Chapter 3 : Their Daily Life

12 7 0
                                    

Perih.

Soora sedang berada di depan cermin dengan beberapa luka lebam di bagian wajah. Dia meringis, sedang menyentuh-nyentuhkan kapas beralkohol di area yang lebam itu. Sesekali, dia merintih karena tak kuat menahan sakit.

"Dasar orang-orang kurang pekerjaan. Apa mereka tidak bosan mengikutiku terus? Aw! Aish, perih sekali."

Soora mendumal seorang diri hingga kegiatannya selesai. Perempuan itu pun merapikan kapas dan botol alkohol di kotak P3K, lalu meminum obat pereda nyeri.

"Sekarang apa?"

Saat ini, Soora sedang berada di dalam kamar salah satu unit Ahyeon Apartement, Kangnam. Dia telah memiliki unit itu sejak lama, dengan tagihan lain-lain—listrik, air, layanan A, B, dan lain-lain—sekitar lima ratus ribu won per bulan. Ada satu kamar, satu kamar mandi, satu dapur, dan serba satu yang lain. Suasana di sana terbilang klasik karena lampu-lampu berwarna sedikit kekuningan dan benda-benda terbuat dari kayu.

Soora mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu meraih dan membuka tas. Tidak sengaja, dia menemukan tiga lembar uang yang diberi Kyungsoo tadi. "Astaga, kenapa juga tadi aku meminta kembalian? Kalau begini aku malah masih berutang kepadanya."

Soora beralih melihat kalender yang sejurus di depannya. Dia melihat angka dua belas, angka yang menunjukkan tanggal hari ini. Yang berarti, besok adalah tanggal tiga belas, waktu di mana dia harus membayar tagihan listrik, air, dan sebagainya.

"Hss," desisnya kesal.

Soora segera meletakkan uang, lantas mematikan semua sakelar agar hemat. Perempuan itu menyisakan lampu tidur di samping ranjang yang saat ini sedang dia naiki. Dia berbaring, menarik selimut, lalu mulai memejamkan mata. Namun, tiba-tiba, deringan ponsel di dalam tas terdengar, membuat Soora kembali membuka mata, duduk, menggeledah tas dan mencari ponsel, kemudian mengeceknya.

"Bu Jung Joo?"

🌿

Sebuah pintu baru saja dibuka.

Kyungsoo baru saja sampai di rumah. Dia melepas sepatu dan kaus kaki, lalu berjalan mendekati sofa, bersandar di sana sambil memejamkan mata. Beberapa saat lalu, setelah makan bersama Soora, laki-laki itu kembali mencari pekerjaan karena Byun's Florist belum buka dan masih berduka. Namun, sayang sekali, hari ini bukan hari yang baik baginya.

Kyungsoo merogoh saku jas bagian dalam ketika merasa ponsel di dalam sana bergetar. Didapatinya, sebuah panggilan dari sosok yang belakangan ini sering dia maki-maki. Kyungsoo pun mengangkat panggilan tersebut, lalu mendekatkan ponsel ke telinga.

"Sepertinya kartumu sudah ketemu, Pengacara Do."

Mendengar itu, Kyungsoo tertawa kecil. Dia menyalakan loudspeaker, lalu meletakkan gawai di meja. "Apa aku sebegitu meresahkan bagimu? Bahkan ... kau sampai memata-mataiku," balasnya sembari bersandar pada sofa.

Terdengar tawa lepas dari seberang sana. "Kyungsoo-ya, keponakanku, apa yang akan aku katakan setelah ini, mungkin adalah harta karun untukmu."

Kyungsoo mengernyit. "Maksudmu?"

"Aku ingin, kau memegang kasus itu sampai benar-benar selesai. Temukan orang yang telah membunuh Byun Baek-guk. Kau bisa meminta bantuan polisi, detektif, atau siapa pun."

Kyungsoo tertawa kecil. "Kenapa aku harus?"

"Kalau kau berhasil menemukan pembunuhnya, beserta bukti-buktinya, kau akan kembali mendapatkan pekerjaanmu. Kau juga akan dapat tambahan angka nol di rekeningmu."

Kyungsoo terdiam. Imbalan itu terdengar amat menarik. Namun, dia tidak mengerti. Sejak mendengar kata harta karun, Kyungsoo sudah bingung, apalagi saat mendengar permintaan sang paman yang jelas bisa diperintahkan kepada siapa saja.

I Don't Need a LawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang