Epilog

15 6 0
                                    

Tenang.

Meski ada banyak pengunjung, suasana di bangku taman sebelah sini adalah tenang. Sebuah meja bundar dan dua kursi sedang ditempati oleh sepasang laki-laki dan perempuan, yang sudah empat bulan berteman. Pohon rindang yang memayungi keduanya sesekali bergerak terembus angin. Begitu pun bunga-bunga yang ada.

"Jadi, dulu kau menyukai Dokter Lee?"

Kyungsoo yang saat ini sudah kembali menjadi pengacara di Firma Hukum Kangnam, mengangguk. "Ya, ketika masih SHS. Tapi dia tidak menyukaiku. Jadi, ya, aku melupakannya. Setelah kupikir-pikir, aku memang tidak cocok dengannya."

"Hmm."

"Kenapa? Kau cemburu?"

Soora yang meminum es teh lemon dalam gelas seketika membelalak. Sosok yang kini sudah menjadi pengelola Eunyeol Restaurant itu, usaha Go Yoo Jin, segera meletakkan minuman tersebut. "Untuk apa juga aku cemburu?"

"Ayolah, kau harus cemburu," desak Kyungsoo. "Kau dan aku sudah resmi berkencan."

Adalah sebuah fakta, bahwa selama empat bulan mereka berteman tidak ada obrolan selain pertengkaran. Karena itulah Soora baru tahu banyak hal tentang Kyungsoo. Lagi pula, Soora tahu betul betapa masa lalu adalah privasi dan tak sepatutnya diungkit-ungkit. Tak sama dengan Kyungsoo. Laki-laki itu malah terus bertanya ini itu kepada Soora, meski butuh waktu cukup lama dan perjuangan untuk mendapat jawaban; tentang Soora yang tidak melakukan apa-apa kepada Yixing maupun Jung Joo, tentang Soora yang selalu minum es teh lemon meski suasana sedang dingin.

"Zhang Yixing adalah aku. Bu Jung Joo juga. Kami bertiga, sama. Kami kehilangan orang yang kami sayangi. Dan aku tahu kalau mereka hanya marah. Lagi pula, Zhang Yixing sudah baik sekarang. Sepertinya, dia sudah menemukan orang yang tepat. Soal Bu Jung Joo, aku sudah tahu sejak malam itu, kali pertama aku ditangkap. Karena itu aku tidak melakukan apa-apa ketika berusaha dimasukkan ke penjara."

"Memang apa yang terjadi malam itu?"

"Bu Jung Joo meneleponku. Ya, dia hanya bertanya kabar dan memberi tahu kalau cucunya barusan meninggal. Dia baik, sebenarnya. Bahkan, dia sering memberiku es teh lemon ketika masih bekerja di Byun's Florist. Dan, soal es teh lemon ... tidak ada alasan khusus. Aku hanya suka."

Soora bersandar pada kursi, menyorot Kyungsoo dengan wajah datar. Tadinya, dia ingin membalas dengan posisi seperti itu. Namun, setelah dipikir-pikir, tidak nyaman juga. Dia segera duduk dengan tegak, memperbaiki posisi duduk, lalu menghela napas.

"Aku dan kau baru saja resmi berkencan," tegasnya.

Kyungsoo ikut menghela napas. "Ya, ya. Eh, jangan ambil lagi. Kau sudah menghabiskan setengah. Sisanya itu untukku," ujar laki-laki berjaket hitam tersebut ketika Soora akan meraih garpu untuk camilan sayap ayam di meja.

Soora memicing. "Apa?"

"Jangan ambil lagi."

"AISH!" teriak Soora sembari menjauhkan tangannya dari garpu camilan itu. "Ambil saja semua! Ambil semua! Berkencan atau tidak sama saja pelit dan perhitungan! Sudah. Mari sudahi saja semua ini," omelnya sambil berdiri.

"Ya! Ya!" tegur Kyungsoo dengan raut polos sembari ikut berdiri. Ini waktunya untuk mengalah. "Kalau mau, ambil saja. Makanlah semuanya. Hm? Kau juga boleh memakan garpu dan piringnya."

"Pikirmu aku apaan?!"

"Baiklah, aku minta maaf. Maafkan aku, ya, Cantik."

Sebutan itu mampu membuat Soora mematung. Dia pun kesulitan menahan senyum, hanya dapat berkedip dan melirik-lirik ke arah lain. Entah pipi sudah semerah apa sekarang.

"Ayo, duduklah lagi," pinta Kyungsoo, tersenyum maut.

Perlahan, Soora kembali duduk meski tanpa suara. Untuk mengalihkan ketersipuan, dia meraih es teh lemon yang tersisa setengah, lalu meminumnya satu teguk.

"Aku minta maaf. Ya?"

"Aku tidak cantik," balas Soora sambil meletakkan gelas.

"Apa? Mana mungkin?"

"Aku manis," sambung Soora dengan senyum yang amat tak bisa ditahan. Dia sendiri geli mengatakan hal semacam itu. Namun, mau bagaimana lagi? Semua itu sudah telanjur keluar dari mulut. Ini yang Soora tidak suka ketika berada di hadapan Kyungsoo; mendadak bisa menjadi bodoh.

Kyungsoo seketika tersenyum, lantas keduanya tertawa-tawa bahagia. Ekspresi mereka tulus dan lepas.

Mungkin, cinta memang tak melulu tentang dua sahabat masa kecil. Mungkin, cinta juga bukan tentang masa lalu yang muncul kembali. Mungkin, cinta hanya tentang gengsi, tentang pertemuan yang aneh, perkenalan yang canggung, penolakan, dan sepucuk keberanian. Mungkin, cinta juga tentang amarah, tentang mengalah, perhitungan, dan tawa yang ada karena hal- kecil dan sepele.

[Tamat]

I Don't Need a LawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang