⋇⋆✦⋆⋇
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️Beberapa hari berlalu, rutinitas Jean selalu sama, kuliah, rapat, pulang, dan begitu seterusnya. Mengeluh seperti tiada guna, toh, dirinya sendiri yang mengambil pilihan tersebut.
Jean memandang kosong laptop di hadapannya. Ia tengah memindahkan catatan-catatan penting pelajaran kuliah dan projectnya ke sana. Namun, pikirannya berada di dimensi lain.
Ucapan Daru tempo lalu membuatnya keheranan, tidak mengerti arah dan maksud ucapannya. “Dia yang manggil, dia juga yang bilang pura-pura gak kenal aja ya. Gimana sih ck” ucap Jean sedikit gusar.
“Ngapain coba disebut duluan itu nama Jean?” tambahnya lagi. Jean menghela nafas. Sudahlah, tidak akan ada habis rasa kesal kalau begini, pikirnya. Ia mengambil air dingin dengan harapan dapat kembali berkonsentrasi dengan tugasnya.
Handphonenya berdering. Ia meraih ponsel disampingnya dan menjawab panggilan tersebut.
“Eum?” sahut Jean kepada yang di seberang.
“Jeeeennn..” balas si penelepon dengan suara agak lirih.
Jean dapat merasakan kesedihan dari bunyi bicaranya.
“Kenapa, Shilla?” tanya Jean khawatir.
“Lo sibuk nggak?” Shilla balas bertanya.
“Lagi nugas, tapi udah mau selesai kok. Lo kenapa?” Jean merasa tugasnya masih bisa dilanjutkan esok hari.
“Bisa ketemu? Gue ke rumah lo deh” Shilla menjawab pertanyaannya sendiri sebelum Jean bersuara.
“Yaudah, gue bilang bunda dulu. Lo kalo otw bilang ya Shil” kata Jean.
Setelah mendapat kepastian dari Shilla, Jean mengakhiri obrolan mereka dan merapihkan kamarnya yang semi-berantakan. Terlalu rapih untuk dibilang berantakan, tapi juga terlalu berantakan untuk dibilang rapih.
Selang hampir satu jam, Shilla akhirnya menampakkan diri di rumah Jean. Memberi salam sebentar kepada bunda, kemudian keduanya melesat masuk ke dalam kamar.
Belum ada 5 menit mereka ada di dalam, Shilla bahkan belum melepaskan jaketnya, matanya sudah dipenuhi dengan air mata. Jean kebingungan, ia memastikan pintu kamarnya terkunci rapat.
“Buka dulu jaket lo, tasnya taro dulu, terus duduk, baru abis itu nangis ya Shil” ucap Jean lembut.
Shilla masih dengan muka muramnya mendengarkan perintah Jean. Setelah selesai, ia akhirnya duduk dan mulai menangis, tanpa suara.
Jean mengambil nafas dalam-dalam, meski kondisinya juga sedang tidak baik, ia akan berusaha menemani Shilla.
Keduanya duduk berdampingan, Jean menepuk-nepuk pelan punggung Shilla yang tengah bergetar melupakan perasaannya.
Tanpa sadar, Jean juga ikut menangis, entah apa alasannya, seolah semua bekas luka dalam hatinya tergores kembali.
Shilla melihat ke arah Jean dan sontak tertawa keras.
“Lah lo kenapa nangis?” kata Shilla setengah terbahak-bahak.
Jean tidak dapat menyembunyikan tawanya.
Shilla tengah dalam pertengkaran hebat dengan kekasihnya, namun masih enggan memberi tahu Jean apa pemicunya.
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
Keesokan harinya, Jean masih menjalani rutinitas seperti biasa layaknya mahasiswa pada umumnya. Berpindah dari kelas ke kelas dan memenuhi buku catatan dengan coretan yang sepertinya ia sendiri kurang mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Completed)
Fanfikceseems like the universe is giving me a second chance, to meet you again. dare to rewrite our love story again? ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ a fictional local story about unfinished relationship between Daru and Jean who finally meet again at Uni after their...