04. Back Street

591 25 0
                                    

Futakuchi , Moniwa
Mon, 07 February

MONIWA MENGHELA NAFAS, dilihatnya rintikkan hujan yang tak juga mereda sejak bel pulang berkumandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



MONIWA MENGHELA NAFAS, dilihatnya rintikkan hujan yang tak juga mereda sejak bel pulang berkumandang. Seluruh murid sudah pulang, ia bahkan sudah menuntaskan pekerjaan rumah yang harusnya dikumpulkan minggu depan demi membunuh waktu, menunggu hujan reda.

Entah sampai kapan Moniwa harus terjebak disini, apa nekat pulang dengan hujan—hujanan saja? Tetapi ini sudah mendekati ujian akhir semester, Moniwa tidak ingin sakit dan ketinggalan pelajaran.

"Sepertinya aku harus lebih sabar."

Kakinya melangkah keluar, berdiri tepat di depan pintu masuk utama sekolah, masih menunggu hujan reda tetapi tidak tau apa yang harus dilakukan lagi didalam. Sekolah yang mulai sepi membuat Moniwa merinding dan lebih baik kedinginan diluar daripada diganggu oleh makhluk astral, pikirnya.

"Moniwa senpai?"
Moniwa menoleh cepat, tubuhnya sudah pasti terjengkang kebelakang jika saja yang dilihatnya bukan sang adik kelas, Futakuchi. "Futa, kau mengejutkanku."

Futakuchi nampak menggaruk belakang kepalanya tidak gatal, ia hanya merasa salah tingkah karena bisa bertemu pujaan hatinya disini. "Kau belum pulang?"

"Aku tidak membawa payung, dan ya kau juga belum pulang Futa?" Moniwa memperhatikan wajah Futakuchi yang dibanjiri keringat yang juga ikut terceplak diseragam yang dikenakannya, disaat hujan begini tetapi kau masih bisa berkeringat itu sangatlah aneh. "Taekwondo, dan ya aku juga tidak membawa payung, jadi..."

Futakuchi menggantungkan kalimatnya sambil menggeser tubuhnya untuk lebih dekat dengan Moniwa. "Jadi?" Lirik Moniwa, waspada. Karena adik kelasnya itu suka sekali menjahilinya, ia harus berhati—hati jika tidak ingin terperangkap jebakannya kelak.

"Boleh kan aku meneduh disini bersamamu?" Astaga kirain mau nanya apa, pikir Moniwa. Moniwa mengangguk, "tentu Futa, kupikir mau menanyakan apa dasar." Aroma aspal yang basah turut menemani kebersamaan mereka di depan pintu.

"Oh, kau ingin aku menanyakan hal lainnya?" Spontan Futakuchi menjulurkan wajahnya ke depan wajah Moniwa yang lebih pendek darinya. Hal itu membuat Moniwa memerah menahan kaget sekaligus malu. Telapak tangannya spontan menjadi tembok kecil yang langsung menghadang wajah Futakuchi.

Mendorong pelan, "kau terlalu dekat!"
Futakuchi tersenyum meski Moniwa tidak dapat melihat, terhalang oleh punggung tangannya sendiri. "Apa aku tidak boleh mendekatimu?"

Moniwa tergemap, wajahnya sudah menoleh sepenuhnya bersitatap dengan manik Futakuchi yang alisnya naik turun menyebalkan. "Maksudmu?!"

'Kawaii.' Futakuchi membatin. Tubuhnya bergerak, mengikis jarak antara tubuhnya dengan pria manis disampingnya. Manik Moniwa melebar namun Futakuchi mengabaikannya.

"Maksudku seperti ini." Tanpa permisi tangannya meraih jari—jari mungil Moniwa dan menggenggamnya erat.

"Futa. . ." Lirih Moniwa yang wajahnya sudah semerah tomat, matanya terpejam dan bibirnya bergetar.
"Ya senpai?"
"Ini masih disekolah."
"Aku tau."

"Jadi.. lepaskan." Pinta Moniwa pelan, hubungan mereka yang belum terpublikasi membuatnya sangat takut jika ada yang melihatnya.

"Tidak mau, biarlah begini. Aku kedinginan, apa aku boleh memelukmu juga?"

Karena Moniwa diam saja jadi Futakuchi menganggapnya sebagai tanda setuju.

E N D

🌬🎈𝗕𝗔𝗟𝗢𝗡 𝗨𝗗𝗔𝗥𝗔 // 🚀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang