpulkan! Itu sebagai quiz untuk hari ini!" Semuanya saling pandang dan segera mengeluarkan buku.

"Ini nih! Gara-gara mau nengok laki-laki. Jadi kenak semuanya deh!" Omel Cella setengah berbisik tapi masih dapat terdengar oleh Dina.

Dina pun mengerjakan tugas tersebut dengan hati yang senang. Sudah lama tidak berkutat dengan soal matematika membuatnya menggebu-gebu saat mengerjakan tugas tersebut.

"Din?!" Panggil Cella.

"Ya?"

"Ini kek mana? Habis dibagi diapakan lagi?" Dina menggeser bangkunya lebih dekat dengan bangku Cella.

Ia melihat lembar kertas milik Cella dan mencari tau penyebab kebingungan gadis itu.

"Oh ini?! Habis dibagi diakarkan," jawab Dina.

"Oh... Makasih ya Din."

"Sama-sama." Keduanya kini sudah mengerjakan kembali tugas mereka dan Cella sudah tak pusing lagi dengan tugasnya.

"Pak?!" Panggil Hilda. "Itu untuk nomor dua bagaimana Pak jalannya?" Tanya Wanita itu yang mengundang para netizen untuk berkritik atas pertanyaannya.

"Dasar kegatelan. Gitu aja nggak bisa. Udah ada contohnya juga," ketus Cella.

Dina hanya bisa mendengar tanpa memberi komentar dengan pernyataan Cella. Tampaknya temannya itu sangat tidak menyukai Hilda.

"Itu kan sudah diberikan contohnya. Tinggal diganti saja angkanya," jelas Pak Ridho.

"Cella?! Udah selesai?" Tanya Dina saat melihat pulpen temannya itu masih menari-nari di atas lembar kertas.

"Ntar lagi, tunggu ya?" Pinta Cella yang diangguki Dina.

Tak sampai satu abad, keduanya mengumpulkan lembar kertas mereka bersama-sama. Lalu siapa sangka saat Dina mengumpulkan lembar kertasnya, pertanyaan yang keluar dari mulut Dosennya itu membuatnya bertanya-tanya.

"Usia kamu berapa?"

"Ah? Apa Pak?" tanya Dina memastikan. Mungkin saja dirinya salah mendengar.

"Usia kamu berapa?"

"Usia Saya 19 tahun Pak," jawab Dina sopan.

"Oh iya? Saya kira usia kamu 17 tahun. Soalnya wajah kamu masih unyu-unyu gitu," ucap Pak Ridho dengan senyum manisnya.

Dina hanya menanggapinya dengan senyuman singkat lalu kembali ke bangkunya diikuti Cella yang berjalan di belakangnya.

"Unyu-unyu nggak tuh?" Goda Cella saat mereka sudah kembali duduk.

"Apa sih?"

Kebetulan saat pria itu mengucapkan hal itu, Cella masih berdiri di dekat mereka. Jadi tak sengaja dirinya mendengarkan pembicaraan keduanya.

"Apa coba maksud bapak itu? Mudah-mudahan cuma candaan doang," dialog Dina dengan pikirannya sendiri.

***

Udah lama nggak update, nah sekarang udah bawa cerita baru nih.

Gimana dengan part ini? Hayo...
Baper nggak nih?

Makasih buat yang udah stay for waiting my story, gais!!!

Love you all 🖤

MASA KULIAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang