Chapter 1: The National Library Incident (i)

8 2 13
                                    




K. Cafe, (still) 25 September

15.00 p.m

Suara gelas berdenting dan bau biji kopi menyeruak memenuhi pancaindera. Lantunan lagu 'Dia' dari MALIQ & D'Essentials samar-samar terdengar karena tertutup dengan banyaknya insan yang bercengkrama. Meja-meja bundar dan sofa beludru maroon pun memenuhi area tersebut, menjadi saksi akan sibuknya K.Cafe pada sore hari ini.

Ramainya K.Cafe tidak membuat Rabel & Keenan absen untuk kesini. Hampir setiap hari keduanya mampir, para barista juga mungkin sudah hafal dengan muka & pesanan mereka berdua. Matcha Latte milik Rabel dan Caramel Macchiato punya Keenan terlihat sudah hampir habis. Blueberry Crepe Cake yang dipesan Rabel juga udah ga terlihat lagi wujudnya, sisa garpu dan piring kecil di meja.

"Udahan belom Ra ngerjain papernya? Lanjut di kos ajalah gue udah capek dari tadi gawe mulu." Keenan akhirnya memulai percakapan setelah keduanya larut dalam keheningan cukup lama karena sibuk dengan tugasnya masing-masing.

"Tunggu, dikit lagi ini tinggal masukin reference," jawab Rabel tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Keenan pun hanya menghela napas pasrah lalu membuka handphone nya untuk... entahlah. Kita tidak perlu membicarakan Keenan terlalu dalam, bukan dia tokoh utamanya.

"Ki, udah nih, cabut ayo," kata Rabel 10 menit setelah percakapan terakhir mereka tadi sambil menyeruput sisa matcha latte-nya serta membereskan barang-barang miliknya. "Langsung ke kos kan Ra?" Tanya Keenan memastikan. Rabel nyengir lebar sambil memandang Keenan dengan bola mata berbinar. Puppy eyes. Itu sih kata orang-orang.

"Ga mempan, kaga mempan gue kata Ra. Masih kangen sama gue apa gimane sih?"

"Najis, pede abis. Hehe, Kinaaan, anterin gue ke Perpusnas dong, gue mau balikin buku, udah tenggatnya nih, hehe." Rabel tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya yang berderet rapi.

"Ga ga ga ga, ogah. Jauh banget Perpusnas," tolak Keenan.

Jarak Perpusnas dan Cafe yang mereka tempati sekarang ini memang jauh. K.Cafe ada di daerah Serpong, sementara Perpusnas terletak di Jakarta Pusat. Wajar saja Keenan menolak.

"Ki.. ayolah Ki. Lu tega biarin gue naik gocar sama abang-abang yang ga gue kenal, nanti kalo gue dibegal gimana? Mau bilang apa lu Ki sama bokap gue" Rabel berkata dengan lebay sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Sialan emang ya lo ngancemnya."

Rabel tertawa ringan. Ia tahu temannya itu tidak akan menolak keinginannya diantar kemana saja. Karena secara orangtua Rabel sudah tahu akan eksistensi Keenan yang mendadak bertambah profesi menjadi supir pribadinya sejak masa orientasi. Kalau Rabel kenapa-kenapa yang dicari pertama, ya Keenan.

"Ck, yaudah ayo" Keenan berdecak. "Tapi nggak gratis ye," katanya sambil nyengir. Si Keenan ini emang anaknya ga mau rugi banget. Mentang-mentang anak rantau, bisa peras temennya itu kapan aja.

"Pamrih bener lo anak siapa sih."

"Bunda Laila lah."

"Bacot, iya nanti gue beliin makanan deh."

"Yaelah, mentahannya dong." Keenan menggoyang-goyangkan alisnya.

"Lu ngelunjak ya."

"HAHAHA, iye ah sensi banget lu kayak masker. Ayo keburu kesorean."

Keduanya pun pergi meninggalkan meja cafe langganan mereka dan berjalan ke arah tempat mobil Keenan diparkir. Keenan membuka pintu belakang mobil & menaruh tote bag beige Rabel yang cukup berat di atas jok. Walaupun bawel, Keenan ini gentleman lho.

Tidak ada percakapan di antara keduanya dalam mobil tersebut. Hanya ada suara Paul Klein, vokalis band LANY terdengar dari speaker yang tercolok ke handphone Rabel. Katakan ia tidak tahu diri. Sudah numpang, nyolong aux lagi. Tapi, si driver itu tidak terlihat keberatan. Presensi keduanya membuat mereka nyaman. But not in THAT way. Memang dua sejoli ini lucu kalau dilihat-lihat. Tidak ada yang menaruh perasaan pada siapapun, hanya dua orang berstatus teman. See? Boys and girls CAN be friends.

SEMPRE AMORE [mark lee x oc]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang