-04-

4K 387 46
                                    

Gak terlalu lama kan Jee gak updatenya:)

Sekarang selamat membacaaaa!!

..

Mark tidak pernah mengingkari janjinya, termasuk pada Haechan sendiri. Seperti saat ini contohnya, sebelumnya ia sudah mengatakan pada Haechan kalau dirinya akan datang kembali keesokkan harinya seorang diri. Di sinilah Mark sekarang, berjongkok sambil menatapi batu nisan yang tertuliskan nama Haechan dengan diam. Setangkai bunga mawar yang ia beli masih berada di tangan kirinya.

"Aku sudah lelah hidup di atur begini Haechan-ah." Katanya mulai membuka suara setelah diam cukup lama, hanya menatapi nama yang selalu tersimpan baik-baik di hatinya.

"Mereka selalu begitu, umurku sudah 35 tahun dan masih di paksa untuk menikah juga. Haechan, apa yang harus aku lakukan agar mereka mengerti bahwa aku tidak mau menikah lagi. Aku tidak mau mempunyai suami atau istri selain dirimu." Mark mengulurkan tangannya untuk memegang nisan tersebut, mengusap pelan menggunakan ibu jari nya.

"Apa menurutmu aku ini egois? Untuk anak kita, untuk diriku sendiri? Alesya memang menginginkan figur seorang ibu dalam hidupnya, tapi apakah Arin tidak cukup?" Mark mendudukkan dirinya juga meletakkan setangkai bunga mawar merah tersebut di dekat nisan.

"Dia sosok ibu yang baik untuk putri kita, tapi bukan berarti dia bisa benar-benar menggantikan posisi itu. Apalagi menggantikan mu menjadi pendamping ku." Mark melepas kacamata hitam miliknya, lalu membuang napas lelah.

"Tadi mereka membahasnya lagi, bahkan di depan putri kecil kita. Maaf aku terbawa emosi, jadi aku tak bisa menahan semuanya. Kamu tahu Haechan, semalam Ale datang ke kamarku, dia datang dengan pandangan yang berkaca-kaca. Awalnya aku tidak tahu apa yang dia tangisi, tapi ternyata dia merindukan mu. Anak itu jarang sekali mau tidur bersamaku, jadi cukup mudah sebenarnya tahu kenapa putri manis kita malam-malam datang dan ingin tidur bersama dengan Daddy nya ini." Mark tersenyum tipis ketika mengingatnya.

Cukup lama Mark diam, entah apa yang laki-laki pemilik nama Mark Adrian Jung itu pikirkan. Ia hanya menatap gundukan tanah yang di tutupi rumput Jepang itu dalam diam

"Kemarin aku sudah memberikan kalung yang kamu pilih waktu itu. Seperti apa kata mu, dia bahagia bisa memakai kalung cantik itu. Dia bilang 'Papi always here, with me'," Mark terkekeh ketika mengingat kembali reaksi yang Alesya berikan semalam. "Dan aku pun berharap seperti itu, kamu selalu ada di sini, bersama kami. Di dunia ini, nyata. Bukan hanya sekedar bandul kalung berbentuk matahari yang di gambarkan sebagai dirimu." Lanjutnya kemudian.

Beberapa menit ke depan Mark melirik jam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya, ia kembali mengulurkan tangan untuk mengusap pelan nisan itu lagi, "dan aku serius soal kamu menjadi yang terakhir, aku berjanji tidak akan menikah lagi. Semoga kali ini semuanya berpihak padaku juga dirimu, karena aku berjanji tidak akan membiarkan siapapun merebut posisi mu Haechan-ah. Kamu satu-satunya." Mark mendekatkan wajahnya pada nisan, lalu mengecup tepat pada tulisan Haechan di sana.

☆☆☆

"Alesya?"

Bocah berumur 7 tahun itu menoleh, senyum lebarnya ia tunjukkan ketika mendapati Jaemin menatapnya dengan senyuman tipis disertai sebuah gelengan kepala.

"What are you doing here?" Jaemin mencolek pelan ujung hidung mungil milik Alesya, menurunkan anak itu dari meja pantry beserta sereal miliknya juga.

"Eat cereal." Tunjuknya pada mangkuk yang bersisi sereal coklat di sana. Jaemin tersenyum lembut lantas mengangguk, "Kenapa tidak panggil Uncle Na, hm? Nanti kalau jatuh bagaimana? Ini tinggi loh." Jaemin dengan pelan bertanya, ia sudah membawa kembali kursi yang Alesya gunakan untuk menjangkau mangkuk yang dia gunakan.

[END] Mark & His DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang