Episode 3 - Minum

540 8 0
                                    

"Dad, I want ice cream."

"Ice cream? Of course. You can get any ice cream you want!"

"Yeay, thank you, Dad!"

Pria itu pergi dan kembali dengan membawa es krim untuknya. Anak perempuan tadi yang merengek, menerimanya dan menjadi gembira. Dia dengan senang meraih cone es krim.

"Thank you, Dad! You're my hero!" teriaknya.

"Sure, I am."

Samar - samar, memori yang cukup lama itu hadir. Kenapa juga dia harus merindukannya? Oh ayolah, pria itu jelas sudah membuang dirinya. Untuk apa masih merindukannya?

Lula memalingkan wajahnya. Dia tak bisa terus merindukan masa lalunya. Dia harus bergerak. Dia tak membutuhkan siapun dalam hidupnya. Dia bisa hidup sendiri.

Lula bangkit dan memutuskan untuk pergi. Namun, saat langkahnya bergerak, suara televisi membuatnya terhenti.

"Saya sangat bangga dengan putri saya. Margareth begitu menyayangi saya. Dia putri tunggal, yang sangat saya cintai. Pertunangannya membuat kebahagiaan untuk saya juga, sebagai Ayahnya."

"Apa karena itu, Pak Edhi merogoh miliyaran rupiah untuk pertunangan Margareth sendiri?"

"Tentu. Saya bekerja untuk putri saya. Kebahagiaan Margereth adalah kebahagiaan saya."

Lagi - lagi hati Lula memanas. Berita mengenai pria tua itu bertebaran di sumber mana pun. Dia, sangat membencinya!

Lula segera meraih remote, dan akan mematikan chanel televisi.

Wanita itu sudah akan menekan tombol off, tapi, tiba - tiba saja, sorotan sosok wanita dengan balutan dress putih tersenyum manis.

"Margareth Gladys? Ck!" ujarnya sambil berdecih.

Gladys sangat beruntung. Bolehkan dia iri dengan kehidupan gadis itu?

***

"Berikan aku satu gelas!"

Pelayan bar dengan senang hati menuangkan segelas alkohol lagi untuknya.

Lula cukup muak dengan kehidupannya yang sial. Di satu sisi, dia sangat membenci ayahnya. Tapi, di sisi lain, dia iri dengan kebahagiaan pria itu. Kenapa hidup sungguh tak adil untuknya?

Wanita itu meraih gelas alkohol dan meneguknya. Dengan sekali teguk, isi gelas tersebut tandas tak tersisa. Kepalanya terasa berat perlahan. Lula tertawa, menertawakan dirinya sendiri. Potongan masa lalu masih terus saja menghantui dirinya.

"Kau bukan pahlawan untukku. Aku membencimu. Sangat membencimu. Aku membencimu!!" teriak Lula dengan frustrasi.

Merasa tak kuasa menanggung semua seorang diri, pergi ke bar merupakan pilihan terbaik bagi Lula. Setidaknya, dengan alkohol, dia bisa sedikit mengangkat beban, meski hanya sekejap.

Dari kejauhan, sepasang mata mengamati Lula yang bergumam tidak jelas. Entah kenapa, wanita itu begitu menarik perhatiannya.

"Berikan aku segelas lagi, Paman! Aku— ingin mabuk! Berikan aku, cepat!" Lula mengangkat gelasnya, merengek berharap pelayan bar akan menuangkan kembali alkohol untuknya.

Saat pelayan bar akan kembali menuangkan, sebuah tangan menahannya.

"Hiks... kenapa aku menangis untuk hidupku yang berantakan! Menggelikan."

Setelah mengatakannya, wanita itu tak sadarkan diri, sehingga kepalanya terjatuh begitu saja di meja bar. Jika saja tangan pria itu tak langsung menahan Lula, sudah pasti kepala Lula akan terbentur keras mengenai meja.

HASRAT WANITA KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang