Tujuh tahun yang lalu.
"Halo kenalin nama gue Muhammad Ghaly Teknik Informatika 2015, bisa dipanggil Ghaly gue dari SMA Dharma Bakti Bogor."ujar Ghaly sambil tersenyum dilingkaran.
Dari lima laki-laki yang ada dikelompok gue, entah kenapa dia paling membuat gue tertarik. Jika gue deskripsikan dia, wajahnya tampan semua perempuan di fakultas pasti setuju. Badannya tinggi mungkin lebih dari 175 centimeter. Dan yang paling penting lagi suaranya ganteng. Kalian paham kan maksud gue? Kalau kalian denger suara cowok dan merdu ditelinga entah kenapa gue melabelinya dengan sebutan suara ganteng.
Dia tepat berada di seberang gue. Terlihat bercanda dan asik mengobrol dengan teman perempuannya yang kebetulan berasal dari Bogor juga Megan. Tidak sengaja matanya melirik kearah gue lalu dengan bodohnya gue mencoba membuang muka. Kebiasan buruk gue suka belaga judes didepan seseorang yang buat gue tertarik.
"Oke guys, karena besok kita akan main post to post jadi kalian harus punya yel-yel buat kelompok kalian."
Gue merasa punya kepribadian ganda di circle yang gue gak rasa nyaman. Gue bener-bener merasa cupu, gue bicara ketika ditanya. Gue gak menjadi diri gue yang ceria dan hangat, disini gue merasa diri gue membosankan dan tidak percaya diri. Sementara Ghaly aktif mengutarakan pendapatnya. Bahkan dia memberi kami beberapa ide untuk yel-yel kelompok ospek fakultas.
Siang itu gue dan maba lainnya mengantre untuk mengambil wudhu. Dan gue bisa melihat perempuan yang tidak sholat sudah memakan bekal makan siangnya. Tidak jauh dari sana gue melihat Ghaly dengan Irfan, Irfan ini teman sekolompok gue yang satu jurusan sama Ghaly mereka terlihat segar karena sudah mengambil wudhu. Setelah beres wudhu gue segara menuju lapangan fakultas untuk menunaikan sholat dzuhur. Dan, gue bisa melihat Ghaly menjadi imam sholat saat itu. Maybe i just falling for him.
Setelah kami beres menunaikan sholat, kami diarahkan untuk melakukan FGD dan diberi studi kasus. Kelompok kami dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang pro dan kontra. Dan sangat disayangkan gue dan Ghaly berada dikelompok yang berbeda. Dan gue merasa Ghaly dan Megan seperti dua kartu yang tidak dapat dipisahkan. Lihat deh sekarang aja mereka satu kelompok.
"Jadi nama loe Karanina Anisa? Dipanggilnya nisa apa ica?"ujar Irfan yang sudah berada disebelah gue karena kami satu kelompok.
"Kara panggil gue kara.."ujar gue sambil mencoba tersenyum pada Irfan.
"Oh.. Kara, loe jurusan matematika?"gue menangguk sebagai respon "Wah kita satu gedung dong."ujar Irfan semangat
"Iya deh ya.. lagian gedung Teknik Informatika masih dibangun ya?"
"Iya namanya juga jurusan baru gue angkatan taun ke lima ini di TI.."ujar Irfan.
"Pantesan, by the way makanan di kantin matem kalau kata senior enak-enak tau apalagi tumis tahu singapurnya.."ujar gue, entah kenapa gue nyaman jika bicara dengan Irfan.
"Wah mantap kalau gitu.."ujar Irfan lalu tiba-tiba memanggil Ghaly yang tidak jauh didepan kami "Ghal.. kantin matem mantap katanya.."
"Yang bener fan?"Ghaly menatap irfan sementara gue mentapa Ghaly.
"Ini anak matem yang bilang.. yakan kar?"Irfan menatap gue lalu Ghaly menatap gue. Seketika gue menatap Irfan didepan gue. Gue mengangguk canggung terus menatap Irfan tidak mau menatap orang didepan gue.
"Boleh lah kar rekomendasiin nanti apa aja yang enak terus murah.."ujar Ghaly.
Kar? Dia tau dong nama gue kara. Common kar.. masa gituh doang loe kegeeran. Dia tau lah nama loe orang loe udah perkenalan juga mana nametag segede itu kegantung juga dileher.
"Boleh.. boleh.."jawab gue tanpa menatap wajahnya.
Dan itu adalah percakapan terakhir dua arah antara gue dan Ghaly ketika ospek fakultas. Dan Tuhan kayanya sayang deh sama gue cuman gue nya aja yang gak bisa gunain kesempatan. Gue sering ketemu dia dan Irfan di jurusan awalnya kami masih saling senyum dan sapa. Tapi kalau ada Irfan itupun. Misal nih gue ketemu Ghaly ya gue cuek dan dia pun sama. Mungkin menurut dia gue cuman temen yang gak sengaja sekelompok. Bentar apa masih bisa digolongkan teman?
Terus gue denger dari anak-anak dia jadi ketua angkatan dijurusannya. Dan paling epic dia jadi ketua ospek fakultas waktu kita semester lima. Dan terimakasih sama Irfan dia ngajakin gue buat jadi panitia inti ospek fakultas. Dan akhirnya terpaksa gue terima jabatan itu sebagai kordinator medik. Tapi bego nya gue, memang gue tuh ya. Meskipun Tuhan bahkan Irfan ngasih gue kesempatan buat lebih kenal Ghaly dan menunjukan diri gue yang sesungguhnya gue tetap sama. Masih menjadi pribadi membosankan, gak seru bahkan kaku?
Dan apa yang terjadi? Gue malah makin suka tapi malah makin terkurung dengan rasa itu. Dia selalu ramah dan asik jika berbicara dengan orang lain. Sementara dengan gue? Dia ngobrol seperlunya oke dia pernah anter gue untuk bantu ngajuin permintaan obat-obatan medik ke dekanat. Tapi itu hanya sekedar formalitas dia sebagai ketua.
Disaat orang-orang ngobrol tertawa dan bercanda sama dia. Gue dari jauh hanya bisa menunduk dan tersenyum. Gue masih bisa bercanda dan tertawa kok tapi bukan sama dia. Meski tiap rapat posisi kami tidak pernah jauh. Gue merasakan jarak antara kami. Dan gue selalu mengubur rasa itu. Berharap rasa itu tidak tumbuh subur.
Setelah selesai kepanitiaan ospek fakultas. Gue denger dia mencetak prestasi dibidang akademik. Dia juara pekan mahasiswa di kalimantan dan dapat mendali. Gue yang ipk diatas 3,3 aja bersyukur gak pernah menargetkan untuk juara di suatu kompetisi.
Dan alasan yang buat gue moveon karena dia lulus tiga setengah tahun dan saat itu gue sempat dekat dengan kakak tingkat. Jadi intinya gue sudah bisa melupakan dia karena intensitas kami pun gak sebanyak dulu.
***
Hari ini.
"Untuk fitur terakhir dari sprint empat sampai menu produk, dimana admin dapat input produk mana saja yang dapat di akses provider di aplikasi mobile. Dan untuk stepnya sudah saya jelaskan tadi, sebelum ditutup mungkin ada pertanyaan?"jelas gue panjang lebar.
Hari ini pekan dua untuk end of sprint buat kalian yang kerja di bidang IT khususnya IT konsultan pasti paham. Hari demo dimana kemajuan yang tim developer kerjakan dipresentasikan hari itu kepada klien. Gue bekerja sebagai quality assurance atau QA bertugas menguji software yang teman gue kembangkan sebagai user dan mempresentasikannya kepada klien.
Gue, Mbak Aya sebagai project manager, dan Nura sebagai technical writter pamit undur diri dari ruang meeting yang diadakan di kantor klien. Gue mencek notifikasi di handphone dan gue bisa melihat whatssap dari Lutfan.
Lutfan : Pulang ngopi dulu ya. Ada yang mau gue omongin.
Balas : Siap bos.
Gue sama lutfan udah kenal setahun lebih deh. Jadi dia itu sebenernya lebih senior dari gue. Dia bekerja sebagai front end developer. Dan satu hal yang buat gue dan dia bisa bersahabat apalagi kalau bukan anime. Gue bisa merasakan seseorang mengetuk meja kerja gue. Kebiasaan anak ini memang. Gue menatap orang disebelah gue yang sudah tersenyum manis kearah gue. Gue tersenyum sambil memasukan laptop ke tas punggung gue. Ketika gue memakai tas itu gue bisa merasakan Lutfan menarik resleting agar lebih rapat.
Kami berjalan berdampingan di parkiran. Gue pergi atau pulang kerja selalu numpang dia. Karena kebetulan rumah kami searah dan Lutfan gak keberatan jika kami pulang pergi bersama. Kami berhenti di kafe langganan kami yang tidak jauh dari kantor. Lalu kami duduk di meja favorit kami nomor tujuh belas dilantai dua yang menghadap jendela besar. Kami biasa menikmati pemandangan matahari senja disini kalau gak mendung.
"Jadi mau ngomong apa nih?"tanya gue. Lalu tidak lama pesanan kopi kami sudah datang.
"Janji loe gak marah atau kabur ya?"tanya Lutfan.
"Jangan bilang loe mau nagih bensin karena gue sering banget nebeng?"ujar gue sambil meminum kopi mencoba santai. Sementara Lutfan malah tersenyum manis.
"Gue suka sama loe kar.."
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Jauh
Romance"Kar.. ini loh sahabat gue yang satu kampus sama lo, Ghaly.. satu fakultas kan kalian.."ujar Lutfan mendekati gue dengan seseorang dibelakangnya. Mata gue membulat melihat orang dibelakangnya. Jantung gue berdebar dan gue merasa kupu-kupu berterbang...