Episode 4 - Menunggu

355 6 1
                                    

"Lula! Stop!"

Baru saja Lula menginjakkan kaki ke dalam apartemennya, seorang wanita dengan rambut pirang berlari menghampirinya.

Napasnya terengah-engah akibat berlari ke arahnya, membuat Lula mengerutkan kening melihatnya.

"Emil? Why are you here?"

Emil, sambil berkacak pinggang, mendesis, "I should be the one asking. Where have you been? Where were you last night?"

"Kamu tahu dari mana kalau semalam aku tidak pulang?" tanyanya penasaran.

"Siapa lagi kalau bukan Pak Rey."

Lula terkejut mendengarnya. Rey mencarinya? Untuk apa?

"Pak Rey?"

"He kept calling last night. Asking where you were. He thought I knew. We don't even live together. It's so weird."

Lula terdiam. Bagaimana atasannya tahu bahwa dia tidak pulang semalam? Dari mana pria itu tahu dan mengapa sampai mencarinya?

Melihat Lula yang melamun, Emil menerobos masuk ke dalam apartemen. Wanita itu langsung menghempaskan dirinya di sofa.

"Gila ya, si Bos semalam nggak tidur. Setiap jam nelepon cuma buat nanya lo udah balik belum. Sumpah, nyebelin!"

Lula berbalik dan mendekati Emil. Sementara itu, Emil melihat Lula yang masih terdiam, semakin gencar melontarkan pertanyaan, "Semalam beneran nggak balik?"

Lula menghela napas, lalu duduk didepan Emil dan menatapnya, "Mabuk," jawabnya singkat. Tak ada penjelasan lebih lanjut darinya. Dia memang tidak ingin berbicara panjang lebar dengan Emil mengenai kejadian semalam.

"Mabuk? Terus, semalam tidur di mana? Jangan bilang ONS sama stranger?"

Lula memutar bola matanya dengan malas, "ONS? Jangan gila deh, Mil. Nggak ada!" bantah Lula.

"Then?" tanyanya sambil menaik-turunkan alis menggoda.

"Seriously, gue memang mabuk. Tapi, gue nggak sampai ONS segala. Semalam pikiran gue kalut, dan lo tahu kan, gue butuh minum. Gue butuh pelampiasan. Akhirnya, gue memutuskan untuk datang ke bar malam itu juga."

Lula menghela napas panjang. Dia kembali menjelaskan, "Malam itu benar-benar di luar kendali. Gue terlalu banyak minum sampai nggak sadar. Karena udah mau pagi dan bar mau tutup, gue yang hangover nggak sadar. Sampai akhirnya ada pria yang nolong bawa gue."

"Nolong atau nolong sih?" tanyanya dengan nada mencecar.

"Ya nolong! Dia bawa gue ke apartemennya. Sialnya, dompet gue jatuh di kamar mandi. Pria itu bilang, dia nggak bisa menemukan identitas gue, Mil. Jadi, nggak ada yang bisa dihubungi untuk ngejemput gue."

Emil terlihat tertarik dengan topik pembicaraan. Dia tersenyum dan mendekat, mencodongkan tubuh ke arah Lula, "Terus, terus? Kalian kenalan nggak?"

"Jangan kan sempat kenalan. Kata asistennya, dia ada urusan mendadak ke luar kota. Jadi, setelah malam itu gue nggak ketemu lagi sama dia. Udah lah, ngapain sih pakai dibahas segala. Capek," dengus Lula.

"Oh shit! Gue udah ngebayangin kayak di film. Cerita kayak gini sering muncul di film-film yang gue tonton," kata Emil sambil mendengus.

"We're in real life. Not in the movies."

"Of course I agree with you. However, fate can make someone's life deviate from the baseline. We don't know anything."

"Up to you. Now, can you leave me? I want to rest."

HASRAT WANITA KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang