Cerah.
Langit dan awan sedang terang. Semalam salju juga tidak turun. Saat ini, Soora sudah keluar dari mobil merah Chanyeol. Perempuan itu tampak merapikan rambut dan mantel sembari memandangi gedung bertuliskan Miracle Psyciatric Hospital di depan sana. Dia menghela napas yakin, lantas berjalan dengan keberanian yang dipaksa.
Di sepanjang area halaman, Soora bisa melihat beberapa pasien serta perawat. Beberapa dari mereka mengobrol santai dan berjalan-jalan. Beberapa lagi asyik tertawa. Ada juga yang sedang makan, main, dan masih banyak lagi. Bahkan, ada yang duduk di kursi roda. Ada juga yang hanya menyendiri.
Soora sedikit takut melihat mereka. Ada rasa kasihan dan cemas kalau dia tidak bisa menghadapi mereka nanti. Namun, tidak ada pilihan lain untuk saat ini. Rasanya, semua tempat di Keoul sudah pernah dia jajaki untuk kerja. Jadi, jika ada tempat yang mau menerima, itu adalah sebuah keberuntungan. Soora tentu tak mau menyia-nyiakan.
Tak terasa, kini Soora sudah memasuki lobi dan berdiri di dekat meja resepsionis. Perempuan itu mengatakan bahwa dia adalah perawat baru dan petugas di sana langsung paham. Dia langsung diberi seragam perawat dan ditunjukkan arah menuju ruang khusus perawat.
Soora pun berterima kasih, lalu berjalan menuju ruangan itu. Tidak ada terlalu banyak orang di sana, karena kebanyakan sedang bertugas dan mandi. Soora disambut hangat, kemudian diarahkan ke ruang ganti dekat jajaran bilik kamar mandi yang penuh. Tidak banyak yang tahu, tetapi perawat di sini memang ada yang menginap.
Setelah berganti baju, Soora diajak berkeliling oleh salah satu perawat. Dia ditunjukkan beberapa lokasi penting, seperti tempat para pasien menjalani terapi, tempat berolahraga, dan lain-lain. Dia juga diberi tahu mengenai program-program yang dimiliki tempat ini.
Ketika matahari mulai tinggi, Soora diberi tugas mengirim obat dan camilan ke beberapa pasien di kamar masing-masing. Soora melakukan dengan perasaan tenang. Sejak sampai di sini, dia sudah merasa senang karena mendapat respons yang baik, bahkan terbilang mengejutkan baginya.
Setelah melaksanakan tugas pertama, Soora pun kembali ke ruang perawat. Dia mengambil segelas air, kemudian minum sambil duduk di salah satu sofa. Pikirnya, bekerja di rumah sakit jiwa tidak buruk, tidak seperti ucapan Chanyeol kemarin.
Zombie? Dasar sotoy!
"Soora-ssi?"
Mendengar itu, Soora segera menengok ke arah pintu, ke arah seorang dokter rupawan berjas putih yang dia duga telah memanggil namanya. Soora pun berdiri, lalu tersenyum manis.
"Ya, Bu Dokter? Kau memanggilku?"
Dokter itu berjalan masuk, membuat Soora ikut berjalan mendekat. Dia mengulurkan tangan sembari tersenyum cantik. "Namaku Lee Jira."
Soora membalas uluran itu. "Eun Soora, Dokter Lee."
"Kau perawat baru di sini, 'kan? Bisa ikut aku? Ada pasien yang harus aku periksa sebelum waktu makan siang."
Mendengar permintaan tersebut, Soora seketika tampak antusias. Dia tersenyum senang. Deret gigi pun sampai terlihat. "Tentu!" balasnya, penuh semangat. "Aku bisa ikut denganmu, Dokter Lee."
"Baiklah, ayo!" ajak Jira, ikut bersemangat.
Kedunya segera keluar dari ruang perawat setelah Soora meletakkan gelas. Dua perempuan tersebut sedikit mengobrol di perjalanan; membicarakan bagaimana pasien-pasien di sini, tempat tinggal, sampai status. Rupanya, Jira adalah tipe orang yang mudah bergaul. Namun, saat sudah akan masuk ke salah satu ruangan, terdengar panggilan cukup keras dari belakang.
"Eun Soora!"
Soora dan Jira menengok ke belakang secara bersamaan. Tidak ada raut mengerti dari keduanya. Mereka heran, karena yang bersuara adalah seorang laki-laki bermasker.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Need a Lawyer
FanfictionEun Soora adalah orang yang mungkin mencetak rekor terbanyak dalam hal dipecat. Dia pemarah, dan sok bisa melakukan segalanya seorang diri. Suatu hari, Soora terjebak dalam kasus kematian adik dari seorang model majalah. Namun, begitu pertolongan be...