"Urgh...." Kepala Sani terus berdenyut, kepalanya sempoyongan. Ingin sekali Sani berteriak, tapi dia tidak ingin membangunkan seluruh warga rumah sakit. Terlebih, dia tidak ingin tinggal di rumah sakit lebih lama lagi. Sudah tiga hari dia di rumah sakit, dokter tidak memperbolehkannya pulang hanya karena masalah si pasien anehnya ini tidak mau makan, sekali dipaksa langsung muntah-muntah tak aturan. Sani menggeram, bukan salahnya dia tidak bisa makan bubur yang baunya busuk karena kutuk.
Kutuk ini memang parasit. Pikirnya marah-marah.
Namun, kalau dipandang-pandang, sebenarnya Sani rindu sekali makan nasi dan lauk pauk seperti biasanya. Ayam goreng yang kulitnya kering dan dagingnya masih panas berpadu dengan nasi putih yang agak keras dan dingin menjadi idam-idamannya sekarang.
Sungguh dia ingin makan makanan enak.
Ah, jangan berpikiran seperti itu. Hanya bisa memperburuk keadaan.
Sani mencoba memikirkan hal-hal lain, namun pikirannya seakan tersendat, ia tidak bisa memikirkan apa-apa lagi. Selama rawat inapnya, hanya teman-teman Sani yang datang, tidak ada keluarga yang berkunjung. Satu-satunya keluarga yang menjenguknya adalah Ligo.
Tapi entah kenapa, adik satu-satunya itu seperti sedang tak ingin bertemu dengannya. Setiap kali dia SMS, selalu dijawab, Aku sibuk kak. Nanti saja aku berkunjungnya ya. Sani selalu menunggu kedatangan Ligo di tiga hari ini, tapi tidak pernah sama sekali Ligo menampakkan wajah di kamarnya.
Dua hari pertama ia khawatir, takut Ligo diculik, takut Ligo ditubruk, dan hal-hal lain. Tapi setelah mendapat balasan SMS dari ibu kostnya bahwa Ligo baik-baik saja, ia menjadi lega, dan dia baru sadar kalau dirinya sedang di rumah sakit, seharusnya jika Ligo memang terkena tabrakan, dia akan diinformasikan segera.
Sani mendesah, perasaan leganya berganti dengan perasaan nyeri.
Mungkin, Ligo sedang marah denganku.
Rasa bersalah menghantamnya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Hantaman rasa bersalah itu terpantul lewat hatinya yang sekeras baja. Memori dari masa lalu terulang lagi, dia masih ingat betul ketika ayahnya yang menunggunya di ruang tamu waktu itu,
***
2 Tahun Yang Lalu
"Sani, terimakasih sudah mempertemukan ayah dengan ibu barumu." Kata ayahnya dengan raut muka bahagia. Sani mengangguk tertawa,
"Aku senang bisa melihat ayah bahagia." Hati Sani tulus kepada ayah, pikirannya pada saat itu adalah ayah dan keluarga barunya akan menjadi sempurna. Sudah lama ia hidup tanpa ibu, apalagi Ligo yang tidak pernah melihat wajah ibunya kecuali dalam foto. Ibu mereka meninggal sehabis ia melahirkan Ligo, maka tak jarang Ligo bertanya tentang rasanya mempunyai seorang ibu.
"Ibu itu seorang yang lembut." Jawab Sani pendek.
"Bagaimana dengan ibu kita yang dulu?" tanya Ligo.
"Dia ibu terbaik di dunia." Jawab Sani dengan tersenyum.
"Dan ibu yang baru ini?"
"Aku yakin dia juga ibu yang baik. Ibu yang menyayangi anak-anaknya dengan penuh kasih." Sani tidak bisa melupakan bagaimana dia menaruh harapan kepada Ligo pada saat itu. Ligo yang polos, yang hanya menanti kasih seorang ibu. Dan Sani membawa ibu tiri itu kepada keluarga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dahulu Kala
FantasíaMenurut dirinya, Sani adalah seorang remaja biasa. Namun pikiran itu pupus ketika dia mengikuti interview di sebuah pekerjaan pariwisata, yang mengatakan dia adalah tokoh cerita rakyat.