Redup.
Terang langit pada pukul sepuluh pagi kali ini tidak terlalu menyilaukan. Mungkin tidak ada yang kepanasan di luar sana. Selain memang musim dingin, matahari pun tak terlalu bersinar terang. Restoran mini ini saja masih menyalakan lampu.
"Jadi, kenapa kau ditangkap lagi?" tanya Kyungsoo, yang menduduki kursi di depan Soora. Mereka sudah memesan dan saat ini berada di meja dekat dinding kaca besar, dengan Soora yang memandang ke arah luar.
"Bukan urusanmu," jawab Soora tanpa menoleh.
"Apa ada pengacara yang membebaskanmu?"
"Mereka tak punya bukti. Untuk apa aku terus di sana?"
"Apa kasus yang kemarin?"
"Hm."
Kyungsoo mengangguk-angguk. Jujur, dia sedikit merasa janggal dengan Soora sejak diminta menyelidiki kasus ini oleh sang paman. Namun, laki-laki itu memilih tidak peduli, memilih untuk menganggap Soora tidak bersalah atau memiliki sangkut paut, terlebih setelah melihat rekam perjalanan yang dicarikan Junmyeon. Namun, kenyataan Soora tIdak mau terbuka saat ini membuat kejanggalan itu kembali ada. Anggapan bahwa Soora tidak bersalah perlahan luntur dan mengelupas. Naluri sebagai seorang pengacara pun tetiba muncul.
Bisa saja memang dia.
"Tapi mungkin untuk hari ini saja," ujar Soora tiba-tiba.
"Apanya yang hari ini saja?"
Soora duduk dengan tegak, lantas menghadap Kyungsoo dengan wajah setengah pasrah dan malas. "Besok ... mungkin aku akan ditangkap lagi. Atau mungkin nanti malam. Oh, atau bahkan setelah ini."
Kyungsoo mengerutkan kening. "Kenapa bisa begitu?"
Soora terdiam sebentar, lantas menunduk, merutuki diri. Entah untuk apa dia berbicara begitu akrab dengan Kyungsoo. Dia menoleh ke samping, kembali menerawang ke luar dinding kaca, seolah pemandangan kota di sana lebih menarik daripada Do Kyungsoo di hadapannya.
"Soora-ssi?"
Soora kembali menghadap Kyungsoo.
"Kau baik-baik saja?"
"Ck, kenapa kau sangat ingin tahu?!"
Kyungsoo seketika tersentak mendengar Soora bersuara begitu mengejutkan. Dia sudah mengira, bahwa perbincangan selanjutnya akan serius. Namun, dia malah diteriaki seperti ini. Padahal, Soora-lah yang memulai topik itu.
Soora memasang sorot tajam. "Kau, bukan pengacaraku lagi. Dan aku sama sekali tidak membutuhkan pengacara. Jadi jangan kepo! Jangan tanya apa pun!" tukasnya, ketus.
"Siapa juga yang mau menjadi pengacaramu? Kalau tidak mau menjawab juga tidak apa. Pikirmu aku kurang pekerjaan hingga mau membantu tanpa dibayar olehmu? Asal kau tahu. Bahkan upahku untuk satu kasus bisa saja digunakan membeli sepuluh restoran seperti ini."
Soora memutar bola mata dengan seringai sinis. "Lalu ke mana semua uangmu itu? Apa sudah habis? Jadi kau boros? Ck, tidak terkejut. Orang-orang seperti kalian pasti kesulitan hidup tanpa uang dan fasilitas mewah," ledeknya.
"Sudah kubilang aku tidak membawa dompet!"
"Tapi kau masih mencari pekerjaan!"
"Pikirmu uangku tidak bisa habis?"
"Kenapa tidak berdagang saja kalau punya uang?!"
"Aku–" Kyungsoo tidak melanjutkan kalimat. Laki-laki itu tak tahu harus membalas bagaimana. Apa yang baru dikatakan Soora benar. Dia menjadi berpikir sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Need a Lawyer
FanficEun Soora adalah orang yang mungkin mencetak rekor terbanyak dalam hal dipecat. Dia pemarah, dan sok bisa melakukan segalanya seorang diri. Suatu hari, Soora terjebak dalam kasus kematian adik dari seorang model majalah. Namun, begitu pertolongan be...