Kick Off || Prolog

207 18 46
                                    

•••○•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••○•••

  “Yak! Xavi Anggara berhasil menerobos masuk ke dalam jantung pertahanan lawan, meliuk-liuk dia, melewati satu, dua, tiga pemain.”

  “Sedikit lagi ... shoot!”

  “Dan ... gol!”

  Komentator sepak bola yang menerangkan jalannya pertandingan lewat siaran televisi itu meneriakkan kata “gol”, ketika salah satu pemain berhasil mencetak gol di menit ke lima puluh enam. Setelah sebelumnya hanya saling adu serang tanpa ada gol yang tercipta. Para suporter yang menonton dari atas tribune turut bersorak-sorai meneriakkan kata “gol”. Namun tidak semua suporter, hanya suporter dari Kesebelasan Biru saja yang sangat senang dengan terciptanya gol cantik dari seorang pemain kebanggaan mereka. Sedangkan, suporter dari rival mendesah kecewa atas gol yang melesak masuk ke arah gawang tim mereka tanpa rasa sungkan.

  “What a goal, Xavi Anggara! Cantik sekali gol yang tercipta dari tendangan LDR dengan kaki kirinya,” puji seorang komentator dengan istilah kocak miliknya.

  Xavi Anggara, seorang pemain yang telah menciptakan gol di menit ke lima puluh enam itu tampak berlari ke arah tepi lapangan dekat dengan tribune suporter rivalnya. Lalu pria itu melenggokkan tubuhnya untuk merayakan gol yang telah ia ciptakan di hadapan mereka. Hal itu tentu menuai sedikit kericuhan, karena para suporter rival yang tidak terima langsung melempari pria itu dengan botol minuman kosong, kertas, dan barang lain yang beratnya lebih ringan sehingga tidak menimbulkan cedera yang serius.

  Mungkin mereka merasa Xavi Anggara—yang sering dipanggil Xavi di dalam lapangan itu, tengah mengejek mereka. Tapi entah niat pria itu mengejek atau sekadar menari untuk merayakan golnya ‘di posisi yang salah’, perlu diketahui bahwa Xavi merupakan sosok pesepak bola yang cukup menyebalkan di dalam maupun di luar lapangan.

   Pertandingan bergulir kembali setelah insiden tidak enak beberapa menit lalu. Kedua kesebelasan mulai beradu teknik yang diterapkan oleh pelatih masing-masing. Lautan manusia yang memenuhi tribune semakin bersorak menyanyikan yel-yel demi menyemangati kesebelasan kebanggaan mereka. Suasana pertandingan mulai memanas.

⚽️🧤🏅🏆


  Beberapa pernyataan Xavi Anggara dalam wawancara setelah pertandingan panas antara kesebelasan biru melawan kesebelasan putih.

  Xavi Anggara : “Malam ini adalah pertandingan yang sangat luar biasa bagi saya, kami tentu sangat bekerja keras untuk meraih kemenangan." (Jawaban Xavi saat dimintai pendapat tentang pertandingan hari ini.)

  Xavi Anggara : “Tentu saja saya tidak akan bisa mencetak gol tunggal ini, jika tidak dibantu rekan satu tim. Oh ya, saya ingin berterima kasih pada Jawir yang telah memberikan assist kepada saya sehingga gol itu tercipta. Love You Full, Jawir! Hahaha ....” (Semua wartawan tertawa ketika Xavi melontarkan candaan yang sebenarnya terdengar mengerikan bagi Jauzan, teman se-timnya yang akrab disapa Jawir.)

  Xavi Anggara : “Tapi saya rasa kami belum sepenuhnya bermain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelatih. Masih ada kekurangan di beberapa lini, tapi ke depannya kami akan berusaha lebih baik.” (Ungkap Xavi ketika ditanya apa ia puas dengan pertandingan malam ini.)

  Xavi Anggara : “Oke, mungkin cukup sampai di sini Anda semua mewawancarai orang ganteng seperti saya. Astaga, jujur kaki saya pegal terus berdiri setelah sembilan puluh menit penuh berlari-larian mengejar bola. Tentu lebih melelahkan mengejar seorang gadis yang tidak peka, hahaha ....” (Lawakan berikutnya kembali dilontarkan Xavi, membuat suasana wawancara berubah tidak seperti biasanya.)

⚽️🧤🏅🏆

  Pertandingan telah usai setengah jam yang lalu, hanya sedikit orang yang masih ada di tribune penonton. Termasuk seorang pria yang mengenakan topi dan kacamata hitam untuk menutupi identitasnya. Pria itu menatap lurus ke arah kerumunan wartawan yang tengah mewawancarai salah satu pemain bola.

  “Boleh wawancara sebentar?”

  Seseorang yang tidak diketahui kapan datangnya itu sedikit membuatnya terkejut. Tentu saja itu membuatnya terkejut, karena ia telah berdandan sedemikian rupa agar tidak seorang pun termasuk wartawan tahu keberadaannya. Jika hal itu terjadi, tentu akan timbul berita aneh tentangnya. Seperti, “Seorang rival abadi Xavi Anggara terciduk tengah menonton pertandingannya kontra Kesebelasan Putih, sedang memata-matai?It’s not funny!

  “Dari mana kamu tahu aku ada di sini ..., Djenar?” tanya pria itu melihat sekilas ke arahnya. Setidaknya ia cukup lega karena yang datang ternyata sahabatnya sendiri. Walaupun gadis yang ada di hadapannya adalah seorang jurnalis, ia yakin gadis yang akrab disapa Djenar ini tidak akan menulis berita yang macam-macam tentangnya.

  “Hoddie yang kamu kenakan membuatku dengan mudah mengenalimu,” ujar gadis itu menaikkan sebelah alisnya.

  Pria yang ada di hadapannya hanya tersenyum miring sambil menatap ke arahnya. “Kenapa tidak mewawancarai dia saja?” tanya pria itu kemudian, pandangannya kembali ke arah tepi lapangan yang masih menampilkan pemandangan sama. Rivalnya yang tengah menikmati wawancara.

  “Sudah, sekarang aku ingin mewawancaraimu.” Gadis itu langsung menyodorkan alat perekam suara setelah berbicara demikian. “Jadi ... apa yang sedang kamu lakukan di sini, Mason Haedar? Menonton rivalmu, hem?” tanya gadis itu dengan tatapan yang cukup menyebalkan di mata Mason Haedar.

  “Menonton, huh?” Mason berdiri dari duduknya sambil merapatkan tudung hoodie jumper yang ia kenakan. “Sebenarnya aku ingin berkencan dengan kekasihku. Tapi karena dia berdandan cukup lama, akhirnya aku mampir ke sini sebentar.”

  Pria itu membungkukkan tubuhnya ke arah Djenar, lalu berkata, “Jangan menulis berita macam-macam tentang keberadaanku di sini oke, sahabatku?” Tangan Mason terangkat untuk mengacak rambut Djenar sekilas setelah menekankan kata terakhirnya.

  “Jangan pulang larut malam, ibumu pasti mencemaskanmu,” ujar Mason untuk yang terakhir sambil melempar senyum manisnya, sebelum benar-benar meninggalkan tribune.

  Sedangkan, Djenar hanya menghela napas menatap kepergian sahabatnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah mengapa akhir-akhir ini pria itu mencoba menghindarinya. Atau hanya perasaannya saja? Entahlah. Sudah cukup merenung, gadis itu menekan tombol pause pada alat perekamnya yang belum sempat ia matikan. Setelah itu pergi.

•••○•••

Udah kebayang ceritanya bakal seperti apa?

Kalau belum, wajib baca "Babak Pertama" sih!

OFFSIDE [Full Time||End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang