WXIII-6

22K 1.9K 38
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Sarah mengambil langkah mundur. Ia jelas tahu, siapa wanita yang berada di kamar putra pertamanya. Dadanya bergemuruh, ada sakit yang tiba-tiba hadir.

Hingga sebuah tangan menahan punggungnya dari belakang.

Sarah berbalik, matanya terkunci beberapa saat pada sosok di hadapannya. "Mas Jonathan?" ucap Sarah tanpa sadar.

Jonathan Aldebaran, pria itu tersenyum tipis. Sudah cukup lama ia tidak melihat paras sang istri. "Lama tidak bertemu, ya?" ujarnya.

Sarah mendengus. "Iya, lama kamu engga pulang ke rumah, udah nyaman dengan rumah yang lain?" sarkas Sarah.

"Mungkin?" sahut Jonathan santai. Pria itu mengangkat bahunya acuh.

"Kamu engga masuk ke dalam, hm? Milan mungkin udah sadar, sekarang."

Sarah melipat tangan di dada, arogan. "Bukannya kamu udah nyuruh ibu baru dia, buat ngurus anak penyakit kamu itu?"

Wajah santai Jonathan menghilang. Pria itu maju satu langkah hingga jarak diantara mereka benar-benar tipis.

"Terus, mau ngapain kamu kesini? Mau pura-pura jadi ibu yang baik, di depan saya?"

"Ngapain saya harus keliatan baik di mata kamu, Mas. Aneh banget," sahut Sarah cepat, nada bicaranya naik satu oktaf.

Jonathan menganggukan kepala sembari terkekeh pelan. "Bener juga, ibu tukang pukul kaya kamu. Engga akan pernah jadi baik di mata saya, mau gimanapun juga," ucap Jonathan.

"Jadi lebih baik kamu pulang, karena milan engga butuh ibu seperti kamu!" tekan Jonathan, mengusir.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Sarah tidak tahu kapan ia bertindak dengan hati dan kapan mengambil langkah karena ego. Namun saat menginjakan kakinya di sekolah menengah keatas, salah satu putranya. Sarah tahu ia tengah menggunakan hatinya.

Lelah, Sarah hanya sedang merasakan itu. Kini ia berdiri di koridor, antara ruang guru dan ruang kepala sekolah, menunggu seseorang.

"Bunda?" Pemuda dengan seragam urakan datang dengan nafas memburu. Terlihat sekali bahwa ia baru saja berlari susah payah untuk segera datang kemari.

Sarah memukul bahu putra keduanya, refleks. "Kenapa seragam kamu urakan kaya gini, engga pantes buat anak sekolah!" omel Sarah.

Kenzo hanya membalas dengan senyum kala suara marah sang Bunda menghiasi pendengarannya.

Tangannya segera membenarkan seragam yang sepenuhnya keluar supaya terlihat lebih rapih.

"Maaf Bun, tadi Kenzo kesenangan sampe engga sadar seragamnya jadi berantakan."

Sarah menatap putra keduanya dalam.

"Alesan," jawab Sarah ketus. Meski begitu tangan Sarah terulur membenarkan dasi putranya dengan lembut.

Untuk sesaat Kenzo lupa bagaimana caranya bernafas karena jarak antara ia dan wanita kesayangannya yang begitu dekat. Ingin sekali, dirinya bertindak kurang ajar dengan meminta pelukan.

Hanya itulah yang terlintas dipikiran Kenzo saat ini.

"Kebiasaan, ya, kamu tuh selalu bertindak berlebihan kalo menyangkut Bunda. Bunda engga suka tindakan implusif semacam ini, Ken." Selesai membenarkan dasi, Sarah memperhatikan rambut putranya yang sudah terlihat tidak rapi, potongan rambut itu terlalu panjang untuk anak sekolahan, menurutnya.

Perfect MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang