Chapter 1

31.5K 2.3K 122
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Beban bagi seseorang tidak bisa dipukul rata karena akan terasa berbeda dipundak setiap orang — Milan Aldebaran

***

Menjadi anak sulung dikeluarga itu katanya tanggunganya sangat berat, bahkan sering disebut yang paling berat dibanding dengan anak tengah atau anak bungsu. Namun bagi Milan Aldebaran itu tidak sepenuhnya benar maupun salah, sebab beban bagi seseorang tidak bisa disama ratakan, karena jelas akan terasa berbeda dipundak setiap orang.

Persentase seberapa kuat manusia tidak bisa dinilai dari seberapa sulit kehidupan yang sudah berhasil ia lewati.  Karena berat ataupun ringan sebuah beban yang dipikul, seorang manusia yang berhasil bertahan adalah orang pilihan yang pasti hebat dan kuat.

"KAMU DISURUH BIKIN PROPOSAL BEGINI AJA, MASIH PERLU REVISI?!"

"KAMU DI KAMPUS NGAPAIN?! TIDUR? MAIN?" cecar Sarah.

Suara Sarah menghantam gendang telinga Milan dengan tidak ramah. Remaja 20 tahunan dengan kemeja rapih itu duduk tegap dengan kepala menunduk.

"Maaf Bunda, karena ini tugas kelompok. Milan kurang teliti meriksa bagian yang dikerjain sama temen—"

"Alasan!" Potong Sarah mencela. Ia melempar proposal itu tepat mengenai wajah putranya, geram. "Kamu jangan bergantung sama orang lain! Yang teliti dong, kerjain yang bener tugas dari dosen. Ayah kamu, sekolahin kamu tinggi bukan buat jadi orang dungu kaya gini," lanjut Sarah.

"Mau ditaro dimana muka Bunda, kalo kamu gini terus?!" ujar Sarah.

Milan menatap Sarah lembut. "Maafin Milan, Bunda ...." Perkataan itu lolos dengan lirih, ia benar-benar menyesal telah mengecewakan Bundanya itu.

"Cape Bunda denger kamu minta maaf terus, bisa nggak sih, Kak, jangan buat Bunda semakin muak sama kamu?!" Sarah menatap tajam putranya dengan tangan yang disilangkan kedada.

"Buat Bunda bangga aja kamu gak bisa? Apa sih yang Bunda ngga kasih buat pendidikan kamu," gerutu Sarah sembari menggeram tak puas hati.

Milan menelan ludahnya susah payah. "Maafin Milan, ya, udah buat Bunda ngerasa muak. Milan bakal berusaha buat lebih hati-hati dan teliti lagi supaya kesalahan kaya gini ngga keulang."

Bagi Milan sakit rasanya, mendengar semua itu, yang ia inginkan Bundanya memancarkan binar bukan malah merasa muak pada dirinya.

Yah, meski mungkin memang dirinya memang payah.

"Belajar lebih keras lagi, pelajari ulang materi dari dosen. Jangan buat Bunda makin malu punya anak kaya kamu."

Milan mengangguk sopan dan lembut. Tak ada keinginan di hatinya untuk menyela atapun membantah ucapan Bundanya.

"Fisik kamu itu lemah, penyakitan, gampang sakit. Setidaknya jangan keliatan lemah dibidang yang lain, Milan."

"Maaf."

"Kamu ini bisanya cuman nyusahin aja." Sarah menyugarkan rambutnya frustasi sembari beranjak pergi dari ruangan tamu.

Perfect MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang